Part 16

1980 Kata
"Yaudah, lo masuk gih udah malam." Titah Devan seraya mengusap puncak kepala Fanya. "Daritadi juga mau masuk. Lo nya aja ngoceh terus." Fanya membuang muka, berusaha menyembunyikan rona merah di wajahnya. "Gue pamit ya, jangan lupa sampein salam termanis dari mantu kesayangan buat calon mertua yang punya anak cantik melebihi bidadari surga." Goda Devan kembali mengusap puncak kepala Fanya. "Bacot! Udah sana pulang!" Fanya menepis tangan Devan, ia pun sesegera mungkin membalikan badannya dan berlalu meninggalkan Devan. "Good night Fanya, jangan lupa baca doa sebelum tidur biar bisa mimpiin gue." Pekik Devan lagi, setelah itu ia pun melajukan motornya. Fanya yang mendengar ucapan Devan, langsung lari terbirit-b***t dengan perasaan yang bisa dibilang bahagia 'Sangat Bahagia'. "Jantung gue, jantung gue kenapa kaya gini lagi?" Ucapnya dengan nada pelan seraya memegang d**a nya setelah sampai di dalam kamar. "Devan lo kenapa si selalu buat jantung gue kaya gini? Kalo jantung gue kenapa-napa gimana? Biaya periksa jantung ke dokter kan mahal, emang si Devan mau nanggung biayanya?"  Pertanyaan demi pertanyaan konyol pun mulai ia suarakan, maklum Fanya bersikap seperti ini karena dia belum pernah merasakan yang namanya jatuh cinta kepada seorang lelaki, bisa di bilang dia itu polos sekali mengenai hal jatuh cinta.  *** "Ka Fanya bangun lo! Sekolah!" "Hmmm" "Bangun oon, udah jam 6 lewat 15 menit." Fanya terperanjat kaget, ia refleks bangkit dari tidurnya. "Hah? Waduh kenapa Lo ga bangunin gue si Rel Kerata Api!!!" Teriak Fanya sejadi-jadinya. "15 menit belum siap, gue tinggal!" Ucapan terakhir itu lebih terdengar seperti ancaman bagi Fanya, Farel pun meninggalkan kamar kakaknya. Membiarkan Fanya membereskan dirinya dulu sebelum akan berangkat dengannya. Dengan kekuatan 'The Power of  Hurried'  Fanya pun berusaha menggunakan waktu 15 menit dari adiknya itu untuk mandi, menyiapkan buku, dan nyisiran bukan makeup an tentunya, karena ketika Fanya berangkat sekolah, dia tidak seperti cewek lainnya yang selalu merias wajah mereka  memakai make-up. Toh paras wajahnya juga sudah sangat cantik natural dari lahir jadi buat apa juga dia berdandan.  Setelah dirasa selesai bersiap-siap, Fanya langsung menuruni anak tangga untuk bertemu adiknya. "Udah selesai? Ayo berangkat, gue udah telat." Ujar Farel yang langsung berlalu meninggalkan Fanya. "Baru juga gue nyampe, gue belum sarapan woyyy! Adek laknat! Pulang sekolah kuping lo gue bersihin pake linggis dasar b***k!!" Pekiknya berharap Farel mendengar perkataan nya. "10 detik belum nyampe garasi, gue tinggal!!" Sahut Farel, ia terkekeh geli karena berhasil mengerjai kakaknya, karena bagi Farel tidak ada kebahagiaan yang lebih hqq selain mengerjai kakaknya. Dan anehnya Fanya  mengikuti saja perintah dari Farel. Ia mengambil langkah seribu untuk sampai di garasi dalam waktu 10 detik. "Udah ayo berangkat." Titah Fanya sambil mengatur napasnya yang memburu. "Ihhh, kakak gue lucu kalo kaya gini yaa, jadi tambah gemes." Goda Farel pada Fanya yang masih sibuk mengatur napasnya. "Belum sarapan kan lo? Gue beliin bubur langganan kita deh." Tawar Farel. Mata elang Fanya seketika langsung  menatap horor kearah Farel. " Kalo lo mau nraktir gue bukannya dari tadi oon, sekarang udah jam 6 lebih 40, belum lagi kita pasti macet-macetan dijalan. Pusing gue, kenapa otak lo ga pinter-pinter si? harus banyak-banyak istighfar gue ngehadepin adek kaya lo."  Omel Fanya diiringi dengan gelengan kepala. Yang diceramahi hanya tertawa kecil, merasa tidak berdosa karena sudah mengerjai kakaknya itu. " maafin gue ya ka, yaudah sekarang naik motor gue daripada lo ngomelin gue terus gaada faedah nya sumpah." Balasnya enteng. Fanya pun kemudian menaiki motor Farel. "Rel, ngebut dong 10 menit lagi gerbang ditutup." Teriak Fanya sambil memukul helm Farel. "Sabar, orang yang sabar disayang pacar." Pekik Farel. Fanya mendengus kesal, Farel bisa saja berucap sabar kepadanya karena sekolah Farel masuk jam 7.40 sedangkan Fanya? Jam 7 passs. Terlebih pelajaran pertama yang akan dihadapinya itu adalah olahraga, dan yang lebih menyeramkan lagi guru olahraga kelas 10 disekolahan Fanya itu terkenal dengan tingkat kegarangan yang lebih tinggi bahkan melebihi pak Hulk, ketika sudah mengetahui muridnya telat mengikuti pelajarannya itu, bisa-bisa Fanya dihukum keliling lapangan penuh 20 putaran jika Fanya telat dari 20 menit. "Rel, gue masuk ya. Lo hati-hati." Ucap Fanya setelah turun dari motor Farel. Dengan langkah buru-buru Fanya pun masuk ke pintu gerbang sekolah,namun  ia tak langsung ke kelasnya melainkan ke kamar mandi untuk mengganti seragamnya dengan pakaian olahraga.  "Anjirr gue telat 15 menit." Ucapnya seraya menepuk jidatnya ketika melihat jam tangannya menunjukkan pukul 7.15. Ketika sampai lapangan, dugaan Fanya memang benar bahwa guru olahraga itu tidak akan pernah absen dan selalu tepat waktu dalam mengajar. Terlihat dari kejauhan saja wajah guru olahraga yang diketahui bernama pak Dodo itu sangat menyeramkan. Apalagi dari dekat? Abis gue! "Pak maaf saya telat." Ucap Fanya kepada Pak Dodo yang sedang mengabsen satu persatu muridnya. Pak Dodo tak langsung menjawab permintaan maaf dari Fanya, melainkan langsung melihat jam di tangannya. "Lari lapangan 20 putaran penuh." Jawabnya sinis tanpa menoleh kearah Fanya. "Hah? 20 putaran? Saya kan cuma telat 15 menit." Bela Fanya. "Di jam bapak sudah menunjukkan pukul 7.20. Apakah ingin bapak tambah?" "Sabar Fanya sabar, lo doain aja semoga  mahkluk kaya Pak Dodo ini cepet-cepet punah. Amin." Batin Fanya. "Mmm... tidak pak. 20 putaran sudah CUKUP." Fanya mulai berlari mengelilingi lapangan, putaran pertama tak ada masalah baginya, kedua ketiga keempat Fanya masih kuat untuk berlari mengelilingi lapangan. Kelima sampai putaran ke sepuluh dirinya masih bisa mengelilingi lapangan walaupun sesekali ia berjalan untuk mengatur napasnya yang kini sudah kehabisan pasokan oksigen. Hingga putaran yang ke sebelas, Fanya sudah tidak bisa lagi meneruskannya jangankan berlari, berjalan saja sudah tidak kuat. Matanya terasa gelap dan sayu, wajahnya sangat pucat dan bibirnya kering karena dehidrasi, bukan hanya itu tadi pagi juga Fanya tak sempat untuk sarapan. Akhirnya badannya ambruk, Fanya pingsan. Semua murid pun terperanjat kaget, mereka langsung mengerubungi Fanya yang sudah tergeletak tak berdaya. Dengan keringat yang sudah membanjiri wajah dan tubuhnya. "Fanya." "Fanya." "Drean, tolong antarkan Fanya ke UKS." Titah Pak Dodo kepada Drean salah satu murid 10 IPA 1. "Pak saya ikut mengantar Fanya ya." Izin Nada memelas. "Tidak boleh! Yang bapak suruh itu Drean bukan kamu! Kembali duduk!" Tolak pak Dodo mentah-mentah. Nada mendengus kesal mendengar jawaban pak Dodo yang membuatnya muak. "Untung guru gue, kalo bukan udah gue cincang abis tuh mulut! " Rutuk Nada. Saat Drean sudah membopong tubuh Fanya, tiba-tiba seseorang menghentikan langkahnya dengan memegang bahu Drean dari belakang. Otomatis Drean langsung menoleh kearah belakang untuk mengetahui orang yang menghentikan jalannya. Bugh Satu tinjuan berhasil Devan layangkan ke wajah Drean, beruntung Drean masih bisa tetap menyeimbangi posisi tubuhnya, jika tidak tubuh Fanya pasti akan jatuh. "b*****t! Mau Lo apa hah?" Teriak Drean tepat di hadapan wajah Devan. "Gue mau cewek gue! Gausah sok sok an nolong Fanya, dia itu milik gue!" Desis Devan. "Bacot lo gedein! Minggir!" Drean kembali membawa Fanya ke UKS dengan membopongnya. Tapi lagi-lagi langkah nya terhenti oleh Devan, dia kembali menonjok wajah Drean agar dia bisa membawa Fanya sendiri. Karena jujur saja, saat Fanya dengan cowok lain hatinya sangat sakit sekali, Devan tidak rela jika miliknya disentuh oleh lelaki lain selain dirinya. Saat tak ada perlawan dari Drean, Devan pun mengambil alih secara paksa tubuh mungil yang dibopong oleh Drean menjadi dibopong olehnya. "Kalo gue liat lo nyentuh Fanya lagi, gue ga segan-segan buat bunuh Lo!" Ancam Devan. Dia pun berlalu meninggalkan Drean yang meringisi wajahnya. Devan sialan! b*****t! Lo tunggu aja, Fanya bakalan gue rebut dari kehidupan Lo!" Batin Drean. *** Setelah sampai di pintu UKS, Devan pun langsung membuka knop pintu secara kasar dan membaringkan tubuh mungil Fanya ke tempat tidur yang sudah ada di UKS sekolah. "Fanya, lo cepet bangun dong." Ucapnya pelan, sambil memegangi tangan Fanya yang terkulai lemah. "Fanya, kenapa lo bisa kaya gini si?" Devan masih tetap melihat intens setiap bagian wajah Fanya. Devan masih terus mengoceh sambil memegangi tangan Fanya erat. Meskipun bel istirahat sudah berbunyi, ia lebih memilih untuk terus menemani kekasihnya. Sampai Fanya belum sadar, Devan sudah berjanji untuk tidak pergi meninggalkan Fanya, ataupun menitipkan Fanya kepada orang lain. Karena Fanya punya Devan, bukan orang lain! "Dev..." lirih seseorang yang baru saja membuka matanya secara perlahan. "Fanya, lo udah sadar?" Fanya bangun perlahan dari tempat tidur UKS. Tapi Devan tak tinggal diam, dia langsung membantu Fanya untuk bangun dengan cara memegang kedua bahu Fanya. "Lo baru sadar, gausah banyak gerak dulu. Istirahat aja ya, gue tungguin ko." Perintah Devan. "Gue udah sembuh, gausah so perhatian sama gue." Ujar Fanya sinis, meskipun terdengar pelan. "Keadaan lo belum membaik Fanya, mending sekarang lo makan dulu, biar gue yang suapin." Tawar Devan, sekarang ia sudah membawa satu mangkuk berisi bubur ayam tanpa sambal. Fanya menggelengkan kepalanya "Gue gamau makan." Tolaknya. "Lo harus makan, kalo lo gamau makan..." Devan sengaja menggantungkan kalimatnya agar Fanya dapat mengerti maksud ucapannya itu. "Cepet suapin gue." Jawab Fanya dengan cepat. Dia sudah tahu maksud dari ucapan Devan tadi sudah pasti menjurus kedalam hal-hal gila yang akan merugikan diri Fanya sendiri. "Nah gitu dong." Devan mengambil satu sendok bubur untuk ia suapkan "aaaa..." Instruksi Devan layaknya sedang menyuapi anak kecil. Fanya membuka mulutnya tanda setuju untuk disuapi oleh Devan. "Pintar." "Nihh lagi"  suapan kedua Fanya masih melakukan hal yang sama seperti tadi. "Ayo nih makan lagi. Biar cepet sembuh." "Gue mual Dev." Tolaknya lagi. "Tapi ini baru suapan kelima, lo masih harus habisin makanannya biar lo cepat sembuh." "Yaudah lo aja yang habisin." Sinis Fanya. Devan menghela nafas kasar, harus seperti apalagi menghadapi Fanya. Dimanisin salah, dikasarin? Gak mungkin lah! Mana berani gue kasarin Fanya yang notabene nya adalah calon istri gue. Hahaha. Pikir Devan. "Kalo gue habisin makanan lo, secara gak langsung kita ciuman dong? Ohh gue tau ini cuma akal-akalan lo doang kan biar kita bisa ciuman walaupun secara tidak langsung?" Goda Devan lagi, mungkin dengan cara seperti ini Fanya mau menuruti perintah Devan. "Yaa lo tinggal ganti sendok lah, apa susahnya." Elak Fanya, yang kini pipinya sudah sangat memanas mendengar ucapan Devan. "Gaada sendok lain, cuma ada yang bekas mulut lo aja." Fanya merebut paksa mangkuk yang dibawa Devan, tangan kirinya ia gunakan untuk memegang mangkuk bubur, dan tangan kanannya ia gunakan untuk memegang sendok yang ia gunakan untuk menghabiskan bubur itu. "Gue bisa makan sendiri! Gaperlu disuapin!" Ketusnya. Sesuai prediksi, ketika Fanya tidak mau menuruti perintah Devan, tinggal goda saja dia. Dari hal kecil seperti ini, Devan jadi banyak lebih tahu mengenai Fanya. Devan senang, mungkin sekarang Fanya sudah membuka hatinya untuk Devan walaupun secara perlahan. "Yaudah, gue tungguin sampai makanan lo habis." "Terserah!" Yang dilihat Devan sedari tadi, Fanya hanya mengaduk-adukan buburnya tanpa berniat untuk memakannya. "Kasian banget ya buburnya cuma diaduk-aduk doang. Pasti sakit tuh bubur, karena gak dihargai sama yang punya." Sindir Devan. Mendengar sindiran tersebut, mangkuk yang dibawa Fanya ia taruh secara kasar di meja samping tempat tidur UKS nya. "Bubur itukan punya lo, kenapa juga gue yang harus habisin?" Fanya turun dari tempat tidur nya untuk pergi meninggalkan UKS namun dengan cepat Devan menahannya. "Mau kemana?" Tanya Devan dengan wajah datar. "Ke kelas lah, masa mau ke pasar." Jawabnya. "Gak boleh!" "Lo masih harus istirahat." Titah nya. Fanya tak menggubris ucapan lelaki dihadapannya, ia malah mengambil handphone yang ada disaku celana olahraga nya. "Ngapain buka handphone?" Tanya Devan penasaran. "Mau nelpon Drean buat jemput gue di UKS." Jawabnya cepat tanpa memikirkan perasaan lelaki dihadapannya. Mendengar itu, tangan Devan dengan cepat merebut ponsel Fanya lalu menyimpan ponsel tersebut disaku celana seragamnya. "Lo gaboleh berhubungan sama cowok lain termasuk Drean." Ujar Devan, yang menekankan kata diakhir kalimat. "Lo siapa gue? Bodyguard? Atau pembokat? Gue rasa lo bukan kedua-duanya di kehidupan gue." Balas Fanya tenang namun penuh penekanan. Devan mendekatkan wajahnya ke telinga Fanya seraya membisikkan sesuatu yang membuat bulu kuduk Fanya merinding."Gue emang bukan kedua-duanya yang lo sebutin tadi dikehidupan lo, tapi gue adalah orang pertama yang bakalan ada buat lo dalam keadaan apapun." "You're mine Fanya." Desis Devan, dan beberapa detik kemudian, ia langsung  memeluk tubuh Fanya yang menegang karena ucapan yang dilontarkan Devan barusan. Fanya tak memberontak ketika Devan memeluknya, mulut dan tangannya tak kuasa menolak pelukan hangat dan nyaman yang diberikan oleh Devan. Seluruh bagian tubuhnya seperti terkunci untuk melakukan sesuatu. Detakan jantungnya berubah 10 kali lipat lebih cepat dibandingkan dengan sebelumnya. Fanya lagi-lagi terbuai dengan perlakuan Devan terhadapnya. Hingga akhirnya tangan Fanya bisa bergerak, bukan untuk menolak pelukan Devan, tapi sebaliknya, ia menggerakkan tangannya perlahan untuk membalas pelukan Devan. Merasa pelukannya dibalas, Devan dengan segera mengeratkan pelukan nya dalam-dalam, seolah-olah ia tak ingin Fanya lepas begitu saja darinya. "Jangan deket sama cowok lain. Gue cemburu." Lirih  Devan tepat sekali di telinga Fanya. Fanya menghiraukan ucapan Devan barusan. Pelukan Devan sangat bisa membuatnya merasa tenang dan nyaman, sampai Fanya tak sadar apa yang sudah diperbuat oleh mereka berdua itu salah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN