Chapter 5. Kutak menangis

1016 Kata
"Kamu dari mana?" tanya Narvi melihat Harpa baru datang ke kampus, itu pun dia harus mengendap karena takut ketahuan bolos di jam pertama. "Aku datang ke fansigningnya Dios," jawab Harpa dengan wajah sumringah. Dia buka tas dan mengeluarkan sebuah album dengan cover yang sudah ditandatangani. "Gila! Kamu enggak takut Papa kamu tahu? Uang jajanmu bakalan dia potong lagi," omel Narvi. Harpa sama sekali tidak menggubris. "Dia mana tahu kesenangan anaknya. Lagian uang sudah aku tarik semua dan aku simpan di tempat yang aman. Kalau dia tidak mau memberikan aku uang, aku akan cari sendiri." Narvi hanya menggelengkan kepala. Dia bingung bagaimana melarang sahabatnya itu. Beberapa minggu lagi Harpa selalu terlihat murung, dia bahkan tak ingin bicara sama sekali. Kalaupun menelepon pasti sambil menangis. Kalau memang Dios menjadi obat bagi Harpa untuk melupakan Adrasha, Narvi tak bisa menolak. "Aku tadi bertemu dengan Adrasha," ungkap Narvi. Harpa malah tertawa. "Bodo amat! Siapa dia, aku enggak peduli," timpal Harpa. Dia ambil buku album dan memeluk benda itu dengan erat. "Dios, aku sayang kamu. Kakak akan jaga kamu dengan baik, ya? Terima kasih sudah menjadi teman healingku. Meski orang pikir aku gila, lebih baik gila, tetapi bahagia." Narvi mengambil buku catatan dan memberikannya pada Harpa. "Kamu pelajari ini. Lusa ada kuis di kelasnya Bu Dian. Jangan sampai gagal lagi. Kamu mau jadi mahasiswa abadi?" Harpa melihat catatan itu. "Banyak banget! Dosen yang satu itu kalau ngasih teori memang enggak dikira-kira. Memang waktu orang berbisnis bakalan ditanya ginian? Tentu saja semua hanya sebatas gimana caranya duit jadi makin banyak," keluh Harpa. "Buat bikin duit supaya makin banyak, teorinya dari sini. Kalau ini saja kamu enggak bisa, gimana caranya kamu bisa bikin duit makin banyak?" omel Narvi. Harpa mendengkus. Terdengar ramai di depan pintu. Mereka sempat berpaling ke sana. Okna dan gengnya datang. Perempuan itu sempat bersinggungan mata dengan Harpa. Jelas mereka akan tarung tatapan tajam di sana. Okna duduk saja di kursinya. Dia kembali mengobrol dengan teman lainnya. Sedang Harpa masih memeluk album Dios dengan erat. Sesekali Okna menatap dengan tatapan jijik ke arah Harpa. "Aku dengar kamu putus, ya?" tanya Okna. Dibandingkan kepo, suaranya malah terdengar seperti meledek. Harpa melirik tajam ke arah perempuan itu. "Terus masalah buat kamu?" timpal Harpa dengan nada sedikit membentak. "Aku turut prihatin." Okna tersenyum tak layaknya orang yang tengah prihatin. "Tak perlu, lagi pula aku baik-baik saja. Di dunia ini lelaki bukan cuman satu," lawan Harpa. Narvi mencolek lengan gadis itu. "Hei, jangan dilawan terus! Fokus sama urusan kamu saja," saran Narvi. Harpa memeletkan lidah ke arah Okna kemudian berpaling pada ponselnya. Tak lama dosen mata kuliah kedua datang, semua mahasiswa mulai fokus pada materi. Namun, Harpa lain. Dia menguap mendengarkan dosennya memberi penjelasan. Bukannya fokus, Harpa malah mengeluarkan ponsel dan memakai earphone untuk menonton MV Boygrup kesukaannya. Sesekali gadis itu tersenyum melihat ketampanan setiap member grup. Tiba-tiba ponselnya diambil. Harpa kaget dan mengangkat wajahnya. Dosen sudah berdiri berkacak pinggang di depannya. "Kamu bisa hargai saya?" tanya Dosen itu. "Bisa, Bu," jawab Harpa dengan nada lemah. Narvi hanya menggelengkan kepala. "Kamu sudah cukup dewasa untuk tahu cara menghargai orang lain. Jika ada orang lain bicara, tolong di dengarkan. Karena tujuan saya di sini untuk memberikan materi. Kalau kamu tidak suka dengan itu, silakan tunggu di luar dibandingkan mengganggu orang lain yang sedang mendengarkan saya." Harpa menggigit bibirnya. "Tapi saya tidak mengganggu, Bu," jawab Harpa. "Apa kamu tidak sadar tadi tertawa dengan cukup keras? Menurut kamu itu tidak mengganggu dan tidak menyinggung?" Melihat Harpa dimarahi, Okna terlihat senang. Dia bahkan memberikan ekspresi meledek ke arah Harpa. "Saya minta maaf, Bu," ucap Harpa. "Saya maafkan. Tolong jangan ulangi lagi. Kalau tidak, saya tidak akan memaklumi ini dan melaporkan ke bidang kedisplinan," tegas dosen. Selesai kelas Harpa dan Narvi pergi ke kantin. Mereka harus makan menu yang disediakan kampus untuk makan siang. Setiap mahasiswa memiliki satu porsi. "Kamu sudah gila memang! Gimana bisa kamu enggak fokus di kelas tadi? Lihat wajah Okna? Dia bahagia banget kamu dimarahi oleh dosen," omel Narvi. "Halah! Biasa saja. Kuliah enggak pernah dimarahi dosen itu, enggak keren," jawab Harpa dengan mudahnya. Narvi menggelengkan kepala. "Kamu memang sudah gila!" Narvi silangkan telunjuk di kening. Sedang Harpa malah tertawa. Dia menyendok makanan dan menyuapkannya ke mulut. Narvi mengambil ponsel dan mengecek media sosialnya. Di beranda muncul foto dari akun milik Okna. "Kayaknya aku kenal," ucap Narvi melihat pria yang Okna peluk. Pria itu terlihat dari belakang. Okna membuat caption yang membuat Narvi semakin heran. "Tak penting siapa dulu yang peluk kamu. Intinya sekarang kamu di pelukanku." "Ngomong apa, sih?" tanya Harpa mendengar Narvi mendumel sendiri. "Ini! Kamu kenal laki-lakinya." Narvi menunjukkan foto yang Okna upload ke media sosial. "Kamu ngapain follow makhluk kayak gini, sih?" omel Harpa. Dia tatap punggung pria yang Okna posting. Tak lama Harpa menaikkan alisnya. Dia tersenyum sinis. "Dasar pengecut! Kalau selingkuh ngaku saja, pakai diam-diam segala! Jadi sekarang seleranya biang gosip sekolah," komentar Harpa. Narvi menaikkan sebelah alis. "Kamu kenal?" "Orang bodoh juga tahu itu Adrasha. Sumpah ingin ketawa. Pacaran sama bekas aku kok bangga!" ledek Harpa. "Beneran? Kamu tahu dari mana?" tanya Narvi kaget. "Aku pacaran sama cowok itu lama, mana mungkin enggak bisa ngenalin punggungnya. Kita lihat saja nanti, aku yakin mereka bakalan go publik," timpal Harpa. Narvi menurunkan pandangannya. "Terus kamu gimana?" tanya Narvi merasa kasihan dengan Harpa. "Aku punya Dios!" jawab perempuan itu dengan entengnya. Meski begitu Narvi tak langsung percaya. "Dengar! Buat apa kamu kehilangan satu lelaki kalau kamu bisa dapatkan lima!" "Aku enggak yakin. Ngefans dan urusan cinta itu lain, Har." Ucapan Narvi membuat Harpa terdiam sejenak. Tak lama Harpa tersenyum. "Kamu lebih baik ungkap perasaan kamu dibandingkan menyimpan semuanya sendiri," saran Narvi. "Aku bukan anak kecil. Cari saja pacar baru, gampang. Apalagi aku ini kaya, putri konglomerat di kota ini. Aku tinggal tunjuk, laki-laki mana pasti mau sama aku. Yang itu ganteng banget, tuh!" Narvi tersenyum. "Harpa, meski pacar kamu pergi selamanya. Ingat kalau aku ada sebagai sahabat. Jangan pikir enggak ada yang peduli sama kamu. Aku ada di sini, kok." Harpa mengangguk. "Kalau gitu besok temenin ngantri beli albumnya Dios, ya?" pinta Harpa. "Ogah! Sudah kita enggak usah temenan!" tolak Narvi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN