Bab 1. Istri Pengganti
"Terlahir dari ibu yang cacat, bisakah kamu menjamin keturunanku kelak tidak akan mewarisinya?"
Hinaan itu terlontar dengan tubuh dia yang santai. Mengundang Sienna untuk menatap lekat, sosok Harsa yang disegani jutaan warga Jakarta. Rupanya lebih buruk dari rumor yang beredar.
“Menggantikan kakakmu menikah besok.”
Harsa menyeringai. “Keluargamu sungguh keterlaluan.”
Jemari Sienna mengepal. Dirinya duduk di hadapan Harsa dengan tujuan menggantikan kakaknya yang kabur secara mendadak itu.
"Aku akan tetap menuntut keluargamu, mengobrak-abrik Indonesia untuk mencari dan menyeret kakakmu beserta selingkuhannya di jalanan Jakarta.”
Ancaman Harsa selau tak main-main. Begitulah yang didengar olehnya.
“Begini, Pak Harsa.”
Sienna harus sebisa mungkin menahan Harsa yang mulai terlihat ingin meninggalkan tempat ini.
"Anggap saja ini pernikahan bisnis yang menguntungkan.”
Harsa memandang Sienna lekat, ingin tahu apa kelanjutan kata dari bibir ranum itu.
“Saya menjadi istri yang baik, lalu Pak Harsa bisa mendapatkan haknya pada perusahaan.”
Konflik menyebalkan di antara keluarga itu, membuat Harsa muak karena Sienna menjadikan hal itu sebagai desakan.
Harsa masih butuh dukungan penuh dari sang kakek untuk menduduki posisi tertinggi di perusahaan.
"Sejujurnya, sejak awal aku tidak ada niatan untuk menikah."
Melihat usia Harsa yang melebihi 30 tahun, lalu masih belum ada niatan menikah, mendadak Sienna berpikiran buruk.
"Maksudnya, Bapak ...."
Jemari Sienna membentuk kutipan. "Begitu?"
Meski pembicaraan Sienna cukup ambigu. Harsa mampu menangkap maksud topik tersebut, hingga tangan menggebrak meja dengan emosi.
"Beraninya kamu, Sienna! Aku ini normal!"
***
"Bagaimana? Harsa setuju untuk menikah denganmu besok?"
Pertanyaan itu Sienna dapatkan dari ayahnya begitu memasuki rumah.
"Kakak bagaimana? Apakah masih belum ada kabar?"
Pandangan Indra yang penuh harapan langsung sirna, sorot emosi mulai menguasai.
"Kamu tidak berhasil membujuk Harsa, begitu?"
Sienna memilih diam dengan kepala menggeleng. Namun, sebuah tamparan baru saja dilayangkan Indra pada wajah Sienna.
"Anak sialan! Kamu kira Harsa mau menerima wanita hina yang hamil itu!"
Tubuh Sienna yang terhuyung dan menabrak sofa, perlahan mulai berdiri dengan tegak. Tamparan ini baginya bukanlah apa-apa.
Indra menyugar rambut dengan napas yang terhela kasar.
"Cari pengacara terbaik untuk melawan Harsa!"
"Baik, Pak."
Bawahan Indra langsung berjalan pergi setelah mendapatkan perintah dadakan itu. Mata Indra memandang kesal ke arahnya.
"Anak tidak berguna."
Makian itu Sienna dapatkan dari Indra yang mulai berjalan menaiki anak tangga.
"Mas."
Mata Sienna mendapati istri muda ayahnya itu tersenyum manis di lantai dua, namun Indra yang marah langsung menyingkirkan wanita tersebut dengan kasar.
"Dasar istri tidak berguna!"
Malam itu Sienna berpikir, pengacara sehebat apa pun yang ayahnya bawa, tidak akan mampu memenangkan kasus. Mengingat betapa marahnya Harsa pada Sienna.
“Pak Indra.”
Dari lantai atas, Indra langsung berhenti melangkah dan menatap tajam anak buah yang balik lagi.
“Aku menyuruhmu cari pengacara!”
“Maaf, Pak. Tapi, ini berita penting, pak Harsa ….”
Mendengar nama Harsa disebut, mata Indra lebih melotot lagi.
“Ada apa lagi si cecunguk itu!”
“Orang pak Harsa datang dan mengatakan pernikahan akan dilangsungkan besok dengan Nona Sienna.”
Matanya otomatis membulat, tiada menduga kalau pria yang Sienna injak harga dirinya, justru mendadak menyetujui pernikahan.
***
“Saya terima nikah dan kawinnya Sienna Arawinda binti Indra Baskara dengan mas kawin tersebut tunai.”
Pengucapan Harsa begitu tegas, namun ekspresi senang atau pun mendamba tidak terlihat dari wajah Harsa juga Sienna.
Biaya pernikahan beratus juta, disebutkan pula maharnya kalau dihitung mencapai 500 juta. Sejujurnya diamnya Sienna bukan memikirkan kocek yang Harsa keluarkan.
“Sebenarnya dia menikahiku untuk membuktikan hal itu, kan?” gumam Sienna sangat pelan.
Sienna membicarakan perihal ketidak normalan seorang Harsa.
Ucapan Sienna dibarengi dengan kata ‘sah’ hingga Harsa tidak bisa mendengarnya, meski mata menatap Sienna selaku istri sah dari Harsa.
“Ini hanya bisnis menguntungkan,” bisik Harsa membuat Sienna menoleh.
Lagi pula, siapa juga yang ingin disayang oleh pria kejam dan dingin seperti Harsa.
Selepas acara potret hingga menjamu tamu undangan, Harsa dan Sienna memasuki sebuah rumah dua lantai. Begitu masuk, mereka disambut beberapa pembantu yang sigap menghampiri.
“Kamar sudah disiapkan, Pak.”
Ucapan pembantu itu mengundang mata Harsa untuk melirik.
“Dua kamar,” ralat wanita setengah baya ini dengan gugup.
Kepala Harsa hanya mengangguk, tanpa memuji pekerjaan pembantu sama sekali.
Namun, pandangan Sienna justru tersita oleh pembantu yang lebih muda tengah berjongkok di sekitarnya. Wanita ini melepaskan sepatu dari kaki Harsa dengan penuh kehati-hatian.
Harsa melirik Sienna yang mematung. “Pembantu akan menunjukkan kamar milikmu, lalu jangan pernah berharap untuk memasuki kamarku saat tengah malam.”
Sienna tidak begitu fokus untuk mencari kalimat untuk mendebat. Dirinya dihadapkan pada tuan rumah yang bertindak sewenang-wenang ini.
“Apa tangan Anda kena stroke?”
Tepat Harsa melangkah, pertanyaan itu Sienna layangkan. Hingga Harsa mematung dengan mata menatap tak senang.
“Apa kamu sedang mengutuk suami di hari pertama menikah, Sienna?”
Sienna menarik napas. Apalagi melihat pembantu yang hanya diam demi gaji.
“Kalau tangan Anda masih sehat, apa susahnya melepas sepatu sendiri?”
Harsa langsung melirik para pembantu yang mulai berhamburan pergi. Meninggalkan Sienna sendirian dengan Harsa yang perlahan mendekat. Tiada ketakutan sama sekali pada ekspresi Sienna.
“Mau seperti apa pun aku memperlakukan mereka, kamu tidak ada hak memprotes.”
“Memangnya kamu yang bayar?” sindir Harsa sembari melangkah pergi.
Sienna hanya berdiri diam dengan menatap sengit. Helaan napas kasar Harsa meresap ke udara, dia terpaksa berbalik.
“Kamu mau tidur di lantai, hah? Ikuti aku!”
Perlahan Sienna melangkah mengikuti Harsa. Sekali pun kesal dengan keburukan suami yang mulai terbongkar satu persatu ini, Sienna tetap memikirkan nasibnya di rumah ini.
“Kita sungguh tidur terpisah?”
Namun, Sienna ingin memastikan satu hal dalam langkah kakinya.
“Apa yang kamu harapkan, Sienna?” sindir Harsa.
“Bukan begitu. Hanya saja, memang pisah kamar lebih baik.”
Bibir Harsa mengulas senyum sinis. Dia sudah menduga, Sienna memang tidak seperti kebanyakan wanita di luar sana. Mengemis perhatian pada Harsa yang malas dengan hubungan semacam cinta itu.
“Kalau boleh tahu, kenapa Anda setuju setelah menolak mentah-mentah saya menggantikan kakak saya?”
Harsa langsung berhenti melangkah, mata memandang Sienna dengan mulut yang membisu.
“Ini kamar tidurmu mulai saat ini dan seterusnya.”
Bukannya menjawab rasa penasaran Sienna, Harsa justru menunjuk sebuah pintu di hadapan mereka berdua.
“Lalu ….”
Pandangan Harsa dan Sienna saling beradu.
“Mulai besok aku akan ke Singapura untuk urusan pekerjaan.”
Apakah Harsa sedang memberi tahu karena dirinya sudah jadi seorang istri? Kepala Sienna hanya mengangguk menanggapinya.
“Selama dua tahun, jadilah istri yang baik di rumah ini.”