PART 5 - PERASAAN

1441 Kata
Bertemu jodoh dengan orang yang kamu cintai mungkin satu kebetulan. Tapi mencintai jodohmu adalah kewajiban.-daarussa-adah.blogspot.com- *** Aamina berada dalam mobil menuju restoran tempatnya akan bertemu lagi dengan Fatih dan Ibunya. Aamina menelan ludahnya. Ia berkali-kali melirik ponselnya menunggu balasan chat w******p dari Ega yang sepertinya masih marah padanya dan berakhir membatalkan kencannya malam ini. Itulah yang akhirnya membuat Aamina memutuskan untuk menyetujui makan malam bersama sahabat Mamanya dulu kala. Ketika mobil berhenti, supir yang membawanya segera turun dan membukakan pintu belakang tempat Aamina duduk. Gaun panjang tanpa lengan Aamina berwarna hitam berkilauan, dengan sepatu wedges-nya yang tidak terlalu formal berwarna senada. Penampilannya sangatlah glamor untuk ukuran anak SMA. Tapi memang inilah penampilan Aamina bila datang ke suatu pesta dengan teman-temannya. Aamina berjalan dengan penuh percaya diri memasuki restoran yang tadi diinformasikan oleh Azra. Dan untung saja ada Azra di depan pintu restonya. Azra langsung menyambutnya dan mengantar Aamina menuju ke meja, di mana Ummu sudah menunggunya. Tanpa Fatih. "Assalamualaikum, Aamina" sapa Ummu memberi salam sekaligus berdiri dan menyambut Aamina dengan memeluknya juga mencium pipi kanan dan kirinya. Aamina menyambutnya dan menjawab salam Ummu. "Waalaikumsalam Tante" "Panggil Ummu saja Aamina" ujarnya. Dan Ummu mempersilakan Aamina untuk duduk di seberang mejanya. "Fatih sedang dalam perjalanan saat ini. Tapi kamu boleh pesan makanan terlebih dahulu sambil menunggunya" ujar Ummu seraya memberi kode pada Azra yang duduk di sebelahnya untuk memanggil pelayan. Pelayan datang bersamaan dengan kehadiran Fatih di pintu restoran. "Assalamualaikum!" sapa Fatih menghampiri Ummu dan mencium tangan Ummu kemudian mencium kedua pipi Ummu dengan penuh kasih sayang. Aamina menelan ludahnya melihat pemandangan tidak biasa tersebut. Kemudian Fatih memalingkan pandangannya pada Azra yang ada di sebelah Ummu. Mengucapkan salam padanya dengan hanya menangkupkan kedua tangannya di dadanya. Azra menjawabnya dengan melakukan hal yang sama. Aamina merasa aneh melihatnya. Ketika pandangan Fatih beralih padanya, tiba-tiba saja Aamina menjadi kikuk dan salah tingkah hingga menjadi gugup menjawab salam dari Fatih. Ummu tersenyum melihatnya. Fatih duduk di sebelah Aamina. Aamina menghela napasnya perlahan. Fatih harum sekali dan membuat Aamina hampir lupa diri. Ia sesekali memperhatikan Fatih dari sudut matanya. Memang ia tidak mengingkari kalau Fatih itu sangatlah tampan. Namun Aamina masih merasa bahwa Fatih itu bukanlah tipe pria idamannya. Lagi pula ia merasakan ada kejanggalan dari tatapan Fatih terhadap Azra. Cara Fatih melihat Azra berbeda dengan caranya melihat dirinya. Azra terlihat gugup saat pandangan mereka bertemu. Aamina bisa melihatnya dengan jelas. Karena iapun sempat mengalami kegugupan itu tadi. "Aamina sayang, dan Fatih" Nida membuka pembicaraan seraya memandang mereka berdua di depannya. "Sebenarnya perjodohan kalian berdua sudah terjadi bahkan sebelum Aamina dilahirkan. Ini adalah perjanjian antara Ummu dan Mama Aamina sebelum sahabat Ummu itu meninggalkan Ummu" ujar Ummu memulai ceritanya. "Dan Ummu bahagia ternyata Nenek Zainy masih mengingat hal itu, walaupun kami tidak pernah kontak lagi setelah orang tua Aamina meninggal dunia. Ummu mencarimu kemana-mana tapi tidak berhasil menemukanmu dan Nenek, sayang" mata Ummu berkaca-kaca. Fatih dan Aamina masih mendengarkan tanpa menyela sedikitpun. "Walau begitu, ternyata Allah sudah menakdirkan kalian untuk berjodoh. Karena itulah kalian dipertemukan kembali. Masya Allah..." Ummu menyeka matanya, setelah itu dengan kedua tangannya ia menggenggam masing-masing tangan anak-anaknya tersebut. "Jadiii Ummu dan Abi memberi restu untuk kalian berdua untuk menikah" ujar Ummu. "Tapi, Tante----" "Ummu saja, Aamina" ralat Ummu. "Tapi, Ummu. Aamina kan masih sekolah. Lagipula Aamina belum terlalu kenal sama Fatih dan satu lagi Aamina punya pacar" Ummu menatap Aamina dengan ekspresi terkejut. "Pacar?" "Iya, pacar. Ummu tahu kan pacar itu apa?" tanya Aamina membuat Ummu tertawa ringan. "Ya, tentu saja Ummu tahu, sayang" "Dan saya juga harus mempertimbangkan banyak hal untuk masalah ini, Ummu" sahut Fatih datar. Semua mata memandang ke arah Fatih. Dan Fatih hanya memandang ke arah Azra, disusul kemudian Azra yang menunduk. Aamina merasa Fatih sedang menolaknya sekarang. Dan itu lagi-lagi menyakiti hatinya. "Iish! Dengar ya, bukan kamu saja yang tidak mau menikah. Aku juga enggak mau menikah dengan om-om kayak kamu!" ujarnya kesal. Fatih menatapnya dengan mata membesar. Begitu juga Ummu dan Azra. "Aamina, yang tenang yaa. Fatih itu bukannya tidak mau menikah sama kamu" sambung Ummu. "Ummu, tidak perlu memberi harapan palsu padanya" ujar Fatih pada Ummu dengan menggelengkan kepalanya pelan. Aamina mendengus kesal dengan kalimat yang baru saja dilontarkan Fatih. "Siapa juga yang berharap? Aku enggak berharap nikah sama kamu! Aku itu hanya ingin harta Nenek jatuh ke orang yang seharusnya" ujarnya ketus. Fatih menghela napas, mencoba bersabar menghadapi Aamina. "Ssst, sudah tidak usah bertengkar" Ummu berusaha menengahi. "Dengar Aamina, Fatih" Ummu menatap keduanya. "Mungkin kalian menganggap pernikahan ini adalah paksaan, tapi ini adalah ketentuan Allah. Pernikahan kalian adalah amanah dari orang tua. Dan semua orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya" ujar Ummu pada akhirnya. Fatih dan Aamina sama-sama menghela napasnya. Aamina menjadi tidak selera menyuap makanannya. Ia lebih banyak diam. Demikian juga Fatih. Ia lebih sibuk memperhatikan Azra dari pada makanannya. Dan hanya Ummu yang memperhatikan Aamina. "Kamu mau tambah lagi makannya, Aamina?" Dan Aamina menggeleng tidak berminat. Aku akan menjaga putri cantikmu, Titi, batin Ummu Nida dalam hatinya. Seolah-olah ia berbicara dengan sahabat lamanya. "Kamu antar Aamina pulang ya Fatih, sama Pak Rozak. Biar Ummu pulang sama Azra" pinta Ummu dengan menyentuh tangan Fatih. Fatih mengangguk setelah sebelumnya menghela napas panjang lagi. **** "Kamu suka sama Mba Azra ya? Atau kalian berdua memang pacaran diam-diam?" tanya Aamina tiba-tiba dan membuat Fatih menoleh ke arahnya dengan mata membesar. Kemudian ia tertawa ringan. "Kamu ini ada keturunan cenayang ya?" ledeknya. Aamina memicingkan mata pada Fatih. "Jangan menuduh sembarangan kalau tidak tahu masalah sebenarnya" "Aku itu enggak menuduh sembarangan. Kelihatan banget kok! Kamu itu beda kalo lihat Mba Azra!" ujar Aamina. Fatih mengembuskan napasnya pelan, seraya menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi mobilnya. Ia malas menggubris celotehan Aamina. Ia memilih sibuk dengan ponselnya. Aamina berdecak karena diabaikan. "Kalau suka ya bilang aja" gumam Aamina. Fatih tetap tidak menghiraukan gumaman Aamina. "Ehm, ngomong-ngomong ya. Aku ada usul, gimana kalau kita nikah kontrak aja? Kayak di drama-drama korea gitu? Cuma demi menyelamatkan harta Nenek aku! Ingat ya, ini bukan karena aku yang ngebet pengin nikah sama kamu!" usul Aamina membuat Fatih tercengang dengan ide gila anak ABG ini. Dengan mata sedikit membesar dan nada yang keras ia menyahut. "Saya tidak berminat bermain-main dengan sumpah atas nama Allah! Jangan pernah punya ide yang mengatasnamakan Allah tapi tidak sungguh-sungguh!" sahutnya dengan marah. "Yeee kok marah?! Itu kan cuma usul! Lagian memangnya kamu ada usul apaan? Enggak ada solusi juga dari tadi!" Balas Aamina. "Kalau saya, lebih baik sumbangkan saja semua harta itu untuk yayasan amal yang dikelola Nenek kamu itu. Lalu, kamu cari suami yang kaya raya. Otomatis kamu juga ikut kaya kan? Itu kalau tujuanmu menikah hanya karena harta" ujar Fatih penuh sindiran. Aamina menatap Fatih dengan ekspresi marah. Seenaknya saja dia bilang untuk menyumbangkan semua harta Neneknya. Dan memintanya cari suami kaya raya. Dari tadi kalimat yang dilontarkan Fatih serasa menusuk jantungnya terus. Aamina menelan ludahnya lagi. "Aku itu hanya pengin harta Nenek aku! Yang memang jadi hak aku! Kamu enggak perlu nyindir-nyindir aku kayak begitu!" Balas Aamina kesal. "Saya lihat uang tunjangan dari Nenek kamu setiap bulannya sudah lebih dari cukup untuk anak seumur kamu. Kamu enggak perlu semua harta Nenek kamu untuk saat ini. Jadi untuk masalah pernikahan kita, sementara ini tidak perlu kita lanjutkan. Maafkan kalau Ummu terkesan antusias untuk menerima kamu menjadi menantunya. Itu hanya karena kamu mengingatkan Ummu pada sahabat lamanya, yaitu Mama kamu" Fatih menghela napasnya sebentar, "harta Nenek kamu yang sekarang menjadi milik saya tidak akan pernah saya sentuh, kecuali suatu hari jika memang kita ditakdirkan menikah. Jika ternyata kita masing-masing menikahi orang lain, maka harta itu otomatis akan berpindah ke Yayasan yang ditunjuk Nenek kamu" tutur Fatih panjang lebar. Membuat Aamina terperangah dan membuka mulutnya lebar-lebar. "Kamu bisa dengan gampang ya bilang begitu! Karena itu bukan harta kamu! Tapi aku? Semua itu milikku! Bagaimana aku bisa melanjutkan hidup aku kalau semua harta Nenek jatuh ke tangan orang lain??" Aamina menyahut dengan suara cukup keras. "Ya, kamu harus bekerja keras tentu saja" jawab Fatih santai. Aamina menatapnya dengan ekspresi kekesalan sampai di ubun-ubun. Tapi ia diam seribu bahasa sampai akhirnya Fatih mengeluarkan suara lagi. "Kamu sudah sampai, itu rumah kamu kan?" tanya Fatih sambil menunjuk keluar mobil. Aamina menoleh ke arah jendela dan ia melihat rumahnya di luar sana. Segera Aamina membuka pintunya dengan perasaan kesal. Kemudian turun tanpa mengucapkan salam. Fatih baru saja akan turun mengantar Aamina ke dalam. Namun tatapan mata Aamina padanya menunjukkan sebaliknya. Akhirnya Fatih memilih untuk tetap bergeming di tempatnya. "Assalamualaikum" ujar Fatih agak keras ke arah Aamina. Aamina hanya menoleh dengan ekspresi ketus tapi ia tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Langkahnya semakin lebar-lebar menuju ke dalam rumahnya. Kemudian pak Sapto, supir yang bekerja di rumah Aamina. Ia menutup pintu gerbangnya ketika Aamina sudah berada di dalam rumah, setelah sebelumnya ia mengucapkan terima kasih pada Fatih sambil sedikit menunduk. Dan Pak Sapto juga yang menjawab salam Fatih tadi. Mobil Fatih pun melaju ke arah pulang. Mendidiknya? Fatih menghela napasnya seraya menggelengkan kepalanya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN