6. Ekstrakurikuler

1339 Kata
“Kenapa nggak suruh Om lainnya yang dateng?” tanya seorang pria dengan jas hitam dan menenteng case. “Males,” jawab Shane. “Hmm, ya udah. Lain kali jangan diulangi, bagaimana pun guru kamu itu jauh kebih tua dari kamu, harusnya kamu menghormati dia,” omel pria itu. “Iya-iya.” “Ya udah, Om balik kerja dulu.” Setelah percakapan singkat itu, Shane kembali ke kelasnya. Dengan berjalan malas, Shane akhirnya sampai dan duduk di bangku miliknya. Ia mulai mendengarkan penjelasan guru yang ada di depan. Sampai akhirnya, Kaito yang duduk di belakang Shane memanggilnya. “Rehat ke rooftop.” Shane hanya mengangguk menjawab temannya. Ia kembali fokus pada pelajaran dan menyelesaikan tugas dengan segera. Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya jam istirahat pun tiba. Shane berjalan menuju rooftop bersama Kaito dan Ben. Sedangkan Liony menyusul setelah selesai makan di kantin. Di rooftop … “Yang dateng tadi siapa?” tanya Kaito. “Pengacara keluarga.” “Buset! Lu mau kasusin Pak Yaman?” “Kagak.” “Nah terus?” “Biasanya juga gitu, yang dateng selalu pengacara. Mama sama Papa itu orang sibuk, ada waktu buat gue ma adek aja udah bersyukur.” “Ajegile … tajir melintir yak keluarga lu itu?” tanya Ben. “B aja.” “Gini nih, anak orang kaya yang tidak mengakui kekayaannya.” “Nggak juga.” “Oya, pas lu pergi tadi, ada yang nyariin. Anak kelas atas, namanya … Hani.” “Ada apa dia nyariin gue?” “Kayaknya sih biasa, mau kasih kado kali.” “Buang aja, kalo kalian mau ambil aja.” “Oya, katanya ada anak baru yang masuk kelas kita,” ujar Ben. “Hmm, siapa?” tanya Kaito. “Belum tahu sih namanya. Tapi katanya sih cewek.” “Widih … kalo cantik pasti si Rere bakal kalah saing nih,” ujar Kaito. Shane tidak mempedulikan percakapan temannya. Dia memilih bermain ponsel dan memainkan salah satu game yang ada di dalam ponsel itu. Tidak lama setelah itu, terlihat Liony datang dengan membawa makanan untuk teman-temannya. Liony terlihat kelelahan karena rooftop ada di lantai empat sekolah. Tidak banyak yang berkunjung kesana, kecuali pada guru yang ingin merokok dan melepaskan lelah. Akan tetapi, setelah rooftop digunakan oleh Shane dan teman-temannya, tidak ada lagi guru yang datang ke sana. “Nih! Kalian itu nyusahin aja! Lain kali ngumpul di kantin aja napa sih!” omel Liony. “Iya deh, iya.” “Li, lu tau kabar soal anak baru kaga?” tanya Ben. “Hmm, enggak. Kayaknya dia ada di kelas … kalian bukan sih?” “Iya.” “Nah itu. Man ague tahu.” Shane memakan makanannya tanpa berkata apapun. Dan ia juga tidak mengikuti percakapan teman-temannya. Sampai jam istirahat selesai, dan mereka waktunya mengikuti jam pelajaran di luar kelas, yaitu ekstrakurikuler. “Shane, lu udah tau mau ikut apaan?” tanya Liony. “Hmm, apa ya?” “Basket aja deh. Atau mau lainnya?” “Kita lihat aja entar, mana yang berusaha merekrut gue lebih keras.” Shane berdiri dari tempatnya dan berjalan menuruni anak tangga menuju ke lantai dua kelas mereka. Shane meraih tas miliknya dan berjalan ke luar bersama Ben juga Kaito. Liony menyusul dari kelas lain, dan mereka berjalan bersama menuju ke gedung ekstrakurikuler. Selama perjalanan ke sana, ada beberapa murid yang mencoba menarik Shane untuk bergabung dengan mereka. “Kamu Shane,kan? Mau gabung ke ekstra kita?” tanya seorang cewek. “Apaan?” tanya Shane. “Teater.” “Gue nggak minat.” Shane kembali melangkahkan kakinya, sedangkan Kaito dan Ben tertawa kencang melihat Shane kesal. Sampai di depan gedung, beberapa meja berjajar rapi, dan di sana sudah ada tulisan tiap ekstrakurikuler.  Liony memilih Cherleaders, Ben memilih futsal, Kaito memilih jujitsu, dan Shane sendiri masih bingung. “Gimana? Mau pilih apaan?” tanya Ben. “Hmm, Basket aja deh,” ujar Shane. Akhirnya Shane datang ke secretariat anak basket, dan di sana sudah ada ketua basket dari kelas dua belas. Cowok tinggi dengan wajah tampan bernama Alex menyambut Shane dengan tersenyum. “Lu Shane kan? Beruntung banget nih tim basket tahun ini, karena ada lu.” “Biasa aja, lagian gue gabung juga karena lagi nggak ada pilihan aja,” ujar Shane. Alex memasang wajah masam, dan ia menyuruh Shane masuk ke dalam ruangan itu untuk bertemu dengan mereka yang juga baru bergabung. Ada dua tim di basket, tim putra dan tim putri. Mereka duduk bersama dan mendengarkan penjelasan pelatih yang ada di sana. Seperti biasa, Shane akan mengacuhkan apa yang ada di hadapannya. Dan ia memilih berkutat dengan ponsel di tangannya. Shane sedang mengirim pesan pada sang ibu mengenai kegiatan yang saat ini sedang ia jalani. Pesan ke Mama ; Anda : Shane ikutan basket, pulang agak telat, adek gimana? Mama : Biar dijemput Pak Supri aja. Anda : Oke. Mama : Jadi kapten? Anda : Ogah. Mama : Kamu terlalu malas ikut kegiatan, mau Mama kasih banyak job? Anda : Hmm, iya-iya … ini nambah kegiatan di sekolah. Mama : Jangan cuma ada prestasi di pelajaran aja, kalo bisa non-nya juga ada. Anda : Iya, Ma. Ya udah, Shane sibuk. Mama : Sibuk liatin cewek? Anda : Zonk. Read. Shane memasukkan ponsel itu ke dalam saku pakaiannya. Lalu ia berdiri dan berjalan keluar dari ruangan itu. Penjelasan yang tidak Shane dengarkan, membuat dirinya tidak mengerti dengan kegiatan setelah ini. Dan benar saja, di saat semua murid menuju ke lapangan basket, Shane berjalan keluar gedung dan akan menuju ke area parkir. “Shane!” seru seseorang. Shane menghentikan langkah kakinya dan berbalik badan, ia memiringkan kepala sekilas lalu bertanya. “Apaan?” “Lu mau kemana?” tanya cowok yang ada di tim basket. “Balik, bukannya udah kelar?” “Anjim … lu kagak dengerin beneran tadi? Ada tes di lapangan, gehel!” “Ooo … tes apaan lagi?” “Astaga! Udah ikut aja!” Cowok itu menarik Shane hingga sampai di lapangan basket. Ia melihat ada banyak murid yang melakukan dribble dan juga free style di sana. Shane melihat mereka yang melakukannya satu persatu, hingga akhirnya nama Shane di panggil. Shane berdiri di tengah lapangan, dengan sorak para penonton dari bangkunya. Shane memperlihatkan keahliannya dalam basket. Semua murid yang ada di sana terlihat kagum dengan cowok satu itu. Bahkan ada diantara mereka yang merasa minder karena melihat Shane melakukannya dengan sangat baik. “Gilaa! Titisan anak dewa kali ya? Apa aja oke dia ini,” ujar seorang cowok. “Iya, jangankan basket, nilai renang dia aja paling tinggi di kelas,” sahut cowok lainnya. “Hmm, nggak cuma itu, dia itu juara di kelas. Dan semua mata pelajaran dia okein.” “Emak sama Bapaknya makan apa yak waktu dia ada di perut?” “Kayaknya waktu pembagian otak, dia dapet yang pertama kali.” Percakapan mereka terlihat lucu di mata Ben dan Kaito yang juga ada di sana. Ya, ke dua teman Shane ada di sana karena urusan mereka dengan kegiatannya sudah selesai terlebih dahulu. “Buset … temen kita itu,” ujar Ben. “Hahaha. Iyak … bangga gue kenal dia duluan,” sahut Kaito. Setelah Shane selesai, ia kembali ke tempatnya dan meraih tas miliknya di tepi lapangan. Setelah itu secara bergantian mereka melakukan apa yang dikatakan pelatih. Shane yang merasa bosan, akhirnya melihat Ben dan Kaito melambaikan tangan dari bangku atas. Shane berdiri dan menghampiri ke dua temannya itu. “Kalian sejak kapan di sini?” tanya Shane. “Sejak lu mainin bola di sana.” “Hmm.” “Gue herman sama lu, lu apaan yak yang kagak bisa?” tanya Ben. “Hmm, gue paling nggak bisa jauh dari Emak,” jawab Shane. “Hahaha, serius?” “Iya.” “Anjim , anak emak banget dong.” “Emang.” Tepat pukul dua, kegiatan mereka selesai. Dan Shane kembali ke rumah dengan pakaian basah karena keringat. Hari ini Shane lupa tidak membawa pakaian untuk kegiatan di lapangan sehingga pakaian hari ini harus basah. “Gimana tadi di sekolah?” tanya Vivi. “Capek.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN