Part 19

1531 Kata
Sejak kejadian di mall kemarin, Fanya masih tidak percaya dengan Devan yang sangat romantis memperlakukan Fanya seperti seorang putri yang dimanjakan oleh seorang pangeran. Fanya tahu, Devan sudah pernah mengatakan bahwa dia suka pada Fanya, bahkan sering. Tapi Fanya masih tidak yakin dengan perasaan Devan kepadanya. Ia takut Devan hanya memainkan perasaanya saja saat Fanya sudah membuka hatinya untuk Devan. Fanya terlalu takut untuk mengenal lebih tinggi tentang cinta kemudian jatuh lebih dalam lagi karena cinta.  "Oii, bengong aja lo ka." Farel menepuk pundak Fanya. Fanya hanya menoleh sekilas. "Muka lo kenapa kusut kaya gitu? Udah jelek tambah jelek." Fanya menatap adiknya dengan jengkel. "Lo juga jelek, jadi gausah ngatain gue jelek." "Yahh, sensian amat si mba lagi pms ya?" "Au ah gelap. Gue lagi gamau diganggu." "Emang yang ngeganggu lo siapa?." Farel duduk lebih dekat lagi disofa yang saat ini Fanya duduki. "Biar gue tebak, lo lagi mikirin cowok lo kan? Siapa itu namanya ya? Evan- Revan- Nevan..." "Devan, bolot." Koreksi Fanya, ia langsung menutup mulutnya karena keceplosan. "Nah itu, iya si Devan. Ketauan kan lo lagi mikirin cowok." Goda Farel seraya menusuk-nusuk pipi Kakaknya. Fanya menepis jari-jari Farel yang sedang menusuki pipinya yang memblusshing . "Sotoy amat jadi orang. Kebanyakan makan micin si." "Kalo gue sotoy, kenapa pipi lo merah? HAHAHA." Farel tertawa terbahak-bahak. Fanya menyumpal mulut Farel dengan  kertas yang sudah ia gulung, agar Farel berhenti menertawakannya." "Aaahwhwh. Ohok ohok." Farel mengeluarkan kertas dimulutnya. Fanya tertawa penuh kemenangan karena berhasil membuat Farel berhenti menertawainya "Sukurin." "k*****t!" Umpat Farel. ******* "Rel buruan, gue udah telat nih. "  Fanya melihat jam tangannya dengan wajah cemas, karena sudah jam 06.40. "Minta anter Pak Burhan lah." Teriak Farel "Ogah." Sahut Fanya. "Cepetan naik." "Makasih ya Rel. Ati-ati lo jangan ngebut-ngebut kaya tadi." Fanya merapihkan poninya dikaca motor adiknya. "Udah gausah ngaca mulu elahh. Udah jelek juga, ntar kaca gue pecah." Fanya mengerucutkan bibirnya kesal dengan ucapan Farel. "Dihh, tambah jelek kan lo kalo cemberut kaya gitu." "Udah sana masuk, nanti dimarahin guru lagi." titah Farel seraya mengacak pelan rambut Fanya. Fanya mengangguk dan beranjak untuk menuju kelasnya. Baru saja Fanya sampai di gerbang, tangannya sudah dicekal oleh seseorang. "Devan?" Ucapnya kaget. "Pagi Fan." Devan melepaskan cekalannya berganti dengan menggenggam tangan Fanya. Lembut. "Ehh, gausah pegang-pegang ya lo." "Sutt, jangan ngoceh dulu masih pagi." Devan kembali melanjutkan jalannya menuju kelas diikuti Fanya. Sepanjang koridor sekolah, banyak  siswa yang meneriaki nama Devan dan ada juga yang mengabadikan momen Devan berpegangan dengan Fanya untuk mempostingnya ke i********: menggunakan akun palsu. Anggap saja mereka paparazi yang tidak dibayar dan tidak ada kerjaan. "Dev, gue malu." Cicit Fanya, ia menundukkan kepalanya. "Gausah malu, lo kan pake baju." Jawabnya santai. Fanya mencubit lengan Devan. Kesal. "Ehh, ko malah nyubit?" "Au ah." "Pegangannya nanti lagi ya, ini udah nyampe kelas loh." "Ehh," Fanya melepas genggamannya. "Pegangan gue emang bisa bikin nyaman. Ya kan?" Goda Devan. "Apaan si Dev, gua mau masuk minggir." Devan menghalangi Jalan masuk Fanya kedalam kelasnya. "Per-permisi ka, saya mau masuk." Ucap perempuan berkacamata itu dengan hati-hati.  Devan mempersilahkannya masuk. "Lah, cewek tadi boleh masuk kenapa gue engga?" Protesnya. "Lo boleh masuk, tapi bilang dulu gue  ganteng." "HAH? ogah." "Yaudah kalo gamau." Devan masih saja menghalangi jalan Fanya. "Tapi janji bakal kasih gue jalan." "Iya janji." "Devan ganteng." "Apa Fan gue ga denger?" "Devan ganteng." "Yang keras dong. Pelan banget si." "Au ah budeg banget." "Apa Fan, lo ngomong apa si gue ga denger sumpah?." Fanya menarik napasnya dalam-dalam dan " DEVAN LO GANTENG BANGET SESEANTERO HARPBANG."  Fanya memekik dengan keras menimbulkan murid yang sedang berlalu-lalang melihat kearahnya lagi. Devan tersenyum puas, melihat perubahan wajah Fanya yang sangat merah merona. Malu. "Nah gitu dong." "Mulai sekarang lo harus membiasakan untuk nurut sama gue oke." Fanya tak merespon ucapan Devan, ia sangat malu dengan dirinya sendiri. "Yaudah masuk gih, semangat belajar nya sayang. Inget, jangan genit sama cowok lain." Titah Devan, ia mengusap puncak kepala Fanya dengan gemas. Fanya hanya berdehem, lalu bergegas masuk kelas dengan wajah menunduk. "Woiiiii Fanya, yaampun gue tadi liat adegan lo sama ka Devan. Anjirr gue envy banget sumpah, pas ka Devan megang tangan lo, terus natap mata lo dengan tatapan mautnya aaahhhh gue envy gila!!! Lo lucky amat, pagi-pagi udah dapet perlakuan yang soooos..." Dengan cepat Fanya membekap mulut Nada. "Nad, plis berhenti ngoceh. Ini masih pagi, kuping gue bisa budeg kalo Lo teriak-teriakan kek gini." Ucap Fanya, lalu melepaskan bekapannya. "Lagian gue envy banget sumpah. Oiya, Lo udah buka Ig belum?." Fanya menggeleng cepat. "Cek ig deh, gue kan ngefollow semua akun Ig yang bersangkutan sama sekolah kita. Harpbang, harapan bangsa tercinta." "Terus?." "Nah, itu Ig rame banget sama foto lo yang lagi bareng sama ka Devan. Awalnya gue kaget, cewek nerd kaya lo ko bisa dijadiin bahan buat dimasukin ke akun Ig resmi harpbang. Dan menjadi topik utama lagi. Harusnya kan gue yang mereka masukin ke Ig, ini malah lo?." Ocehnya lagi. "Udah ngomong nya?" Tanya Fanya dengan wajah datar. Dia tidak terkejut dengan apa yang sahabatnya katakan karena memang Fanya tidak perduli sama sekali akan hal itu. "Lo ga kaget? Kalo kaya gitu, lo bakalan famous dong terus pasti ig lo bakalan banjir followers." Tanya Nada heran. Fanya menggeleng lagi. Mulut nada membentuk huruf O saking tak percayanya dengan apa yang diucapkan oleh Fanya barusan. Nada heran, sangat heran. "Tutup mulut lo, lalat masuk tau rasa lo. Satu lagi, kalo ngomong bahasa Inggris tuh yang benar." *** "Fan." "Hmm" Fanya berdehem, dia kini sedang fokus menatap layar laptopnya untuk mendownload drakor terbaru. "Fan." "Apa si Nad?" Fanya kesal. "Itu--itu ada.." ucap Nada terbata-bata. "Apasi?" "Gue ke kantin dulu ya, laper banget." Nada beranjak dari tempat duduknya untuk keluar kelas. "Sibuk banget, lagi ngapain si?" Seseorang itu duduk di sebelah bangku Fanya. "Devan? Astaga lo lagi Lo lagi." "Lo ga ke kantin?" Tanya Devan santai, kemudian tangannya mengambil alih laptop yang sedang Fanya gunakan. "Devan, siniin laptop gua." Devan menatap Fanya, "Lo ngapain si download film kaya ginian gajelas banget?" "Gajelas apanya dasar usus tapir. Gue download drakor nih banyak faedahnya tau." "Faedah nya apa coba? Lo bisa liat adegan kissing nya gitu? Apa adegan romantis lainnya? Mending sama gue aja praktekinnya, gue ahli kalo urusan kaya gitu. Apalagi sama lo meragainnya."  Fanya mencubit perut Devan dengan tidak ada ampunan. Dia kesal, Devan selalu membuat moodnya buruk. "Ehh udahan dong nyubitnya." Pinta Devan. "Lagian bikin kesel aja." "Ehm, Fanya" panggil seseorang. Fanya menoleh kesumber suara dan menghentikan cubitannya. "Apa?" Jawab Fanya ketus. "Lo sama gue dipanggil pak Ahmad ke ruang guru." Ujar Drean. Yaa suara itu adalah suara Drean. "Ngapain?" "Gue gatau. Kita temuin aja dulu pak Ahmad nya." "Oh yaudah ayo." Fanya bersiap untuk berdiri, namun Devan mencegahnya. "Mau ngapain si? Kenapa harus sama dia." Devan melihat kearah Drean dengan tatapan tak suka. "Gue gatau. Mending lo minggir!" Sentak Fanya. "Lo ga denger? Fanya bilang minggir." Sinis Drean. "Gue ikut." Devan juga berdiri untuk mengikuti Fanya. "Lo gaboleh ikut, yang dipanggil cuma gue sama Drean doang." "Gue ikut, nanti yang ada dia ngapa-ngapain lo lagi." Kekeuh Devan. "Gue bukan lo yang suka nyium cewek sembarangan." Sinis Drean. Fanya kaget dengan ucapan Drean. Jadi Drean sudah tahu kalo Devan pernah menciumnya? Bugh Satu tonjokan Devan layangkan kewajah Drean. Drean tersenyum miring, menatap Devan dengan sinis. "DEVAN!!" teriak Fanya histeris. Ia menghampiri Drean, kemudian memegang wajah Drean yang ditonjok oleh Devan. "Lo gapapa kan?" Tanya nya khawatir. Drean menggeleng pelan, sambil memegangi tangan Fanya. "Devan, lo keterlaluan tau gak!" Pekik Fanya yang kini sedang menatap Devan tajam. "Banci! Satu tonjokan aja lo ngeringis." Sindir Devan. "Tahan Drean, lo harus bisa tahan emosi depan Fanya. Dengan begitu, pasti Fanya akan luluh dan lebih memilih lo ketimbang Devan." Batin Drean. Bugh Satu tonjokan lagi ia layangkan ke wajah tampan Drean. Tangannya sudah sangat gatal ingin menonjok Drean karena cemburu melihat Fanya mengkhawatirkan Drean. Bercak darah segar pun keluar dari sudut bibir Drean. "CUKUP DEVAN CUKUP! LO UDAH KETERLALUAN! GUA BENCI SAMA LO!" Fanya langsung membawa Drean menjauh dari Devan. Drean tersenyum penuh kemenangan kearah Devan, saat Fanya lebih memilihnya. "Sialan!" Devan  geram lalu memukul meja disampingnya, ia tak akan membiarkan apapun terjadi pada wanitanya itu. Taakan! "Drean, lo gapapa?" Tanya Fanya, yang kini sedang membersihkan luka disudut bibir Drean menggunakan kapas. "Selama ada lo, gue baik-baik aja." Drean tersenyum menampilkan deretan gigi putihnya. "Dih gajelas banget lo." "Aww." Drean meringis ketika Fanya menekan kapas itu. "Ehh sorry, gue ga sengaja." "Hehe, iya gapapa ko." Dari balik jendela luar, Devan melihat Fanya yang memberikan senyumannya kepada pria lain merasa sangat cemburu. Ia tak rela wanitanya bersama pria lain. Ia tak rela miliknya diambil oleh orang lain. Fanya miliknya! "f**k! Jadi gini cara lo buat ngerebut Fanya dari gue?." Tangannya sudah mengepal, ia tak bisa terus menerus melihat Fanya bersama Drean. "Dasar banci! Gue gaakan semudah itu ngebiarin lo misahin gue sama Fanya." Napas Devan naik turun tak beraturan, ia sangat emosi bahkan ia berada dipuncak emosinya kini. Saat Fanya dan Drean keluar dari ruang UKS, mereka terkejut dengan kehadiran Devan yang sudah ada di pintu UKS. "Devan, lo ngapain lagi si?" Fanya kesal. "Gue gaakan biarin lo berduaan sama b*****t satu ini!" Ucap Devan dengan penuh penekanan. "Dan satu lagi, gue juga gaakan pernah lengah buat jagain lo dari b*****t kaya dia yang cuma mau ngerusak lo!" Devan emosi. "Maksud lo apa si Dev? Plis jangan buat ulah lagi. Gue mohon." "Fan, udah. Terserah dia mau ngomong apa tentang gue, gue gaperduli!" Drean melerai keduanya, dengan suara yang memelas agar Fanya semakin memilih nya. Fanya menatap Drean dengan tatapan bersalah. Karena jika bukan karena dirinya, Drean tidak akan seperti ini. "Kita pergi Dre." Ajak Fanya. Mereka berdua meninggalkan Devan yang berdiri mematung. Drean menoleh kebelakang, lalu menaikkan sebuah senyuman jahatnya kepada Devan. "b*****t!" Umpat Devan. Tling Sebuah pesan masuk dari handphone milik Devan. Ia pun lalu membukanya. 628212******* Selangkah lagi gue bisa rebut Fanya dari lo. Devan membaca pesan itu dengan emosi yang semakin memuncak. Meskipun yang mengirimkan pesan itu nomor tidak dikenal. Tapi Devan tahu siapa yang mengirimkan pesannya itu. "Gue pastiin Lo gaakan bisa!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN