50. Kaki dan pintu

1006 Kata
Harpa tersenyum di depan kaca besar yang langsung menghadap ke luar gedung perusahaannya. Dia memegang sebuah cangkir teh dan meneguk pelan isinya. Asap putih mengepul dari permukaan minuman itu. Cangkir porselennya mengkilap terkena cahaya. Harpa tengah menunggu sebuah kabar besar yang sudah lama dia prediksi. Apakah semua berjalan sesuai dengan ekspektasinya? Pintu diketuk seseorang dari luar. Harpa langsung memberikan titah agar orang itu lekas masuk. Tak lama muncul Adras dari balik pintu. Pria itu membungkuk. "Ini mungkin akan menjadi kabar buruk bagi perusahaan dan baik untuk Anda," ungkap Adras sambil memberikan sebuah dokumen dengan map yang dilapisi kain lembut dia bagian luarnya. Harpa periksa isi dokumen. Senyumnya semakin mekar. "Aku tidak salah, kan? Ujungnya memang begini. Akan ke manakan mesin-mesin itu?" tanya Harpa dengan nada menyindir. Adras tak memberikan jawaban apa pun. Pria itu hanya berdiri diam di belakang Harpa. "Ayo kita pergi merayakannya!" ajak Harpa. "Meski begitu, ada masalah besar yang harus kita hadapi," tolak Adras membuat mimik wajah Harpa berubah. Dia menunjuk map yang kini ada di tangan Harpa. "Akan lebih baik Anda melihat berapa banyak kerugian perusahaan dan efek dominonya," ungkap Adras. Harpa berjalan menuju meja. Dia mulai membuka halaman lain. Tangannya bergetar saat itu juga. Kerugian yang jauh lebih besar dari prediksinya. Tangan Harpa memijat lembut pelipis. "Aku mau bertemu dengan Gera sekarang juga!" tegas Harpa. Dia lekas berdiri dan melangkah keluar dari ruangan kerja. Adras mengikuti dari belakang. Menuruni lift, Harpa turun ke lantai di mana kantor departemen di bawah naungan Gera berada. Gadis itu langsung menendang pintu kantor Gera. Jelas pria di dalamnya yang tengah menelepon kaget hingga mematikan telepon dan menyimpan gagangnya di meja. "Sudah direncanakan matang? Otak kamu ngegeser karena waktu lahir kepentok atau apa?" omel Harpa. Dia lempar map ke atas meja Gera. "Bagaimana caranya kamu menutupi masalah itu? Berapa kali aku bilang kalau ini akan menjadi masalah besar! Tim kamu itu memang sudah layak di PHK dari perusahaan ini! Tidak ada yang becus sama sekali!" Harpa sampai menunjuk-nunjuk Gera. "Soal itu, aku sedang berusaha memperbaikinya sekarang," jawab Gera. Terlihat dari raut wajah, dia tengah panik. Namun, Harpa langsung membuang muka dan tertawa. "Semua orang pasti pernah salah." "Omong kosong! Dibandingkan mengeluarkan banyak uang untuk memperbaiki itu semua, aku berikan waktu dua kali dua puluh empat jam! Tarik semua mesin itu! Bikin malu saja!" omel Harpa. "Tapi, bukannya kita sudah mengeluarkan banyak uang untuk itu?" Gera masih mencoba mempertahankan proyeknya. Dia tak menerima kegagalan dengan mudah. "Tarik! Atau aku tarik kamu dari jabatan ini!" ancam Harpa. Wanita itu langsung melangkah pergi meninggalkan Gera. Adras yang menunggu di luar terlihat khawatir dengan Harpa. "Apa Anda baik-baik saja, Nona?" tanya Adras. "Mana mungkin aku tidak baik? Kamu gak lihat beban yang akan aku emban karena pria itu? Padahal aku tidak ikut menyetujui proyeknya!" omel Harpa. "Bukan itu, tapi kaki Anda." Adras menunjuk salah satu kaki Harpa yang digunakan menendang pintu Gera. Pintu kantor yang dibuat dari kayu yang terkenal kuat serta ukurannya besar itu langsung jebol. Tak tahu sihir apa, yang jelas saat itu juga Harpa baru menyeringis kesakitan. "Aku kesurupan di mana, ya? Apa semalam aku lewat di bawah beringin gak permisi dulu?" tanya Harpa. Dia terpincang-pincang saat berjalan. Adras memotong langkah Harpa. Dia duduk membungkuk di depan wanita itu. "Biar saya gendong menuju ruangan Anda," tawar Adras. Harpa melirik ke sisi kanan dan kiri. Tak tahu kenapa para penjaganya mengangguk-angguk seakan mendukung Harpa untuk naik. Harpa ingin menolak, sayang baru mengangkat kaki sudah terasa sakit. "Ya sudah." Harpa naik ke punggung Adras. Perlahan sekretarisnya itu berdiri dan menggendong Harpa ke lift. "Kamu gak berat apa?" "Apa Anda yakin timbangan di rumah tidak rusak karena mengukur berat badan Anda?" ledek Adras. Harpa pukul bahu pria itu. Tiba di lantai tertinggi, Harpa baru turun ketika di depan kursi kerjanya. "Adras, aku akan nekat kali ini. Jangan marahi aku," pinta Harpa. "Apa yang akan Anda lakukan?" tanya Adras sambil berdiri di depan atasannya. Harpa mengambil ponsel. Dia cari kotak Dios dan menelepon pria itu. "Dios, lakukan apa yang sudah kita janjikan," pinta Harpa. "Baik, saya laksanakan itu sekarang," jawab Dios. Harpa mematikan telepon. "Saya tidak tahu apa yang Anda rencanakan. Hanya saja tolong berhati-hatilah. Keadaan perusahaan sudah cukup genting," saran Adras. Harpa memeriksa artikel di situs web. "Banyak berita bisnis yang membahas gagalnya rencana mesin pencetak foto Gera. "Di awal dia sudah membakar uang sehingga tak memiliki pilihan lain untuk menaikkan harganya. Peminat menurun drastis sebelum modal kembali. Ini yang aku bilang bodoh yang berkarakter," komentar Harpa. Kini gadis itu membuka media sosial milik Dios. Ternyata pujaan hati Harpa itu sudah mengunggah foto yang dimaksud dan dalam hitungan menit komentar serta like membanjiri. Banyak di antara mereka yang antusias dengan lightstick baru Diamod itu karena sangat cantik dan bagian bawah baterainya bisa dihias dengan manik-manik atau pasir. "Aku yakin akan ada telepon dari dewan komisaris sebentar lagi. Dios bilang, dia sudah kena tegur dan aku sudah katakan padanya untuk menyebut namaku." Harpa menatap Adras. Apa yang dikatakan gadis itu sudah sesuai. Ponsel Adras berdering. "Bagaimana bisa kamu masih membiarkan CEO melakukan hal di luar dugaan seperti itu?" omel komisaris tertinggi. Harpa berdiri dari kursinya. Dia ambil paksa ponsel Adras. "Apa yang ingin Anda katakan, langsung saja padaku. Ini keputusanku pribadi," tegas Harpa. "Datang ke ruang rapat sekarang. Kita harus melakukan rapat darurat. Bagaimana mungki Anda melakukan kesalahan di saat masalah Tuan Gera tengah mencuat?" Komisaris sampai memijit keningnya. Jadilah Harpa saat itu melangkah menuju ruang rapat dengan tergesa-gesa. "Nona, kaki Anda apa sudah baikan?" tanya Adras. "Gak apa, jin penungguku sedang ada dalam tubuh," jawab Harpa. Adras menaikkan sebelah alis. "Lalu di mana jin Anda saat saya susah payah menggendong Anda tadi?" tegur Adras. Harpa nyengir kuda. "Berhubung karena aku sedang sibuk, kita bahas itu nanti saja. Masalah perusahaan jauh lebih genting. Oke?" Harpa menunjukkan jari telunjuk dan tengahnya membentuk huruf V kemudian terus berjalan tanpa berani menatap Adras lagi. "Lagian dia yang duluan nawarin, kan? Aku cuman memanfaatkan peluang saja. Kapan lagi bisa malas-malasan," batin Harpa. Dia lebih takut memberikan Adras penjelasan dibandingkan disidang oleh barisan petinggi perusahaan lainnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN