Part 15

2171 Kata
Tling WhatsApp on Kunyuk Sinting Halo Fanya (17.40) Bales dong Fanya Fanya Sayangggg?? KITA NGEDATE SEKARANG!!! GAADA PENOLAKAN!!!! Fanya Azzahra Sayang sayang pala lo peang (18.00) Ngedate sama lo? Faedahnya apa? Kunyuk Sinting Giliran gue ngajak ngedate aja gercep balesnya (18.01) Emang ya cewek tuh kaya begitu. Fanya Azhra O aja boleh?(18.03) Kunyuk Sinting Gaboleh, boleh nya lo aja yang ada di hati abang Devan seorang. Fanya Azhra Obat lo abis ya? Pantesan s***p! Kunyuk Sinting Obat gue cuma satu, yaitu Lo INDIRA FANYAZAHRA❤❤❤❤ Fanya Azhra NAJIS!!! GELI GUA BACANYA!!! Kunyuk Sinting GGS ihh kamu tuh ya Geli-geli suka. Udah sono dandan dulu yang cantik, gue otw ke rumah kamu ya. See you. Fanya Azhra Devan SINTING!!! (18.20) WhatsApp off "Astaghfirullah si Devan apa perlu gue ruqyah?!" Gerutu Fanya kesal seraya memijat pelipisnya. "Gue harus gimana? Si Devan pasti bakal kesini beneran. Emang k*****t si Devan! Gue sumpahin lo ditabrak semut!." Teriak nya kesal. Tok tok tok "Ka Fanya lo lagi ngapain si? Berisik amat." Pekik seseorang dari luar kamar Fanya. "Aduh si Farel mau ngapain lagi tuh anak." Fanya pun mengambil langkah seribu untuk membuka pintu kamarnya. Ceklek "Ada apa si Rel kereta api?" Tanya Fanya yang masih memegang knop pintu kamarnya. "Dibawah ada pacar lo tuh, mau ngajak ngedate katanya." "Terus lo jawab apa?" "Oke tunggu sebentar Ka Fanya nya lagi mandi kembang 7 rupa dulu habis itu sulam alis, bibir, dan gak lupa juga tanam benang di wajah biar gak keliatan tua. Nah habis itu dia bakalan pake bedak sekilo biar pas ngedate sama lo ga keliatan bul..." "Apa hahh? Mau ngomong apa lo?" Potong Fanya. "Tadinya gue mau ngomong lo itu buluk, tapi gajadi deh." Jawab Farel enteng. "Allahuakbar!! Adek laknat!! Gua ruqyah juga otak lo!" Ujar Fanya dengan nada marah sembari berkacak pinggang. "Sebelum lo mau ruqyahin otak gue, mending otak lo dulu yang harus diruqyah deh." Canda Farel. Fanya hanya melotot dan mengatur napasnya yang dengan cepat naik turun saking kesalnya dengan kelakuan adiknya itu. "Far..." "Suttt... Lo dandan aja yang cantik, kasian pacar lo udah nunggu dari tadi." Titah Farel seraya mendorong paksa punggung Fanya, bermaksud agar kakaknya itu sesegera mungkin bersiap-siap untuk ngedate dengan pacar pertamanya itu. Yang didorong hanya mengikuti perintah saja tanpa adanya penolakan, karena percuma saja jika Fanya menolak Farel yang notabene nya adalah adiknya itu akan selalu memaksanya. "Nah, sekarang dandan yang cantik jangan malu-maluin gue sebagai adik lo. Dan satu lagi(Farel memperlihatkan satu jari telunjuknya nya) jangan menyia-nyiakan malam pertama ngedate lo!." Titah Farel lagi, setelah itu ia pun berlalu pergi meninggalkan Fanya yang sudah duduk terpaku di depan kaca riasnya. "Eh satu lagi (Farel membalikan badannya) jangan gangguin gue main game oke." Farel pun kembali berjalan dan sudah benar-benar meninggalkan kamar kakaknya. "Astaghfirullah lahaulawalakuata ilabilah, mamah ngidam apa anak cowok nya kaya begitu?" Gerutu Fanya sambil mengusap-usap dadanya. Setelah itu Fanya tak tahu apa yang harus ia lakukan untuk menghadapi Devan selanjutnya. Ia pun menghadap kaca riasnya, yang ia lakukan pertama kali adalah mengepang rambutnya menjadi dua bagian, poninya ia biarkan seperti poni Dora dan tak lupa Fanya juga memakai kacamata super bulat yang sudah menghiasi wajah cantiknya. Dalam berpakaian, Fanya sengaja hanya memakai kaos biasa saja dan celana cutbray layaknya orang-orang jaman old ehh jaman dulu yaa gitu deh pokoknya. Dan satu lagi, Fanya hanya memakai sandal jepit serta slim bag berwarna kuning cerah yang sengaja ia pakai untuk menyimpan hp dan dompetnya. "Perfect" Ucap Fanya pelan sambil melihat penampilannya di kaca. Gue pastiin ini adalah ngedate terburuk lo Devan! Batinnya puas. Fanya melangkahkan kakinya untuk menuju ruang tamu yang ia lihat sudah ada Devan yang duduk di sana. "Hai" Sapa Fanya lembut sembari melambaikan tangannya sekilas. Devan mendongakkan kepalanya ketika mendengar suara wanita yang ia cintai menyapanya. "Hai." Balas Devan kaku yang melihat dandanan aneh wanitanya itu. Rasain lo, emang enak gue kerjain. Ilfiel kan lo. Hahahaha. Batin Fanya puas, yang melihat perubahan ekspresi wajah Devan. "Yuk, katanya mau jalan." Ajak Fanya menarik tangan kanan Devan dengan sangat refleks. "Ehh i-iya." Devan bangkit dari sofanya dan mengikuti Fanya menuju depan rumah tempat motor Devan diparkiran. "Tangannya lepas dulu dong, nanti boleh pegangan lagi deh sesuka lo." Goda Devan. Fanya yang baru sadar menggenggam tangan Devan sontak saja langsung melepaskannya dan memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan rona merah yang sudah nampak sekali di wajahnya itu. "Gue oon banget." Batin Fanya merutuki kebodohannya. Devan hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah laku wanitanya itu. Ia pun langsung menaiki motor dan menyalakan mesinnya kemudian memakai helm yang akan ia gunakan. "Fanya nih lo pake helm nya dulu." "Fanya" "Fanya" Panggilan ketiga Fanya tak menyahutinya, Devan pun menarik tangan kanan Fanya agar jaraknya tidak terlalu jauh, sontak saja Fanya kaget setengah mati melihat Devan yang sedang memasangkan helm dikepalanya itu. "Jangan bengong lagi ya, kalo lo bengong gue ga segan-segan buat cium lo."Ucap Devan pelan sambil merapihkan poni Fanya lembut. Pletakk "Ngomong sekali lagi gue..." "Gue apa? Gue cium? Nih.." Potong Devan yang sengaja menggoda Fanya dengan memonyongkan bibirnya. "s***p LO KUMAT ihhhh." Pekik Fanya sambil memukul-mukul pundak Devan. "Aww, udah naik Fanya, buruan." Titah Devan, yang dibalas tatapan sinis dari Fanya. Fanya pun dengan terpaksa menaiki motor Devan. "Buruan jalan." Pinta Fanya sambil memukul helm yang dikenakan Devan. Devan menoleh kebelakang dan membuka kaca helm nya. "Iya sayang. Pelukan mesranya jangan lupa ya." "Dasar modus!" Motor pun melaju dengan kecepatan sedang, menyusuri setiap jalanan ibukota yang sudah ramai. Terlebih sekarang adalah malam Minggu, malam dimana para kawula muda mengabiskan malam mereka dengan teman, sahabat, keluarga dan mungkin juga pacar. Setelah 30 menit berakhir, Devan dan Fanya akhirnya sampai ke tempat tujuan mereka. Perlu dicatat! Bukan mereka (Devan dan Fanya) melainkan Devan saja! Devan saja! "Fanya, lo duduk disini dulu ya, gue mau pesenin makanan." Fanya mengangguk pelan tanda setuju. Tak butuh waktu lama, Devan sudah kembali lagi dengan membawa penampan berisi 2 minuman dan 2 makanan. "Nih makan dulu, soalnya buat pura-pura kuat dan ga baperan juga butuh tenaga." Sindir Devan. "Cihh, baper sama dia? Jangan harap!" Batin Fanya. "Loh kok cuma segini? Lo gatau porsi makan gue itu kaya apa?." Devan menggarukkan kepala nya yang tak gatal saking bingung dengan kelakuan Fanya. "Maksud Lo?" "Aduhhh Devan, lo pelit amat si jadi cowok, masa cuma bawain dua porsi makanan buat gue? Biasanya gue suka 5 piring sekaligus. Apalagi sekarang gue lagi laper banget, bisa habis 7 sampe 8 piring kali." Sangkal Fanya. Devan berusaha meneguk saliva nya dengan susah payah mendengar perkataan super blak blakan yang terlontar dari mulut Fanya. "8 piring?" Tanya Devan memastikan. "Iya, kenapa? Lo gak sanggup bayar? Apa lo ilfiel sama gue?." Sungut Fanya. Devan berusaha tersenyum untuk menghilangkan kekakuan diwajahnya. "Apa si yang engga buat lo, mau 100 porsi juga gue jabanin." Balasnya tenang. Fanya yang semula tersenyum puas, seketika luntur sudah senyum yang menghiasi wajah cantiknya itu. Ia kira Devan akan merasa ilfiel dengan semua perilakunya tapi nihil, tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan kalau Devan itu ilfiel dengannya. " Eeeh... karena gue lagi baik sama lo, sekarang gue ambil satu porsi aja. Soalnya kasian juga kalo dompet lo ludes gara-gara porsi makan gue yang kebanyakan." Elak Fanya, ia pun langsung mengambil alih penampan yang dibawa oleh Devan dan melahap makanan dengan kesalnya. "Padahal kalo makanannya kurang, lo bisa pesan lagi ko." Ucap Devan. "Berisik!" Fanya melahapkan makanannya dengan raut wajah cemberut dan mulut yang berkomat-kamit tak jelas. "Eh itu ka Devan kan? Ko dia makan mau makan sama anak cupu kaya gitu si? Cantikan gue kemana-mana." "Ih najis ceweknya cupu amat." "Devan kayaknya di pelet sama si cewek cupu itu." "Rambut kaya kepangan kuda aja sosoan makan di tempat elit." "Cowoknya ganteng kok ceweknya buruk rupa gitu si?" Celotehan demi celotehan dari sebrang tempat duduk Fanya sudah mulai terdengar ditelinga Fanya. Rasanya ia ingin merobek-robek mulut cabe itu dengan tangannya sendiri. "Fanya." "Fanya." Cup Untuk yang ketiga kalinya Devan mencium pipi Fanya dengan singkat. "Gue kan udah bilang kalo gue ngajak ngobrol jangan bengong gitu. Ohh apa jangan-jangan lo sengaja bengong biar gue nyium lo terus?" Goda Devan kembali. Cewek-cewek yang melihat kejadian tadi sontak saja sangat terkejut dengan perlakuan Devan terhadap gadis cupu dihadapannya itu. "Devannnn, gue malu." Pekik Fanya seraya menutupi wajahnya yang sudah merah merona dengan slim bag yang ia bawa. Devan yang semula duduk di hadapan Fanya, sekarang merubah posisi serta tempat duduknya menjadi di samping tempat duduk Fanya. "Ciee, yang blusshing." Godanya sambil menoel-menoel wajah Fanya yang ia tutupi dengan slim bag. "Devan, diam. Gue malu oon." Balas Fanya menepis tangan Devan di wajahnya. "Kecantikan lo 1000 kali lipat bertambah ya kalo blusshing kaya gini." Devan kembali menoel-menoel wajah Fanya. "Devan, gue malu diliatin terus sama penggemar lo tuh!" Rengek Fanya. "Ngapain harus malu? Lo kan pacar gue. Jadi terserah kita dong mau mesra-mesraan kaya gini. Merekanya aja sirik sama kita, karena mereka galaku." Balas Devan dengan nada keras bermaksud menyindir orang-orang yang sudah menjelekkan wanita yang sangat ia sayangi itu. " Mukanya jangan ditutupin gitu dong, nanti ga keliatan lagi sama fans gue kalo pacarnya Devan Arazka itu cantiknya melebihi bidadari." Godanya lagi. Demi apapun juga Fanya sudah tidak kuat menerima perlakuan manis dari Devan. Yang ia inginkan adalah pingsan, yaap pingsan, agar Fanya bisa sesegera mungkin mengakhiri semuanya dan melupakan semua kejadian pada malam ini. "Apaan sih Van. Gue malu banget sumpah." "Biar lo gak malu gue harus ngapain?" Tanya Devan mantap. "Bilang sama fans lo yang kayak cabe, gausah judge orang sembarangan." Bisik Fanya. "Kalo itu yang Lo mau, gue bakal lakuin." Devan bangkit dari tempat duduknya, matanya menatap tajam keseluruh penjuru tempat. Menatap satu persatu orang-orang yang sudah sangat lancang menghina kekasihnya. "Siapa yang tadi ngehina cewek gue?! Jawab!" Sentak Devan, ia memukul meja dengan sangat keras yang menimbulkan rasa takut pada orang-orang disekitarnya termasuk Fanya, kekasihnya. "Jawab bodoh! Kalian gak punya mulut buat ngomong?!" Sentaknya lagi, suara riuh pengunjung berubah menjadi hening seketika mendengar amukan Devan. "Devan pliss berhenti." Pinta Fanya sambil menarik-narik pergelangan tangan Devan. "Jangan cuma berani ngomong dibelakang! Cewek cabe kayak kalian semua gak pantes buat hidup!." "Devan pliss berhenti, gue mohon sama lo." "Kalo kal..." "Devan gue bakal marah sama lo kalo lo kaya gini terus!" Ancam Fanya agar Devan segera menghentikan aksinya. Devan yang mendengar ancaman Fanya, langsung diam dan tak bersuara lagi. Ia takut jika Fanya  marah kepadanya. Devan kembali duduk dan menyamping menatap wajah Fanya yang sudah sangat ketakutan. "Tapi tadi kan lo yang minta Fanya." Suara Devan terdengar lirih. "Devan, pliss berhenti! Gue mau pulang sekarang!" Pinta Fanya lirih, berharap tidak ada satupun orang yang mendengar suaranya kecuali Devan. "Oke kita pulang." Devan menggenggam erat tangan Fanya, mereka berdua beranjak meninggalkan tempat makan itu. Sebelum meninggalkan tempat makan, Devan kembali membuka suara dengan lantangnya. "KALO SAMPE GUE DENGAR LO SEMUA BUAT MASALAH SAMA PACAR GUE, LO SEMUA BAKAL BERURUSAN SAMA GUE! DEVAN ARAZKA!!!!."  Setelah itu Devan dan Fanya pun meninggalkan tempat makan dan membiarkan para pengunjung khususnya cewek cabe yang sok kecantikan yang sudah menghina Fanya mati rasa ketika mendengar Devan berbicara kasar seperti tadi. *** "Devan, maafin gue ya." Ucap Fanya pelan. "Lo mau gue maafin?" Tanya Devan yang sedang memegang helmnya. Fanya mengangguk pelan. "Serius nihh lo mau gue maafin? Gara-gara lo tadi, fans gue kayanya bakalan pada ngamuk deh."  "Ya terus ngapain juga lo nurutin ucapan gue kalo ujung-ujungnya Lo nyalahin gue juga?" Ketus Fanya. "gue cuma bercanda kali." "O iya, tadi katanya lo mau gue maafin. Jadi ga nih?" Fanya hanya berdeham membalas ucapan Devan. "Cukup peluk gue sepanjang perjalanan nanti ya." Pinta Devan singkat, namun berhasil membuat jantung Fanya berdisko. "Gu-gue.." "Lo bisa kan? Ayo naik." Titah Devan. Fanya pun naik ke motor Devan, dan dengan ragu ia menarik ulurkan tangannya untuk melingkari pinggang Devan, tapi dengan cepat Devan mencuri start Fanya. Ia langsung mengambil alih kedua tangan Fanya, memaksa untuk melingkari pinggangnya itu. Dan mau tak mau Fanya menurut dengan apa yang dilakukan Devan. Nyaman! Posisi seperti ini adalah hal ternyaman yang sebelumnya tidak pernah Fanya rasakan dari laki-laki lain selain Almarhum Ayah dan Adiknya, Farel. Setiap kali Devan berada disampingnya, setiap itu juga Fanya merasa seperti terlindungi dan merasa aman jika berada didekat Devan. "Fanya, Lo mau turun sendiri atau gue yang nurunin lo?" Ucap Devan membuyarkan lamunan Fanya yang masih setia dengan posisinya duduk di motor Devan sambil memeluk Devan erat. Setelah sadar, Fanya pun langsung melepaskan pelukannya. "Ehh, ma-af." Balas Fanya gugup. Lalu turun dari motor Devan. "Terlalu nyaman ya meluk gue?" Ujar Devan saat Fanya sudah turun dari motornya. "Ge-geer banget si. Nyaman dari mana coba?" Balasnya masih dengan kegugupan yang sama dan mencoba untuk membuang muka. "Kalo ga nyaman, gamungkin gugup gini kan?"Goda Devan sambil mencubit gemas kedua pipi Fanya. "Devan sakit." Rengek Fanya berusaha menepis tangan Devan. Namun Devan tetap gencar untuk mencubit serta memainkan pipi wanitanya. "Devan Arazka, sakit bodoh." Pekik Fanya menoyor kepala Devan. "Hehehe, iya iya maaf. Habisnya lo kenapa bisa cantik banget si? Jadi tambah gemes." Godanya. "Terus penampilan lo sekarang jauh banget sama penampilan lo disekolah, bikin tambah gemes." Lanjutnya seraya mencubit kembali pipi Fanya. "Lo ga ilfiel sama gue dan penampilan gue?" Tanya Fanya dengan nada bersalah. Devan menghentikan cubitannya. Mata hitam pekatnya menatap mata Fanya lekat-lekat. Kedua tangannya memegang pipi kanan dan kiri Fanya. "Gue sama sekali ga ilfiel sama lo, mau penampilan lo kaya gimanapun juga gue tetap suka. Bahkan gue gaada sedikitpun berpikir buat ilfiel sama lo, yang gue pikirin dari tadi itu, gimana caranya supaya gue gak gugup kalo gue ada didekat lo, Fanya." Jelas Devan. "Jujur gue lebih suka penampilan lo yang kaya gini. Lo itu mau di gimanain juga tetap bisa bikin jantung gue berdebar kencang, Fanya. Lo perlu inget satu hal, gue akan tetap sayang dan cinta sama lo sampai waktu yang tidak terbatas." Lanjutnya. Fanya speechless mendengar ucapan Devan, lututnya melemas rasanya tidak bisa lagi menopang berat tubuhnya. Jantung nya kembali berdegup dengan hebat. Devan selalu bisa membuatnya seperti ini setiap kali ia berada di dekat Devan. Fanya tidak bisa memungkiri fakta jika dia sangat kagum dengan pesona yang ada dalam diri Devan, semuanya terasa sempurna dimatanya, bahkan menurutnya tidak ada kekurangan apapun dari dalam diri Devan. Apa dirinya menyukai Devan?  Apa Fanya sudah bisa menerima Devan menjadi kekasihnya? 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN