PART 6 - DEBARAN

1313 Kata
Jodoh kita sudah tertulis di Lauh Mahfudz. Mau diambil dari jalan yang haram ataupun halal dapatnya tetap itu juga. Yang beda itu rasa berkahnya, bukan tentang apa, berapa atau siapa. Tapi bagaimana Allah memberikannya- www.bicarawanita.xyz- *** Hari Minggu biasanya Aamina pergi sama Ega untuk sekadar makan atau jalan-jalan di mall. Tapi karena Ega sedang marah, maka hari ini Aamina berdiam diri di rumah. "Jadi, maksudnya, Nenek lo mau lo nikah sama cowok tua itu!?" sahut Ega murka ketika Aamina berusaha menjelaskan mengenai masalah wasiat neneknya. "Ya, begitu isi wasiatnya Ga" ujar Aamina sambil menunduk dan memeluk bantal di perutnya. Sebelumnya Aamina memohon supaya Ega mau datang ke rumahnya siang ini karena Aamina ingin membicarakan suatu hal yang penting. Dan Ega akhirnya memutuskan untuk lumer dari marahnya dan datang ke rumah Aamina. "Kalau lo enggak nikah sama cowok itu harta Nenek lo jatuh ke Yayasan, gitu?" Ega bertanya lagi. "Iyaa...begitu" sahut Aamina lagi membenarkan. "Semuanya?" "Iya! Semuanya!" Ega menghela napasnya panjang dan menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa lembut di ruang tamu rumah Aamina. "Bingung kan? Gue juga bingung Ga!" keluh Aamina seraya mendekatkan dirinya ke tubuh Ega dan menyandarkan kepalanya di bahu Ega dengan manja. Ega menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Nenek lo aneh-aneh aja sih kasih wasiatnya! Masiiih aja kolot! Jaman begini jodohin orang sama orang enggak jelas" protes Ega kesal dengan wasiat Nenek Zainy. Aamina mengerutkan keningnya menatap Ega. Ia sedikit menjauhkan kepalanya dari Ega. "Ega! Itu nenek gue lho yang lo maki-maki" "Ya, habis. Ada-ada aja, udah meninggal aja masih ribet!" ujarnya lagi membuat Aamina tertegun. "Udah deh, lo enggak kasih solusi juga. Ngomel aja" sahut Aamina merasa kesal dengan u*****n Ega tentang neneknya. "Ya, lo juga enggak cinta sama dia kan, Mina?" tanya Ega penuh selidik. "Ya, enggak lah" "Ya udah tolak aja perjodohannya dan minta notaris untuk rubah isi wasiatnya!" saran Ega asal-asalan. "Emang bisa begitu? Kalo bisa dari kemarin udah gue lakuin!" Balas Aamina. "Udahlah, gue enggak mau pusing! Ini kan urusan lo, gue enggak ikut campur deh. Yang pasti awas kalo sampe lo nikah sama om-om itu!" ancamnya. Aamina makin mengerutkan keningnya dan menelan ludahnya bersamaan. Ia mengacak rambut panjangnya karena merasa frustrasi.  Ega di hadapannya ini adalah idolanya sejak ia masuk sekolahnya, kelas 10. Ia juga anak seorang Pengusaha sukses dan cukup terkenal di Indonesia. Sebetulnya Aamina tidak perlu khawatir jika hidupnya berakhir bersama Ega. Tapi kalau ia harus mengikhlaskan semua harta warisannya untuk orang lain?? Aamina keberatan dengan hal itu. Ia menggelengkan kepalanya. "Enggak! Pokoknya gue harus dapetin warisan gue itu tanpa harus menikah dengannya!"  "Kalau enggak bisa?" Aamina kembali bungkam dan menunduk mencoba berpikir kembali. "Lo pikirin deh caranya dapetin harta itu lagi, tapi lo enggak harus nikah sama dia!" Ujar Ega seraya beranjak pergi dari rumah Aamina. "Ega! Tunggu! Iih...gimana sih? Kok pergi gitu aja? Kita kan belum selesai diskusinya. Belum ketemu solusinya gimanaaa?? Egaaaa!" Ega berhenti dan berbalik memandang ke Aamina sekali lagi. "Ini sih usul gila, gue yakin lo enggak setuju. Gimana kalo lo lepas aja harta warisan nenek lo itu?" Issh! Semua sih ngomongnya gampang! Ikhlasin aja, tapi kan enggak semudah itu juga! Batin Aamina kesal. **** Jakarta, Senin, Pukul 14.00 "Ega enggak masuk?" Aamina bertanya pada Emir sebagai sahabatnya Ega. Emir menggelengkan kepalanya berulang kali. "Terus katanya kemana?" tanyanya lagi. "Gue juga enggak tahu Min!" jawab Emir. "Min! Min! Manggil nama gue itu yang lengkap! Emangnya gue Mimin!" sembur Aamina dan pergi meninggalkan Emir yang tertegun karena Aamina marah-marah. Aamina masih belum berhasil menghubungi Ega dari hari Sabtu lalu. Ponselnya tidak aktif, pesan w******p-nya juga belum ada yang masuk. Aamina menghentakkan kakinya kesal dan duduk di depan kelasnya. Beberapa siswa sudah berpamitan pulang. Kecuali yang mengikuti ekstrakurikuler masih berada di lingkungan sekolah. Aamina menghela napasnya merasa putus asa menghubungi Ega. Kebiasan Ega, kalau marah atau ngambek, ia akan mematikan ponselnya seperti sekarang ini. Tiba-tiba dari arah luar gerbang sekolah, terlihat Risa yang lari terbirit-b***t menghampiri Aamina sambil meneriakkan namanya dengan keras. Semua mata memandang Risa dan juga Aamina. Aamina mengerutkan dahinya ketika Risa tiba di depannya dengan napas tersengal dan suara yang terputus-putus. "Cumi! Lo ---- pasti----kaget----!" Risa menghela napas panjang lebih dulu sebelum melanjutkan kalimatnya. "Lo --- pasti enggak nyangka siapa yang datang!" ujar Risa membuat Aamina penasaran. "Apa sih lo? Ngomong yang jelas ah!" tukasnya seraya memberi botol minum. "Nih minum dulu" ujarnya. "Mi! Ayo tebak ada siapa di luar sana?!"Risa menunjuk ke arah luar gerbang sekolah dengan botol minumnya. "Ada siapa emangnya?" Aamina bertanya balik. "Ega??" tebaknya. "Ah Ega lagi! Lo pikir gue seheboh ini kalo cuma ada Ega doang?!" "Ya terus siapa dong?" tanya Aamina dengan ekspresi penasaran. "Ada---Mas Fatih! Calon suami lo!!" ujar Risa dengan suara yang keras saking antusiasnya. Mata Aamina membesar karena terkejut dengan berita yang dibawa temannya ini. Fatih? Mau ngapain dia ke sini?? Tanya Aamina dalam hati. "Fatih??" "IYAA!!" lonjak Risa merasa senang. "Dih! Kenapa lo yang kegirangan gitu sih?" "Ya ampun! Calon suami lo itu ganteng banget Mi! Tuh di luar di kerubutin sama-----" Risa tidak sempat melanjutkan kalimatnya karena Aamina langsung menyambar tasnya dan berlari keluar menuju gerbang sekolahnya. Aamina memperlambat larinya ketika melihat sosok pria bertubuh tinggi dengan pakaian casualnya. Fatih tidak terlihat layaknya om-om yang umurnya jauh lebih tua dari Aamina seperti kemarin. Fatih malah terlihat seperti anak muda yang keren. Dan Aamina terpaku membeku di kejauhan melihat Fatih yang kewalahan mendapat perhatian dari para siswi sekolah yang baru bubar. Aamina masih bergeming di sana, ketika mata Fatih bertemu dengannya dan membuat jantung Aamina meronta berdetak tidak seperti biasanya, menjadi lebih cepat dan lebih kencang. Tatapan Fatih malah membuatnya makin membeku di tempatnya. Ia baru tersadar ketika Risa yang muncul di belakangnya dan mendorong tubuhnya mendekati Fatih. Aamina mengerjapkan matanya berkali-kali untuk membuatnya tetap tersadar dan tidak melayang demi melihat Fatih yang tersenyum padanya. Iiih gue kenapa sih?? Batin Aamina. "Nih Mas Fatih! Calon istrinya!" ujar Risa sengaja dengan suara yang keras. Supaya para siswi yang masih mengerubungi Fatih tadi langsung bubar jalan. Dan benar saja mereka membubarkan diri dengan senyum kecut dan bisik-bisik tidak berarti seraya memandangi Aamina dengan rasa iri. Fatih tertawa kecil mendengar Risa menyebut Aamina sebagai calon istrinya dengan suara yang keras. Ya mungkin ia harus berterima kasih juga padanya, karena gangguannya menghilang seketika. Aamina sendiri masih belum sanggup membuka mulutnya. "Aamina sepertinya beneran shock dijemput Mas Fatih deh. Tuh buktinya dia masih bengong" ujar Risa lagi menunjuk Aamina. Fatih mengangguk seraya memandang ke arah Aamina. "Ya, mungkin juga. Maaf saya tidak bermaksud membuat kamu kaget, Aamina. Tapi Ummu meminta saya menjemput kamu dan membawa kamu ke rumah. Ummu hanya mengirim pesan via w******p katanya" ujar Fatih. Aamina mengangguk pasrah tanpa kata, seraya merogoh ponselnya dan membuka chat dari Ummu. Benar saja pesan Ummu belum ia baca. Ummunya Fatih Assalamualaikum, Aamina sayang. Ummu ingin bertemu lagi denganmu siang ini sepulang kamu sekolah ya. Nanti Fatih yang menjemputmu. "Eh mobil lo gimana, Mi?" tanya Risa. "Lo bawa nih! Nanti Biar Pak Sapto ke rumah lo untuk ambil" ujar Aamina sambil melemparkan kunci mobilnya ke arah Risa. Risa menangkapnya dengan tepat dan ia mengangguk. "Ya udah, lo hati-hati ya, jangan ngomel mulu!" Aamina tersenyum kecut menatap sahabatnya sambil melangkah menuju mobil Fatih. Fatih membukakan pintu sebelah kiri agar Aamina bisa masuk ke dalamnya. Dan menutupnya kembali ketika Aamina sudah duduk dengan aman di dalam mobilnya. Fatih berjalan menuju tempat kemudinya. Ketika sudah berada di dalam mobil Fatih memberikan jaketnya kepada Aamina. Sedangkan Aamina malah termangu bingung kenapa Fatih memberikan jaket padanya padahal ia tidak merasa kedinginan sama sekali. "Pakai jaket saya untuk menutupi paha kamu" ujarnya tanpa memandang ke arah Aamina, namun tetap ke jalan raya. Aamina menyipitkan matanya bingung. Kenapa harus ditutupi sih? Bukannya harusnya Fatih senang ada pemandangan bagus di sebelahnya? Kalau Ega yang ada di sebelahnya, rok Aamina malah disibakkan lagi lebih tinggi. "Kenapa emangnya?" tanya Aamina. "Saya tidak suka melihatnya" ujar Fatih singkat. "Huh?? Enggak suka?!" Aamina bertanya balik tidak percaya diri dan Fatih mengangguk menjawabnya. "Hellow....ini paha cewek lho. Mulus lagi. Semua cowok juga suka harusnya kalau lihat yang beginian" ujarnya asal seraya mengangkat jaket Fatih dan menunjukkan pahanya lagi pada Fatih. Fatih menggelengkan kepalanya. "Kamu gay ya??" Mata Fatih membesar menatap Aamina seraya mendengus menghela napasnya. Sabar Fatih, Sabar...gumam Fatih dalam hati. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN