Mobil sport dengan mereka Ferrari berhenti di basement, Shane berjalan menuju ke arah lift yang ada di area itu. Ia pun naik ke lantai atas apartemen milik orang tuanya. Dengan menenteng tas plastik yang berisi makanan. Shane berharap sang ibu tidak terlalu mempermasalahkan mengenai kesalahan di sekolah.
Ceklek
“Shane pulang,” ujar remaja dengan tinggi 175 cm itu.
“Cane, masuk ruangan Mama!” ujar sang ibu memanggil.
Shane berjalan menuju ke ruang kerja ibu-nya yang ada di dekat kamar tamu. Shane masuk begitu saja dengan meletakkan tas plastik berlogo dimsum kesukaan ibu-nya.
“Duduk!” ucap wanita yang sedang menatap layar laptop.
“Ada apa, Ma?” tanya Shane.
“Ada apa kok Pak Yaman panggil Mama ke sekolah?” tanya Vivi.
“Shane bolos pelajaran.”
“Kenapa?”
“Tadi udah ada di kelas, terus dipanggil OSIS, eh bikin mood anjlok, ya udah makan di kantin,” jelas Shane.
“Terus?”
“Pak Yaman dateng, Shane tawarin makan juga. Awalnya bilang mau, eh ujung-ujungnya marah.”
“Ya udah, sana balik kamar! Ganti baju, terus jemput adek kamu di tempat les,” ujar Vivi mengakhiri percakapan itu.
“Oke, Ma.”
Shane kembali berjalan menuju kamarnya dan mengganti pakaian. Ia memilih setelan kaos dan celana pendek, dengan topi yang menutup rambutnya, dan tas weistbag yang melingkar di tubuhnya. Shane meraih kunci mobil dengan merek BMW untuk menjemput adiknya di tempat les.
Saat sudah berada di pintu keluar, Shane lupa bertanya mengenai jadwal hari ini. Ia pun kembali ke ruang kerja ibu-nya untuk bertanya.
“Ma, si kembar les apaan ya?” tanya Shane.
“Ashley ballet, Aly dance.”
“Satu tempat yang sama kan?”
“Iya.”
“Oke, berangkat dulu.”
“Hati – hati.”
Shane kembali ke basement, dia menekan tombol di remote mobil. Ia membuka pintu mobil dan masuk ke sana, tidak lama kemudian ponsel Shane berbunyi dan ia menerima panggilan itu sembari menghidupkan mesin mobil.
“Hm?”
“Dimana?”
“Mau jemput adek.”
“Kita ada di daerah Tamrin, mau ke sini kagak?” tanya Kaito.
“liat entar deh.”
“Oke.”
Tut
Mobil mulai melaju dengan perlahan dan keluar dari gedung apartemen itu. Shane mengemudikan mobil dengan segera sampai di tempat yang sudah ditentukan. Ia menunggu di depan gedung yang digunakan ke dua adiknya untuk les ballet dan dance.
Usia ke dua anak kembar itu memang masih kecil, dan jauh dari Shane. Tetapi mereka sudah mengikuti beberapa kegiatan yang diinginkan dengan dukungan dari Vivid an Theo.
Tidak lama setelah itu, terlihat dua anak kembar yang mengenakan pakaian berbeda keluar dari gedung itu. Shane turun dari mobil dan mendekati adiknya.
“Abang!” seru Aly.
Ya, kedua anak kembar itu memiliki panggilan berbeda untuk Shane. Jika Ashley memanggil dengan sebutan Kakak, Alyssa memilih memanggil Shane dengan sebutan Abang. Mereka berjalan bersama menuju ke mobil dan Shane mengajak ke dua adiknya bertemu dengan teman-teman di area Tamrin.
“Ini kemana, Bang?” tanya Alyssa.
“Mampir bentar ya, ada temen Abang ngajakin ketemu.”
“Owh, ya udah. Aly mau minum es ya?”
“Iya.”
“Ashley mau makan! Laper.”
“Oke.”
Sampai di sebuah café, Shane mengajak ke dua adiknya masuk ke dalam. Di sudut café terlihat Kaito melambaikan tangannya. Shane berjalan mendekati mereka.
“Buset … beneran ngajak adek,” ujar Kaito.
“Kan gue udah bilang jemput adek tadi.”
“Iya sih, duduk sini, Dek manis.”
“Manis pale lu!” sahut Ben.
“Ada apaan sih?” tanya Shane.
“Soal OSIS, lu beneran nggak mau gabung? Si Ben juga di ajakin tadi, cuman dia lewat tes gitu. Dan kudu ngajakin lu juga,” jelas Kaito.
“Ogah!”
Percakapan mereka berlangsung sedikit lama, hingga ke dua adik kembarnya selesai dengan makanan dan minuman di hadapannya. Ashley mengajak kembarannya untuk memesan lagi makanan di bagian pemesanan, dan mereka tidak mengatakan apapun pada Shane.
“Kak, mau pesan,” ucap Ashley.
“Pesan apa? Papa-nya mana?” tanya pegawai di sana.
“Tuh!” tunjuk Ashley ke arah Shane.
“Pesan apa?”
“Kentang dua, nugget dua, sosis satu. Minumnya mau setobelly shake, sama banana motis,” ujar Ashley yang masih belum bisa memesan dengan benar.
“Ucul banget sih, ya udah. Bentar ya!”
“Okish!”
Ashley dan Alyssa kembali ke tempat Shane berada, dan beberapa menit kemudian makanan dan minuman yang di pesan datang. Shane nampak melirik ke dua adiknya saat ada seorang waitress datang.
“Kalian pesan apa aja?” tanya Shane.
“Ini.”
“Habis?”
“Habis. Ucap Ashley membeo.
“Aly pesen juga?” tanya Shane.
“Udah sama Ashley.”
Akhirnya Shane kembali berbicara dengan teman-temannya hingga ponselnya berdering dan di sana tertera nama Vivi.
“Ya, Ma?”
“Kamu bawa kemana si kembar?” tanya Vivi.
“Lagi di café sama temen.”
“Kenapa nggak pulang dulu?”
“Kejauhan, Ma.”
“Mana Ashley?”
Shane memberikan ponselnya pada Ashley, dan Vivi berbicara dengan anaknya itu.
“Hewo, Mama.”
“Sayang lagi apa?” tanya Vivi.
“Makan snack.”
“Banyak?”
“Banyak banget.”
“Ya udah, bilang Kakak buat beliin Mama mie ayam ya?”
“Okish!”
Ashley memberikan ponsel Shane dengan sambungan telepon yang sudah selesai. Shane bertanya pada adiknya itu mengenai ucapan sang ibu.
“Mama bilang titip mie ayam.”
“Oke.”
Setelah dua jam di sana, Shane mengajak adiknya untuk kembali ke rumah. Sebelumnya, dia membeli mie ayam yang menjadi langganan sang ibu. Juga membeli baso jumbo untuk dirinya sendiri.
“Bang, aku mau!” sahut Alyssa.
“Oke.”
Pesanan mereka pun akhirnya selesai dan perjalanan menuju ke apartemen kembali berlanjut. Hingga sampai di basement, ke dua adiknya berlari masuk ke dalam lift yang sudah terbuka. Shane mengikuti langkah keduanya, dan mereka mulai naik ke lantai atas.
Sampai di lantai yang menjadi pintu utama apartemen itu, Shane bersama ke dua adiknya berjalan menuju ke unit mereka.
Ceklek
“Mama! Dedek pulang!” seru Ashley.
“Pesenan Mama mana?” tanya Vivi.
Shane memberikan pesanan sang ibu, dan membawa miliknya ke dapur untuk dinikmati di sana.
“Kamu nggak makan tadi di café?” tanya Vivi.
“Enggak.”
“Kenapa?”
“Shane lupa bawa dompet ternyata, Cuma ada tunai di tas.”
“Tumben, emang dompet kamu taruh di mana?”
“Tas sekolah.”
Setelah selesai menikmati makanan di meja makan. Shane kembali ke kamarnya dan mulai mengerjakan tugas sekolah. Dengan mengenakan headphone untuk menutup telinganya, Shane fokus pada buku di hadapannya saat ini.
Sembari menatap layar laptop di sampingnya, Shane juga mengerjakan beberapa desain untuk dijual di website online. Ya, remaja itu mengikuti beberapa website online yang bisa menghasilkan pundi-pundi dollar. Tanpa sepengetahuan ke dua orang tuanya, Shane juga memiliki bisnis kecil yang sedang ia rintis secara online.
***
Malam hari, di meja makan sudah berkumpul ke dua orang tuanya dan juga dua adik kembar Shane. Mereka menikmati makan malam bersama dengan suasana yang hangat tanpa adanya perdebatan. Tetapi, hal itu tidak berlangsung lama. Vivi menjelaskan pada Theo mengenai panggilan sekolah Shane, dan mereka saling mengajukan diri untuk datang. Sedangkan Shane hanya terdiam menatap ke dua orang tuanya.
“Ma, Pa. mending dateng semua aja,” ujar Shane.
“Ya udah, yang dateng biar Om Niel aja,” ujar Theo.
“Iya, Mama besok ada rapat juga,” ujar Vivi kemudian.
“Jangan Papa Niel, dong! Yang ada Pak Yaman makin erosi entar,” ujar Shane.
“Emosi, Cane!” sahut Vivi.
“Om Danny aja deh,” ujar Shane lagi.
“Ya udah.”
‘Ujung-ujungnya pengacara juga yang dateng,’ batin shane.