Kehidupan terus berjalan. Kehidupan setiap manusia dari hari ke hari bisa saja banyak yang telah tercapai atau bahkan masih diam saja stagnan pada satu atau beberapa hal. Semua bergantung pada keinginan dan usaha yang dilakukan. Jika usaha dilakukan secara maksimal dan melakukan banyak pergerakan, tentu akan banyak hal yang dicapai.
Semua pilihan dalam hidup, kita sendiri yang menentukan. Bukan orang lain, orang tua, apalagi netijen yang biasanya hanya nyinyir saja. Tapi, ada hal yang harus diingat bahwa pilihan yang kita pilih harus kita pikirkan konsekuensinya juga.
Sabrina juga telah menentukan pilihan hidupnya untuk menjadi CPNS karena memang dia yang menginginkan. Bukan karena demi gengsi dan iming-iming kesuksesan yang akan didapatkan. Namun memang pilihan orang bergantung pada keinginan yang telah diusahakan.
Hari ini Sabrina mendapatkan pelatihan setelah diterima menjadi CPNS. Setelah tempo hari Atma dan Kanaya meminta Sabrina agar tidak merepotkan Bima untuk mengantarkan Sabrina ke beberapa tempat maka hari ini Atma mengantarkan Sabrina sekalian pergi ke kebun. Sabrina sendiri memang tidak bisa mengendari kendaraan bermotor. Hal ini yang membuatnya selalu diantar oleh Bima ataupun kedua orangtuanya jika bepergian.
Dulu Sabrina sempat akan belajar naik motor, namun baru pertama kali belajar sudah terjatuh dari motor bersamaan dengan Atma yang diboncengnya sehingga membuat Sabrina tidak ada niatan untuk belajar motor lagi. Bukan bermaksud manja, namun memang dasar dia manja dari masa kecil membuatnya tetap manja hingga saat ini.
"Hai. Nama kamu siapa? Aku Ismi. Aku ambil formasi guru SD di SDN 4 Malang." Suara seorang wanita di sebelahnya membuat Sabrina yang sedang mengingat masa-masa belajar motor pun menoleh pada si lawan bicara.
"Hai. Aku Sabrina. Kita berada di formasi yang sama." Sabrina membalas uluran tangan Ismi. Dia tidak menyangka jika hari pertama sosialisasi sudah bertemu dengan teman yang satu formasi dengannya.
"Wah, aku tidak menyangka jika kita bisa langsung bertemu di awal pertemuan."
"Iya, aku juga."
Sabrina yang memang cenderung lebih pendiam pun hanya menjawab pertanyaan Ismi dengan singkat. Dia tentu senang karena sudah bertemu dengan teman yang satu formasi. Namun jujur saja, Sabrina merasa Ismi terlalu banyak bicara dan sok akrab dengannya membuat Sabrina tidak begitu respect dengannya.
Namun kita juga tidak bisa menyalahkan sikap setiap orang. Mungkin banyak orang yang mudah merasa insecure, mudah akrab dengan orang, pendiam di awal perkenalan namun jika sudah dekat sikapnya begitu receh, atau pendiam dari awal hingga sampai akrab. Semua bergantung pada individu masing-masing. Asal kita bisa menempatkan diri kita dengan baik pada lingkungan di manapun kita berada.
"Boleh minta nomor w******p mu ya, Sab. Boleh kupanggil Sab ya." Ismi segera menyodorkan handphonenya kepada Sabrina. Sabrina yang langsung ditodong dengan handphone pun akhirnya menuliskan nomor whatsappnya pada handphone Ismi.
Setelah Sabrina memberikan kembali handphone Ismi, Ismi langsung mengirimkan pesan kepada Sabrina. "Sab, aku barusan sudah chat kamu. Jangan lupa save nomorku ya."
"Oke." Sabrina hanya menjawab singkat dan segera mengecek pesan pada handphonenya. Dan benar saja satu pesan masuk dengan nomor baru. Ketika Sabrina membuka pesan tersebut, Sabrina semakin agak ilfell dengan Ismi. Bagaimana tidak, Ismi mengirim stiker oppa-oppa Korea yang terdapat tulisan "anyoeng". Semoga saja Sabrina bisa betah berteman dengan Ismi.
Sabrina tentu tahu arti kata yang tertulis pada stiker tersebut, namun dia sebagai salah satu perempuan yang tidak begitu menyukai Korea tentu saja merasa ilfell. Dia tahu judul beberapa drama Korea, namun dia tidak mengidolakan salah satu di antara mereka. Hanya menyukai alur cerita dan view yang disuguhkan pada setiap ceritalah yang membuatnya melihat drama Korea.
Namun, Sabrina tentu tetap menyimpan nomor Ismi. Dia juga membutuhkan Ismi dan juga bersyukur karena sudah bertemu dengan teman satu perjuangannya hari ini.
Acara pengarahan mulai berjalan. Dan yang membuat Sabrina kagum adalah Ismi ternyata sangat berkompeten. Yah walaupun ada saja satu sikap yang membuat Sabrina ilfell dengannya. Namun hal itu tetap membuat Sabrina kagum. Ismi yang memang mudah bersosialisasi dengan orang dan didukung kemampuan berbicaranya yang bisa disesuaikan dengan kondisi lingkungan membuatnya tampak memukau ketika mampu berpresentasi di depan peserta yang lain dengan baik.
Sabrina yang berjalan ke arah depan gedung untuk menemui ayahnya tiba-tiba dikejutkan dengan Ismi yang berjalan di sisinya.
"Hai, Sab. Mau langsung pulang?"
"Iya."
"Rumahmu daerah mana? Aku ngekos di sini. Karena rumahku daerah Malang ujung, yang arah ke Kediri itu."
Sabrina menyebutkan daerah rumah tinggalnya. Dan jawaban singkat dari Sabrina tidak membuat Ismi berhenti mengajaknya berbicara.
"Terus kamu balik naik apa?"
"Dijemput ayah. Kamu ngekos di mana?" Sabrina yang merasa sungkan karena mengabaikan Ismi dengan jawaban yang singkat akhirnya memberikan pertanyaan kepada Ismi.
"Di dekat sekolah. Ini aku mau nunggu ojek online, sih. Tapi kayaknya banyak peserta juga yang order jadinya aku belum dapat-dapat driver,” jawab Ismi dengan wajah cemberut.
Ismi sudah ingin segera sampai ke kosnya. Dia butuh istirahat karena baru kemarin dia pindah ke kos dan membereskan barang bawaaannya. Maka tidur adalah hal utama yang saat ini dia butuhkan.
"Bareng aku saja, yuk. Dari pada kamu pulang terlalu larut." Sabrina juga pernah berada di posisi Ismi yang harus menunggu hampir satu jam untuk mendapatkan driver ojek online setelah mengikuti seminar dengan peserta yang jumlahnya banyak. Hal inilah yang membuatnya menawarkan bantuan kepada Ismi agar bergabung dengannya.
"Apa tidak apa? Kurasa jalannya tidak searah itu."
"Nggak apa. Ayah juga pasti ndak keberatan. Ayahku sudah menunggu di depan. Ayo ke depan,” ajak Sabrina.
"Terima kasih ya, Sab."
"Terima kasih saja ke ayahku."
Ismi pun hanya tertawa menanggapi ucapan Sabrina. Ismi sadar jika Sabrina bukan tipe perempuan yang banyak omong seperti dirinya bahkan Sabrina cenderung kaku. Maka dari itu dari tadi dia sadar bahwa harus banyak berbicara agar membuat Sabrina mengeluarkan banyak suara.
"Ayah, temenku ikut sampe di daerah kos deket SDN 4. Boleh ya, yah?" Sabrina yang sudah membuka pintu mobil depan pun langsung menyalami dan mencium tangan sang ayah dan menanyakan kesediaan beliau untuk mengantarkan Ismi.
"Boleh saja. Ayo temen kamu suruh segera masuk. Ayah ndak mau membuat antrian parkir di sini semakin panjang."
Sabrina segera mengajak Ismi masuk ke dalam mobil. Ismi segera memperkenalkan diri dan menceritakan dari mana asalnya, bagaimana ceritanya mengikuti tes CPNS, lika-liku masa sekolah, dan wisata yang terkenal di daerahnya. Seperti banyak yang diketahui orang bahwa Malang atau Batu memang terkenal dengan kota wisatanya. Didukung dengan view dan keanekaragaman di tiap-tiap daerah, membuat Malang dan Batu menjadi kota wisata yang semakin berkembang wisatanya dari waktu ke waktu.
"Temen kamu rame banget ya, Sab." Setelah Ismi turun dari mobil, Atma langsung saja memberikan komentar kepada teman pertama Sabrina di calon tempat belajarnya nanti.
"Ya memang dia begitu, yah. Tadi waktu ngajak kenalan saja sudah heboh luar biasa."
"Ya bisa mengimbangi kekakuan dan keterdiaman kamulah, Sab." Atma tertawa setelah mengatakan hal tersebut. Sabrina hanya tersenyum karena ucapan Atma memang benar.
"Sab juga bersyukur karena di hari pertama pengarahan sudah bertemu dengan Ismi, yah."
"Iya. Alhamdulillah. Kamu ndak pingin beli sesuatu? Ibu tadi pingin sempol katanya."
"Ndak sih, yah. Tadi sudah dapat makan dan snack dari panitianya, yah. Jadi masih kenyang sekarang.”
"Ya sudah kita belikan sempol untuk ibu saja. Ibu kamu itu memang seperti remaja saja tiba-tiba nitip dibelikan sempol."
"Atau jangan-jangan ibu hamil lagi, yah. Jadi ngidam." Sabrina tertawa sendiri membayangkan dia memiliki adik yang umurnya berbeda jauh dengannya. Pasti orang-orang mengira itu anaknya bukan adiknya.
"Hush, kamu itu ada-ada saja. Nggaklah. Usia ibumu juga sudah berapa."
"Sudah tua ya yah berarti. Kayak ayah." Sabrina semakin meledek ayahnya. Atma hanya tertawa dan mengacak ujung jilbab putrinya. Dia heran bagaimana cara berpikir putrinya bisa saja memikirkan hal yang sungguh tidak mungkin itu.
Setelah membeli sempol di kawasan kaki lima yang memang menjajakan berbagai aneka jajanan, Atma dan Sabrina berjalan kembali ke arah mobil. Di saat di tengah perjalanan menuju mobil, Sabrina melihat penjual es jeruk peras. Kesegaran buah jeruk dipadu dengan es batu di tengah teriknya sinar matahari membuatnya tertarik untuk membeli es jeruk peras itu. Atma meledeknya karena katanya tadi masih kenyang namun akhirnya tergoda juga. Sabrina tetap cuek dan membeli tiga cup es jeruk peras agar bisa dinikmati bersama nanti saat di rumah.
Setelahnya mereka kembali berjalan ke arah mobil. Sisa perjalanan pulang antara ayah dan anak itu diisi dengan canda tawa dan ledekan dari sang putri dengan ayahnya atau pun sebaliknya hingga mereka sampai di rumah.