Birthday's party

3458 Kata
Aku mematut diri cukup lama di depan cermin sebelum akhirnya turun ke lantai bawah menemui para tamu undangan yang sudah datang sejak tadi. Wednesday night, seperti yang sudah aku rencanakan dengan Judith dan sahabat-sahabatku jauh-jauh hari sebelumnya, kami membuat sebuah pesta dalam rangka merayakan ulang tahunku yang ke-17. Dengan dibantu oleh sebuah event organizer yang cukup ternama di Jakarta, aku menyulap lantai bawah rumahku menjadi penuh dengan nuansa biru-putih. Meja-meja bundar dengan beberapa kursi, meja panjang dengan berbagai jenis makanan dan minuman, band pengiring, pembawa acara dan tentu saja yang paling penting adalah kue ulang tahun raksasa dengan tinggi mencapai dua meter. Yang sedikit membuatku kecewa dari pesta ini adalah ketidakhadiran Mom dan Pop di hari spesialku. Begitu aku berjalan menuruni tangga, ketiga sahabatku langsung menghampiri dan memberikan ucapan selamat padaku. Tidak lupa mereka memuji gaun putih yang kukenakan. Kimmy bahkan mengatakan bahwa akulah Dewi Pesta di malam ini. Of course, I am! Aku yang berulang tahun, aku yang mengadakan acaranya. Sudah tentu aku lah yang harus menjadi pusat perhatian di acaraku sendiri. "Ve, guess what?" Kimmy kembali berbicara setelah sebelumnya sibuk mengomentari penampilanku. "What?" "Lo inget cerita gue tentang anak baru yang belakangan ini nyuri perhatian hampir seisi sekolah kan?" "Anak baru yang mana?" tanyaku lupa. Semenjak mengenal Ghada Farisha, aku memang tidak mempedulikan lagi berita-berita seputar sekolah yang sering diceritakan Kimmy. Pikiranku terlalu sibuk mencari cara untuk membuat cowok nerdy itu takluk di bawah kakiku. "Yang gue ceritain pas kita di Starbucks!" seru Kimmy dengan wajah gemas. "Jangan bilang kalau lo lupa." "Gue inget," jawabku berbohong. Mana mungkin aku bisa ingat jika saat itu pikiranku penuh dengan Ghada Farisha. "Jadi, kenapa dengan anak baru itu?" tanyaku pura-pura antusias. "Kalian pasti gak akan percaya dengan berita yang bakal gue sampein kali ini." Kimmy tersenyum bangga sambil membusungkan dadanya. "Berita apa lagi kali ini? Ada hubungannya dengan anak baru itu?" Cla mengetuk-ngetukkan ujung heels nya dengan tidak sabar. "Kemarin, beberapa anak di sekolah ada yang ngeliat anak baru itu jalan dengan si ultimate nerd!" Begitu Kimmy menyebutkan julukan yang sudah beberapa minggu ini familiar ditelingaku, aku tidak dapat menyembunyikan ekspresi terkejut di wajahku. Untung saja tidak ada yang sempat memperhatikan. Kedua sahabatku justru sibuk memperhatikan Kimmy agar melanjutkan ceritanya. "Jalan berdua dalam arti harfiah? Atau mereka memang lagi ada hubungan spesial? Gue gak nyangka selera si anak baru cuma segitu aja," komentar Rossie. "Mereka jalan di koridor pas jam istirahat. Berduaan. Auranya sih keliatan kaya orang lagi pedekate gitu deh." Kimmy melanjutkan ceritanya. Mendengar kata berduaan dan pedekate langsung membuat dadaku sesak seketika. Farish? Dengan the new girl? Aku jadi penasaran cewek seperti apa yang mau dekat dengan cowok nerdy yang angkuh seperti Ghada Farisha. Oh yeah, forget. I'm one of those girls. "Girls, gue mau keluar sebentar. I need some fresh air. Sumpek banget disini." Aku lagi-lagi berbohong. Sebenarnya aku hanya mencari-cari alasan untuk keluar dari pembicaraan ini. Percakapan mengenai si anak baru dengan Farish hanya akan membuat hatiku panas dan dadaku semakin sesak. I wonder why? Seriously, what is wrong with me? This is my party. I should be happy, right? Biasanya aku akan sibuk berkeliling menerima ucapan dari para tamu yang kebanyakan adalah teman-teman sekolah, bergossip dengan sahabat-sahabatku kemudian menari bersama mereka hingga menjelang pagi. Tapi kenapa rasanya perayaan ulang tahunku kali ini terasa hambar? Dan dimana cowok nerdy itu? Sejak tadi aku tidak melihat sosoknya di antara kerumunan. Aku sudah mengundangnya secara pribadi minggu lalu. Apakah dia sengaja tidak hadir hanya karena aku mengacuhkannya beberapa hari ini? Aku keluar dari dalam rumah setelah sebelumnya menyalami beberapa teman yang baru datang. Aku tidak berencana untuk meninggalkan pestaku terlalu lama. Apalagi aku sedang mengenakan heels setinggi 12 cm. Aku hanya berjalan berkeliling di sekitar rumah sambil menikmati angin malam agar pikiranku sedikit rileks. Kupandangi layar smartphone ku begitu melihat ada pesan masuk dari Rossie yang mengingatkan untuk tidak berlama-lama. Aku bahkan belum sampai 5 menit berkeliling. Rossie memang terkadang bisa menjadi sangat protektif terhadap diriku. Dia tipe sahabat yang selalu bisa aku andalkan di saat aku butuh perlindungan. "Je-Je-Jessica Ve-Veranda?" Seseorang memanggil namaku dengan gagap. Kudongakkan kepalaku untuk mencari si pemilik suara aneh itu. Dalam jarak beberapa meter, aku melihat seorang cowok sedang tersenyum canggung di hadapanku. Aku tidak pernah melihat cowok ini sebelumnya. Does he know me? Of course he does! Who doesn't know The Queen Bee, Jessica Veranda? No one! Aku menoleh ke kanan dan kiri, kemudian ke belakang untuk memastikan apakah cowok ini benar-benar menatapku dengan senyum bodohnya. He is. Tidak ada seorang pun disekitarku selain hanya kami berdua. "Do I know you?" Aku bertanya sambil menaikkan kedua alisku padanya. Cowok itu masih menatapku dengan binar-binar aneh di matanya. Oh, aku sudah bisa menebak apa itu. Aku sudah sering melihatnya setiap kali bertemu para pengagumku. Binar yang sama. Cowok itu berhambur mendekatiku. Aku langsung mundur selangkah mencoba mempertahankan jarak di antara kami. "Gu-gue Jordan Nobiantoro. Kita satu sekolah. Gue Ketua Osis SMA Global Persada." Cowok itu mengulurkan tangannya kepadaku untuk bersalaman. Ku tatap uluran tangannya dengan alis terangkat. Seriously, who is this guy? Aku merasa tidak pernah melihatnya selama di sekolah. Jika dia memang Ketua Osis, paling tidak aku akan familiar dengan wajahnya. Aku menatap tajam padanya, mencoba untuk memberikan delikan mautku yang terkenal. Tapi cowok itu masih tersenyum-senyum seperti orang bodoh. Dia bahkan tidak mempedulikan ekspresi jengkel yang sengaja kutunjukkan. "Jordan!" Cowok itu langsung mengalihkan pandangannya begitu mendengar seseorang memanggilnya dengan suara lantang. Matanya yang tadi menatapku dengan binar-binar aneh mendadak berubah normal begitu melihat siapa yang memanggilnya. Aku memutar kedua bola mataku kemudian berbalik hendak pergi. Baru saja aku hendak melangkah kembali ke pestaku ketika aku mendengar sesuatu yang membuat rasa penasaranku menggila. "Farish?! Lo selalu datang di waktu yang gak tepat, meen!" Farish? Ghada Farisha? Geez, wake up Jessica Veranda! Banyak orang yang punya nama Farish di dunia ini! Di sekolah bahkan ada beberapa anak yang punya nama sama seperti itu. Sampai kapan kamu akan berhenti memikirkan cowok nerdy itu! "I was looking for you, man. Kemana aja lo dari tadi? Gue udah bilang untuk nunggu gue sementara gue cari parkiran kan?" Aku langsung membeku di tempat. Oke.. That Farish definitely has Ghada Farisha's voice. Tidak mungkin Farish datang ke pesta ku malam ini. Aku sudah bersikap keterlaluan padanya beberapa hari terakhir. Mustahil kalau dia masih datang setelah menerima perlakuan tidak mengenakkan dariku. "I was talking to someone." Aku mendengar cowok dengan senyum bodoh tadi berbicara lirih. "It's Jessica Veranda!" "Oh." OH? Tanggapannya hanya OH?! Aku berbalik untuk memastikan apakah si pemilik suara OH itu benar-benar Farish yang aku kenal. Dugaanku tidak meleset. Ghada Farisha benar-benar berdiri disana! Seolah seluruh gerakan di muka bumi mendadak berhenti begitu aku melihat sosoknya. Dia mengenakan kaos putih di balut kemeja flannel warna merah, jeans dengan potongan standar dan tentu saja kacamata berbingkai hitam yang sudah hampir seminggu ini ditempeli selotip olehnya. Why is my heart beating frantically at the sight of him? Begitu mata kami bertemu, kejadian seminggu yang lalu di perpustakaan langsung terulang kembali di pikiranku. Rona merah langsung muncul di kedua pipiku begitu aku mengingatnya. "Well.. V-Ve.. Happy birthday." Cowok dengan senyum bodoh bernama Jordan itu kembali mengulurkan tangannya. Kali ini terdapat sebuah kado dibungkus dengan kertas merah hati dan terikat pita di atas telapak tangannya. Aku tersenyum masam sambil mengambil kado tersebut dari tangannya. Belum sempat aku mengucapkan terima kasih, Jordan kembali berbicara. "Gue harap bisa dapet kesempatan ngobrol dengan lo seperti ini lagi, Jessica Veranda." Jordan kembali memberiku senyum bodoh sebelum akhirnya berbalik pergi. Aku mencoba sebisa mungkin untuk tidak mencibir apalagi mengumpat cowok itu di hadapan Farish. Dia sudah cukup membenciku karena aku mengabaikannya. Aku tidak ingin membuatnya semakin membenciku hanya karena aku mengolok temannya. Yap. Farish's opinion matters. What the hell! Sekarang hanya tinggal kami berdua. Aku masih bertanya-tanya dalam hati alasan apa yang kupakai untuk menjelaskan padanya mengapa aku mengabaikannya beberapa hari belakangan. I mean, what are we going to talk about? Why is my heart racing furiously? Why am I freaking out? Why?? Act cool. Be cool Jessica Veranda. Ketika aku kembali menatap lurus ke arahnya, Farish tahu-tahu sudah berjalan menjauhiku. Kekecewaan dan jengkel langsung bercampur menjadi satu dalam hatiku. Bukankah dia kemari untuk menghadiri pestaku? "Farish!" Aku berteriak memanggilnya. Farish terus berjalan menjauhiku. Dia benar-benar bertingkah kekanakan dan semaunya sendiri. Aku mempercepat langkahku agar bisa menyusulnya. "Hey!!" Ku ketuk bahunya dengan ujung telunjuk begitu aku sudah berhasil mendekatinya. Farish berbalik dan memberikan aku tatapan dinginnya. Tatapan yang sama ketika aku melihatnya secara tidak sengaja di toilet saat Jody and the gank mem-bully-nya. "Kenapa lo langsung pergi? Bukankah lo kesini untuk menghadiri pesta gue?" "Don't mind me." Dia berbicara dengan nada yang dingin. Untuk alasan yang tidak kumengerti, aku merasa sakit hati dengan tiga kata darinya barusan. "What-" "Dari awal gue gak berniat untuk hadir, Jessica Veranda. Gue hanya menemani Jordan untuk memberikan kado itu ke lo. Urusan kami sudah selesai disini." "Listen, nerdy boy. Gue-" "Ve? Apa cowok aneh itu ngeganggu lo?" Belum selesai aku bicara, aku mendengar suara Vinno dari arah belakang. Dari nada bicaranya, jelas-jelas Vinno terdengar curiga sekaligus penasaran. Aku baru saja hendak berbalik menghadapnya tapi Vinno sudah lebih dulu berdiri di sampingku. Dia menatapku kemudian tersenyum. Great! Jika Vinno berada disini, sudah dipastikan Jody dan yang lainnya juga hadir di pestaku. Aku tidak ingat pernah mengundang cowok b******k itu. "Cla minta gue untuk nyariin lo. Dia bilang acara tiup lilin dan potong kue nya mau di mulai." Vinno memberitahu tanpa melepaskan tatapannya dariku. Aku hampir lupa kalau cowok ini adalah kekasih dari salah satu sahabatku. Mungkin dia datang bersama Cla? "Bilang yang lain kalau gue bakal kesana. Lo bisa pergi duluan. Gue mau ngomong sebentar dengan Farish." Raut wajah Vinno langsung berubah bingung begitu mendengar perkataanku. "Ve, sejak kapan lo dan cowok aneh ini.." "Dia cuma mau kasih ucapan selamat dan kado buat gue. Cuma sebentar. Lo bisa balik duluan dan bilang ke Cla kalau gue akan segera kesana." "Oke." Vinno mengangguk kemudian menyentuh bahuku. "Telpon gue kalau cowok ini ngegangguin lo," bisiknya lalu melangkah pergi. Setelah memastikan Vinno sudah menjauh dariku dan Farish, aku membalikkan kembali tubuhku. Farish ternyata sudah berjalan menjauh. "Nerdy boy!" panggilku padanya. Aku tidak tahu kenapa tapi aku ingin sekali berbicara dengannya meskipun hanya sebentar. Aku tidak ingin kembali ke acara pesta ulang tahunku dengan membawa masalah yang harus kuselesaikan dengannya. Aku sadar bahwa semuanya karena kesalahanku. Aku seharusnya tidak mengabaikan kehadirannya saat di laboratorium bahasa tempo hari. Aku berjalan mendekatinya. Baru saja aku hendak menyentuh bahunya, Farish mendadak berhenti kemudian membalikkan tubuhnya menghadapku. "Go back to your party, Queen. Tempat dimana seharusnya lo berada." Farish berbicara tanpa menatap wajahku. Tanpa menunggu jawaban dariku, Farish kembali berjalan menyusul temannya yang sudah lebih dulu pergi. Dia bahkan tidak mengucapkan selamat ulang tahun untukku. Jujur aku katakan, aku merasa tersakiti dengan ucapannya. Aku adalah Jessica Veranda Tanumihardja. The popular, rich, beautiful girl yang diidam-idamkan oleh semua rekan-rekanku. Aku sudah terlahir untuk menjadi seperti ini. Punya sahabat-sahabat yang menyenangkan, teman-teman yang selalu mengikuti semua perintahku, banyak penggemar yang mencintaiku sehingga membuatku semakin mudah untuk menguasai sekolah. To be The Queen Bee. But, what's the sense of being the queen if you are not happy anymore? Begitu aku kembali ke dalam rumah, Cla dan yang lainnya sudah menunggu kehadiranku. Rossie bahkan menarik lenganku untuk segera ke tengah ruangan dimana acara tiup lilin dan potong kue akan diselenggarakan. Setelah beberapa kalimat yang diucapkan oleh MC, seluruh tamu yang hadir kompak menyanyikan lagu Happy Birthday diiringi oleh musik yang dimainkan band pengiring. Setelah acara tiup lilin dan potong kue selesai, ketiga sahabatku langsung menghilang meninggalkanku sendirian. Bahkan Judith tidak terlihat batang hidungnya. Aku mulai merasa bosan di pestaku sendiri. Beberapa teman yang menghampiriku untuk sekedar mengajak mengobrol pun terpaksa aku layani setengah hati dan dengan sedikit senyum yang dipaksakan. Aku berulang kali melihat jam besar di dinding untuk mengecek apakah sudah waktunya pesta ini ku bubarkan. You're i***t Jessica Veranda! Bagaimana mungkin kamu membubarkan pesta ulang tahunmu sendiri? That's all because of him! Big damn to you, Ghada Farisha! Jika aku tidak menghindarinya dan bersikap seperti biasa padanya, apakah semua ini akan menjadi berbeda? Apakah Farish akan senang hati berada di pestaku, memberiku ucapan selamat dan kado indah? Aku menghembuskan nafas panjang mencoba mengusir segala kemungkinan yang tidak akan terjadi tersebut. Aku benar-benar merasa suram dan murung. Hanya bayangan Farish yang muncul di kepalaku lah yang bisa menyemarakkan sedikit mood ku. Suaranya, wajahnya, caranya menatapku. Ada sesuatu dalam dirinya yang membuatku semakin tidak mengerti. Setiap kali dia berada di dekatku, sesuatu di dalam diriku mendadak cerah seketika. Heavens, aku rasa ini bukan lagi sekedar perasaan tertarik yang sederhana. This is getting freaking scary! Tapi, tidak peduli seberapa kerasnya aku mencoba untuk berpikir rasional dengan diriku sendiri, mengingatkan bahwa perasaan ini tidak boleh terus berlanjut, bahwa aku tidak seharusnya merasakan perasaan semacam ini terhadap Farish, aku selalu mendapati diriku tidak dapat menjauh darinya. Seperti saat ini, aku dibuat setengah mati ingin melihatnya. Hanya Tuhan yang tahu seberapa besar keinginanku untuk bisa berbincang berdua dengannya daripada berbincang dengan orang-orang ini. Jessica Veranda is going crazy like hell right now! Aku sedang pura-pura sibuk mendengarkan celotehan beberapa teman sekelasku, ketika aku mendengar suara dentingan gitar yang beberapa malam ini sempat mengganggu tidurku. Suara dentuman Cajon perlahan mengiringi petikan gitar tersebut. Bagaimana aku bisa lupa dengan lagu ini? Ini adalah lagu yang pernah dinyanyikan Farish untukku saat kami berada di perpustakaan. Kepalaku langsung menoleh ke arah band pengiring. Tidak ada seorang pun yang sedang memainkan alat musik disana. Mereka terlihat sedang beristirahat dan menikmati hidangan di sebuah meja. Lalu, dari mana suara alunan musik ini terdengar? Para tamu yang datang terlihat tidak begitu peduli dan terus melanjutkan aktivitas mereka. Belum habis rasa penasaranku, suara yang amat ku kenal terdengar menyanyikan baris pertama dari lagu tersebut. Ghada Farisha! Bingung, aku akhirnya mengundurkan diri dari kerumunan dan mulai berkeliling mencari sumber suara. Aku harus menemukan Farish sekarang juga! He must explain to me about this! "Apa kalian tau dari mana lagu ini berasal?" Setelah berkeliling ke semua sudut dan tidak menemukan apa pun apalagi melihat bayangan Farish di mana pun, aku akhirnya memutuskan untuk bertanya dengan salah satu dari anggota band pengiring yang sedang makan. "Eh?" Cowok itu terlihat kaget pada awalnya. Setelah meneguk segelas air putih, ia menjawab, "ada seseorang yang minta kami untuk muterin lagu ini. Dia nyamperin saat kami baru datang tadi sore." "Siapa? Seperti apa orangnya? Apa kalian kenal?" Aku bertanya semakin penasaran. Cowok itu terlihat semakin bingung menjawab pertanyaanku. "Err.. Dia bilang kalau dia temen sekolah dari yang berulang tahun dan ingin kasih kejutan. Dia juga titip pesan setelah diputerin, keping CD nya diserahin ke yang ulang tahun sebagai kado." "Apa ciri-cirinya.. Berkacamata, putih-" "Ah iya-iya! Dia pake kacamata, gak terlalu tinggi, kulitnya putih, punya gingsul di-" Aku berbalik pergi sebelum cowok itu menyelesaikan kalimatnya. Orang yang dimaksud oleh anggota band itu, he must be Ghada Farisha! Tanpa menunggu lebih lama, aku menelusuri seluruh area lantai satu demi mencari seseorang yang saat ini benar-benar bisa membantuku untuk bertemu Farish. And there she is, berdiri dan sibuk bercengkrama mesra dengan Vinno. "Excuse me, bisa gue pinjem sahabat gue sebentar?" Aku menghampiri mereka saat mereka mulai ingin berciuman. Claressa menatapku dengan wajah tidak percaya dan aku membalas dengan pandangan menusuk. Seolah tidak punya pilihan lain, ia lantas memutar kedua bola matanya pasrah dan hanya diam saja begitu aku menariknya menjauh dari Vinno. "Wow, Ve. Lo gak liat kalau gue lagi.." "Lagi mau masukin lidah lo ke dalam mulutnya Vinno. Cla, please? Kalian harusnya liat-liat tempat kalau mau ngelakuin itu!" "Maksud lo di toilet? Gak ada tempat yang sepi disini kecuali toilet dan kamar lo, Ve. Atau.. Lo lebih suka kalau gue ngajak Vinno ke kamar lo?" Cla mengerling nakal menggodaku. "As if I would let you do that! God knows what will happen there!" omelku kesal. Meskipun aku kenal baik bagaimana Cla dan tahu bahwa ia tidak mungkin melakukan sesuatu yang tak senonoh, tidak menutup kemungkinan bahwa ia dan Vinno akan khilaf lalu berbuat m***m di kamar pribadiku. Satu-satunya tempat suci bagiku di antara seluruh ruangan di rumah ini. Cla tertawa pelan melihat reaksiku. "Jadi, alasan apa yang ngebuat lo sampe mengganggu sweet moment gue dengan Vinno?" Untuk beberapa detik, aku masih tidak yakin dengan apa yang ia tanyakan. Namun, begitu mendengar lagu yang kini dimainkan, ingatanku akan Farish kembali muncul ke permukaan. Suara Farish yang tengah bersenandung membuat detak jantungku berguncang dengan hebat. What is the title of this song? Aku dengar dari orang-orang Bahwa kamu semangat dipanggung Rasanya ku benar-benar inginkan Berlari berangkat sekarang juga Walaupun apply email tapi tidak pernah terpilih Selalu melihatmu dalam mimpi "Yeah.. Cla, sepertinya gue butuh bantuan lo." "Allright!" Suasana hatinya berubah antusias seketika. Tipikal Claressa. Dia selalu tertarik dengan gossip dan berita. Jika Kimmy adalah mulut, Cla diibaratkan sebagai telinganya. Dia selalu punya informasi mengenai data-data diri setiap penghuni sekolah. "Gue perlu informasi mengenai alamat rumah Ghada Farisha beserta nomor handphone nya." Kamulah dewi theater Akhirnya ku bertemu dengan jarak sedekat ini Ada kamu yang sangat indah Kamulah dewi theater Tuk pertama kalinya kesini Dibanding di tv atau majalah lebih bersinar Kusuka padamu "Apa? Kenapa? Apa lo punya rencana untuk ngebakar rumahnya?" Sepertinya bukan aku sendiri yang sedang gila disini. Cla lebih parahnya dibandingkan diriku. Nada suaranya terdengar lebih antusias dari sebelumnya. Suara nyanyian Farish terus terdengar di telingaku dan aku tidak ingin memberitahu lebih jelas kepada Cla alasanku sebenarnya. Aku sendiri tidak mengerti kenapa aku ingin tahu dimana rumahnya dan berapa nomor ponselnya. Yang aku tahu hanyalah aku ingin bertemu dengannya. Aku ingin ia berbicara padaku dan menjelaskan mengapa ia hanya mengirimkan aku lagu daripada hadir menyanyikannya langsung untukku disini sekarang. Tiap hari selalu berlatih Berusaha lebih dari semua Suatu hari semoga mimpimu Semuanya menjadi kenyataan Berada dimanapun hati ini telah terpaku Aku hanya melihat kepadamu "Lo inget tentang rencana kita waktu itu kan? Mengenai flirting ke Farish? Gue berencana untuk ngelaksanain rencana itu dengan main ke rumahnya besok. Gue bisa bawain orangtua dan adeknya buah tangan." "Ide lo bener-bener bagus, Ve! Totally!! Seenggaknya anak-anak gak ada yang akan ngeliat lo sedang berduaan sama dia. Lo inget kan kejadian pagi itu? Gue, Kimmy dan Rossie bahkan harus berkali-kali ngejelasin ke penggemar-penggemar fanatik lo kalau cowok nerd itu sama sekali gak ada hubungannya dengan lo. Gue tau elo gak bisa ngejalanin rencana rahasia itu karena lo selalu jalan bareng dengan kita bertiga. Tapi gak perlu khawatir, karena gue akan kasih alamat cowok nerd itu ke elo dalam waktu.." Cla berhenti sejenak sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling seolah sedang mencari seseorang. "Dalam waktu gak kurang dari satu menit. Secepatnya. Tunggu sebentar disini." Dewi yang sedang berkeringat Lebih dari kata orang Keras usaha kau tunjukkan T'lah mengetuk hatiku ini Dewi yang sedang berkeringat Ingin selalu datang bertemu Kesenangan melanjutkan hidup t'lah kutemukan Kusuka padamu Aku baru saja ingin protes tapi Cla sudah lebih dulu menghilang ke dalam kerumunan orang. Apa yang akan ia lakukan? Dia sebaiknya tidak kembali kepada Vinno dan melanjutkan sweet moment nya yang tertunda karena aku akan segera memotong lidahnya menjadi 10 bagian! Setelah beberapa detik yang bagaikan beberapa menit bagiku untuk menunggu Cla, dia kembali dengan senyum yang merekah di bibirnya. "Gue daaapeeeet" Dia berbicara layaknya sedang menyanyikan sebuah lagu. Kamulah dewi theater Akhirnya ku bertemu dengan jarak sedekat ini Ada kamu yang sangat indah Kamulah dewi theater 'Tuk pertama kalinya kesini Dibanding di tv atau majalah Lebih bersinar Kusuka padamu "Dapet apa?" "Alamatnya!" Aku menyeringai senang atas kecepatannya dalam mendapatkan informasi tersebut. Benar-benar cepat. Cla memang selalu bisa di andalkan dalam situasi seperti ini. Informannya selalu tersebar di mana-mana. "Mana alamat dan nomornya?" pintaku. "Udah dikirim ke handphone lo," beritahunya dengan bangga. Aku buru-buru memeriksa smartphone ku dan melihat sebuah pesan masuk yang dimaksud Cla barusan. Alamat dan nomor ponsel Ghada Farisha. Aku tidak bisa menyembunyikan sinar kebahagiaan ketika membaca pesan tersebut. Ku dongakkan kepalaku menatap Cla dan memberinya senyum puas. "Well done, Cla!" Cla mengangguk kecil. "Gue turut bersedih karena lo harus terlibat taruhan dengan cowok seperti itu Ve. Lo harus bisa dapetin hatinya dan buat gue dan yang lainnya bangga." Aku tidak terlalu memperhatikan apa yang selanjutnya Cla katakan karena pada kenyataannya aku sedang berusaha menyembunyikan kebahagiaanku darinya. Pikiranku penuh dengan adegan ulang dimana aku bertemu dengan Farish dan lantunan lagu darinya. Surprisingly, semua yang Claressa katakan tidak benar dan justru bertolak belakang dengan apa yang ada di dalam pikiranku. Tidak terlalu sulit untuk berada di sekitar Farish, in fact, aku sendiri dibuat terkejut dengan waktu-waktu menyenangkan yang telah kulalui bersamanya. Aku merasa sedikit bersalah pada Cla. Tujuanku sebenarnya hanyalah ingin berkunjung kerumahnya dan bertemu Farish untuk berbicara padanya. Tapi mengapa aku merasa bahwa aku telah mengkhianati kepercayaan sahabatku ini? Ugh, wake up Jessica Veranda! My intentions are clear as crystals. Just a girl coming over for a simple conversation. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN