She speaks fashion in a charming way. I use fashion for her charming smile.
"Apa?"
Gue menoleh kaget ke arah Firash yang mendadak bertanya. Adik gue satu-satunya itu sedang mengerjakan tugas sekolahnya di kamar gue. Laptop miliknya sejak kemarin kena virus dan dia terpaksa meminjam komputer yang berada di dalam kamar gue untuk mengetik jawaban dari tugas sekolahnya sekaligus berseluncur di internet.
"What do you mean by 'apa'?" Gue balik bertanya padanya dengan wajah yang tentu saja bingung. Gue dan Firash memang sudah berkomitmen untuk membiasakan diri kami berbicara dalam bahasa Inggris sesekali. 30% english, 70% bahasa. Hal ini sengaja kami lakukan sejak Firash menginjak bangku SMP. Berbeda dengan gue yang menguasai tiga bahasa, Firash sedikit kesulitan belajar bahasa asing dengan mudah. Karena inilah, gue sengaja melatihnya di rumah supaya dia terbiasa mengenal bahasa tersebut dan nilai-nilai mata pelajaran Bahasa Inggrisnya gak di bawah standar kompetensi.
"Kamu ngomong apa tadi barusan, Rish?" ulangnya.
"Gue gak ngomong apa-apa."
Firash memutar tubuhnya menghadap gue. "Aku denger dengan jelas tadi kamu ngomong sesuatu. You said that she speaks fashion in a charming way and then bla bla bla.. I can't hear youuuu.."
"Did I say that out loud?"
"You did!" seru Firash lalu kembali berbalik menghadap komputer. "Apa ini mengenai Kak Queen itu? Kak Rish suka sama dia? Those words are her favorit quote, right?" tanyanya sambil menekan jari-jarinya di atas keyboard.
"Darimana lo tau? Terakhir kali yang gue tau, lo bahkan gak mengenal siapa dia."
"Aku baca profilnya dari tabloid sekolah. You see, adikmu yang manis ini selalu tertarik dengan cewek-cewek yang selalu berkeliaran di sekitar Kakak." Firash berbicara tanpa melirik sedikit pun ke arah gue. "Jadi, permainan apa lagi sekarang? Kak Rish gak kapok setelah tragedi Melody Dalam Derita?"
Mendengar nama itu disebut, gue lantas memukul pelan puncak kepala Firash dengan jengkel. "Peraturan nomor tiga, jangan pernah sebut nama itu di depan gue. Dan sejak kapan elo ngasih judul kejadian itu jadi Melody Dalam Derita? Apa itu plesetan dari Dunia Dalam Berita?"
"Ow! It hurts!" Firash mengusap-usap bagian kepalanya yang baru saja mendapat serangan mendadak dari gue barusan. "Yes, judulnya keren kan? Aku berencana mau minta Kak Rish untuk mengangkat tragedi itu ke dalam novel terbaru Kakak."
"Gue gak akan buat novel dari kisah pribadi gue."
Seriously! What is this little girl thinking? Orang bodoh mana yang mau mempublikasikan kisah mengenaskan mengenai dirinya sendiri kepada orang banyak kecuali jika.. Yaah, jika yang membacanya tidak tahu. But, meskipun gue menggunakan lokasi dan nama tokoh yang disamarkan, orang-orang yang memiliki hubungan dengan gue pasti akan langsung tahu kalau kisah yang gue tulis itu adalah kisah gue sendiri.
"Okeeeee. Terus maksud kalimat kamu tadi apa Kak?" tanyanya lagi.
Gue hempaskan tubuh gue ke atas kasur sebelum menjawab pertanyaannya. Gue sendiri bingung mengapa gue mendadak berbicara seperti itu. I just.. Like those words.
"Cuma iseng."
"Ada apa dengan kamu, Rish? Apa kamu terlibat masalah dengan cewek itu? Kamu bisa cerita ke aku. Menurut temen-temen sekelas, cewek itu terkenal banget di seantero sekolah. Bahkan anak-anak dari sekolah lain pun tau siapa dia."
"I can handle my problems. Lo fokus aja belajar. Lo masih kecil belum ngerti apa-apa."
"Okeeee..," jawab Firash pelan sambil mengangkat bahunya. "Kelihatannya dia cewek yang baik. Jangan sakitin dia Rish."
"Wah, adik kecil gue udah mulai dewasa ternyata. Sejak kapan lo jadi suka kasih nasehat begini heh?" Gue bangkit dari tiduran gue kemudian merangkul leher Firash dengan gemas.
Firash tertawa kecil seraya memukul pelan tangan gue yang merangkulnya. "Oh ya Rish.."
"Hm?"
"Gimana dengan kacamata kamu? Tadi siang frame nya patah karena jatuh waktu kamu nolong Kak Queen. Apa sudah kamu benerin?"
"Ah!" Gue langsung berseru kaget. Untung saja Firash mengingatkan. Gue hampir aja lupa dengan nasib kacamata gue satu-satunya itu. "Ada di dalam saku seragam sekolah." Gue berjalan ke arah pintu kamar dimana baju seragam sekolah gue tergantung.
Firash ikut berdiri dan berjalan mendekat. Ia lalu berjinjit sedikit memperhatikan kacamata bernasib malang yang kini berada di atas telapak tangan gue.
"Apa rusaknya parah?"
Gue mengangguk. "Lumayan. Untuk sementara masih bisa gue benerin pake selotip."
"Rish, kamu bisa minta Kak Queen untuk memperbaikinya," usul Firash setelah memperhatikan kacamata berbingkai hitam dengan salah satu gagang yang patah itu dengan cermat.
"Ini bukan kesalahan dia."
"Tapi dia penyebabnya. Aku tau uang saku Kak Rish bulan ini gak akan cukup untuk benerin kacamata itu." Firash lalu kembali duduk di depan komputer dan melanjutkan mengerjakan tugas sekolahnya.
Gue berpikir sebentar mencoba menimbang-nimbang usul Firash tadi. Gue memang bukan dari keluarga yang cukup berada. Uang saku gue setiap bulannya cuma cukup untuk membeli pulsa telpon, bensin motor dan makan siang di kantin. Terkadang kalau ada sisa, biasanya akan gue tabung untuk membeli komik atau novel favorit. Kalau gue menggunakan uang saku itu untuk memperbaiki kacamata ini, gue terpaksa harus berpuasa selama beberapa minggu di sekolah. Meminta uang saku lebih sama Papa hanya akan membuatnya semakin kesulitan. Gue gak mau membebaninya dengan masalah keuangan gue sendiri.
"I'm done!" Firash berseru puas sambil mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi ke atas. Setelah itu, dia menggerak-gerakkan sendi-sendi disetiap tubuhnya yang terasa kaku.
"Mana tugas lo?" Gue berjalan menghampirinya kemudian mengintip layar komputer yang kini sudah berwarna hitam.
"Sudah aku email-in ke guru, Rish," beritahunya lalu bangkit berdiri dari atas kursi. "Kak Rish, I'm out."
"Yep."
Firash mengangguk lalu berjalan menuju pintu kamar. Sebelum menutup kembali pintu kamar gue, dia menyembulkan kepalanya dari luar kemudian berkomentar, "you do not have a good nice wonderful fashion taste to make her smile Rish." Setelah berkata demikian, Firash lantas menutup pintu kamar gue sambil tertawa-tawa.
Shit! I thought she didn't hear!
***
"Jessica Veranda Tanumihardja, what happened to you?"
"Apa lo baik-baik aja? Gue kira udah terjadi sesuatu sama lo. Pesan chat dari lo kelihatan seperti lo lagi sakit parah di rumah sakit!"
"Gue dan yang lainnya ngira lo kecelakaan atau semacamnya!"
Ketiga sahabatku langsung heboh bertanya saat aku membukakan pintu rumah dan menyambut kedatangan mereka. Aku tidak mengira mereka akan sepanik ini ketika mendapat emergency chat yang ku kirimkan di group w******p. Wajah Kimmy, Rossie dan Cla terlihat cemas menatapku. Ketiganya kompak memeriksa diriku dari atas hingga ke bawah sebelum akhirnya menginjakkan kaki ke dalam kamarku.
Setelah insiden menjengkelkan dengan Farish kemarin, aku langsung pulang ke rumah dan membatalkan seluruh acaraku hari itu. Aku bahkan tidak bisa tidur dengan nyenyak karenanya. Ketika terbangun keesokan paginya, aku masih tidak bisa berhenti memikirkan bagaimana cara membuat Farish jatuh cinta padaku. Aku bahkan tidak tahu apa yang diajarkan oleh guru-guru selama duduk di kelas. Hingga akhirnya sepulang sekolah, aku langsung mengirimkan emergency chat pada ketiga sahabatku untuk berkumpul malam ini di rumah.
"Girls.. Sepertinya kalian harus tau masalah gue. Gue akan jelasin semuanya tapi kalian harus tenang. Jangan panik. Oke?"
"Oh, finally!" seru Kimmy dengan wajah lega.
"Sebenarnya kita bertiga tau kalau lo lagi ada masalah. Tapi gue dan yang lainnya sepakat gak akan bertanya sebelum lo sendiri yang mau cerita." Cla berbicara sehingga aku langsung mengerti dengan respon yang diberikan Kimmy barusan.
"Jadi, apa yang buat lo akhirnya mau bagi masalah ini ke kita? Lo butuh bantuan?" tanya Rossie lalu bergerak duduk ke atas tempat tidurku. "Gue siap pasang badan buat lo."
"Ve, apa Jody macem-macem sama lo?" Cla bergerak mendekatiku sambil memegang kedua tanganku dengan wajah khawatir. "Gue gak akan maafin Vinno kalau sahabatnya itu ngapa-ngapain lo."
"Oh-My-God!" desis Kimmy tiba-tiba. Matanya terbelalak tak percaya. "Ve, apa lo.. Lo.. Hamil?" tanyanya dengan kedua tangan membentuk gerakan membulat di perutnya.
What the hell? Hamil? Aku balik menatap Kimmy dengan kesal. Meskipun aku cantik, populer, dan tidak pernah kekurangan uang, bukan berarti aku perempuan yang bisa mudah diajak tidur oleh laki-laki. Aku masih tahu agama, norma dan juga budaya.
"Kimmy! Lo kira gue cewek apaan??"
"Bukan, bukan begitu Ve." Kimmy cepat-cepat menggeleng. "Gue pikir lo sama Jody udah.. Yah, you know.. Jody mungkin aja bisa nekat dan maksa lo."
"Syukurlah.." Cla bernafas lega. "Wajar kalau Kimmy mikir begitu Ve. Akhir-akhir ini lo dan Jody kaya tikus sama kucing. Jody selalu berusaha ngehubungin lo dan lo terus menghindar."
Rossie ikut mengangguk menyetujui. "Kita bertiga selama ini gak bisa komentar apa-apa selain nunggu lo yang cerita sendiri."
"Alright. Kalian ingat saat gue di panggil oleh Pak Wardian untuk menyeleksi calon penerima beasiswa?"
"Ya. Hari pertama dimana kita masuk sekolah," jawab Rossie.
"Gue bertemu Jody dan Farish hari itu. Mereka calon penerima beasiswanya. Setelah selesai presentasi, Jody minta gue untuk memilihnya. Dia juga berusaha untuk mencium gue.." Saat aku berbicara, Kimmy langsung menutup mulutnya dengan wajah kaget. Cla dan Rossie hanya menatap, menungguku melanjutkan kisahku.
"Saat itu Farish yang menolong gue. Dan yah.. Kalian tau siapa Jody? Dia sama sekali gak punya otak. Jadi keesokan harinya gue menghadap Pak Wardian dan memberikan hasil keputusan gue."
"Dan pilihan lo jatuh pada Farish," tebak Cla sambil manggut-manggut.
"Yes. Awalnya gue gak mengira kalau keputusan yang gue ambil itu berdampak buruk bagi Farish. Gue baru tau setelah dua minggu yang lalu Kimmy cerita mengenai Jody dan korban bully nya tahun ini."
"Dan korban bully nya adalah Farish!" Kimmy ikut mengangguk mengerti. Wajahnya yang kebule-bulean tampak serius mendengar penuturanku.
"Begitu gue mendengar berita itu, gue langsung bisa menebak kenapa Farish lah yang jadi korbannya kali ini. Tebakan gue ternyata memang benar. Gue secara gak sengaja ngelihat Jody, Vinno dan yang lainnya nge bully Farish di toilet cewek. Jody mengakui sendiri alasannya nge bully Farish. Gue langsung merasa bersalah sama Farish saat itu. Dan, seperti yang kalian tau.. Gue bicara sama Jody di ruang ekskul nya sepulang sekolah dan minta Jody untuk berhenti ngelakuin aksi konyolnya ke Farish."
"Dan Jody mengabulkannya! Jadi seperti itu berita aslinya? Gue kira selama ini lo memang sengaja bermurah hati tanpa pamrih menolong cowok nerd itu." Tanpa menunggu cerita dariku selesai, Cla mulai berasumsi sendiri.
"No." Aku menggeleng cepat-cepat. "Awalnya niat gue memang seperti itu. Tapi Jody justru berbalik mengancam gue. Dia nge blackmail gue. Dia masih menginginkan beasiswa itu. Jody minta gue untuk membujuk Farish agar mau nyerahin beasiswa kedokteran itu secara sukarela. Jadi, sebagai gantinya, Jody akan berhenti nge bully Farish dan gak akan nge blackmail gue lagi."
"Dasar cowok b******k!" seru Rossie tiba-tiba. Wajahnya langsung berubah berang begitu mendengar penuturanku barusan. "Jadi, pada akhirnya lo turutin semua keinginan Jody? Gue gak mengira Jody punya sifat licik seperti itu."
"Of course, no!" jawabku sambil bergidik jijik. "Gue punya ide yang lain. Jadi gue mengajak Farish untuk kerja sama membuat Jody dikeluarin dari sekolah. Tapi dasar cowok kutu buku itu sok alim, Farish nolak ajakan gue dan justru memberikan beasiswa itu ke Jody!"
"What? Is he crazy or something?" tanya Kimmy tak percaya. "Karena Jody, dia jadi bulan-bulanan di sekolah."
Cla mengangguk menyetujui ucapan Kimmy. "Kalau gue jadi Farish, gue gak akan mau kasih beasiswa itu ke Jody. Setahu gue, sulit untuk dapetin beasiswa kedokteran di Universitas Global Persada. Gak semua orang bisa."
"Girls.. Fyi, salah satu alasan Farish kasih beasiswa itu adalah.. Karena dia tau kalau Jody nge blackmail gue. Well, secara gak langsung.. Farish mencoba untuk menolong gue meskipun saat gue tanya dia gak mau mengakuinya."
"Ah ya, dia pasti tertarik sama lo. Cowok mana yang gak akan takluk sama kecantikan dan pesona yang lo punya Ve?" Rossie menatapku dengan bangga. Claressa dan Kimmy saling berpandangan dan ikut tersenyum.
Oh! Andai saja mereka tahu bahwa Farish sama-sekali-tidak-tertarik-padaku!
"Ugh.. Justru disitulah masalahnya. Mungkin masalah gue dengan Jody sudah kelar karena bantuan Farish. Tapi masalah baru justru muncul. Well.." Aku berhenti sejenak mencoba memperhatikan ekspresi ketiga sahabatku satu per satu. "Jadi, gue terlanjur taruhan sama Farish."
"Oh My God, Jessica Veranda!" Kimmy terbelalak tak percaya. Di antara kami berempat, Kimmy memang paling anti dengan yang namanya taruhan. Kami sudah berjanji untuk berhenti melakukan itu dan kini aku telah melanggar janji yang telah kami sepakati bersama.
"I'm sorry. I can't help it, okay?" Aku mencoba membela diri. "Siapa yang gak akan tertantang untuk bertaruh kalau tau seorang ultimate nerd seperti Ghada Farisha sama sekali gak tertarik sama gue. Kim, kalau lo jadi gue, apa lo gak akan melakukan hal yang sama?"
"Farish gak tertarik sama lo?! Impossible!!" Rossie lagi-lagi berseru. See? Bahkan Rossie pun tidak percaya jika seorang cowok kutu buku, biasa saja, tidak ramah seperti Farish tidak menyukaiku.
"Nah, awalnya gue juga punya pikiran yang sama dengan Rossie. It's impossible! Jadi, gue bertaruh kalau gue bisa membuat dia tertarik sama gue."
Ketiga sahabatku mengangguk mengerti. Kimmy yang tadi sempat berwajah berang dan terlihat ingin mengomeliku perlahan mulai tenang dan kembali diam menunggu penuturanku selanjutnya.
"Jadi, lo bertaruh kalau lo akan membuat The Ultimate Nerd jatuh cinta sama lo?" tanya Cla memastikan sekali lagi.
Aku mengangguk mantap. "Bukan hanya itu. Gue cuma punya waktu dua bulan."
"Ah! Itu mudah. Banyak cara untuk bisa ngebuat seorang cowok jatuh cinta sama lo. Gue yakin lo akan jadi pemenang di taruhan ini."
"Ugh, Rossie.. Masalahnya.. Gue gak tau gimana caranya. Selama ini gue gak pernah mencoba untuk membuat seseorang tertarik sama gue. Kenyataannya, mereka lah yang selalu berusaha ngebuat gue untuk tertarik sama mereka."
"Untuk masalah itu, lo menemui orang yang tepat. Gue, Kimmy dan Rossie sudah banyak pengalaman di bidang ini. Kita punya 1001 cara ampuh untuk menaklukkan hati cowok. Apalagi kalau cowok itu cuma seorang nerd!" ucap Cla terdengar penuh percaya diri.
"Mungkin Farish cuma pura-pura gak tertarik sama lo. Mungkin aja ini salah satu caranya supaya bisa deket sama lo?" Rossie berkomentar.
Ucapan Rossie ada benarnya. Tapi, begitu aku mengingat bagaimana sikap Farish selama ini padaku, aku tidak mendapat kesan bahwa cowok nerdy itu menyukaiku. Cewek biasanya selalu punya radar untuk mengetahui jika ada seseorang yang tertarik padanya. Tapi dengan Farish, aku tidak menemukan sinyal apa pun darinya. Sama sekali.
"Sebelum kita bantu lo, boleh gue tau apa reward dari taruhan ini? Apa yang lo dapet kalau lo menang? Dan apa yang akan dia dapet kalau dia yang menang?" Kimmy bergerak memajukan tubuhnya mendekatiku.
"Kimmy! Ve pasti akan menang. Dia punya tutors yang berpengalaman seperti kita!" omel Rossie sambil menyikut lengan Kimmy.
Aku menarik nafas panjang sambil menatap ketiga sahabatku dengan pandangan serius. "Kalau gue berhasil membuat Farish jatuh cinta sama gue, dia harus mau kerja sama dengan gue untuk membuat Jody dikeluarin dari sekolah. Tapi kalau gue gak berhasil buat dia jatuh cinta, gue diminta berhenti untuk ganggu dia dengan mengajak dia kerja sama untuk ngejatuhin Jody. Dia bilang, gue harus mengakui kalau gue gak cukup menarik di matanya."
"Sinting! Dari mana dia punya kepercayaan diri dan harga diri setinggi itu? Dia pikir, siapa dia?! Penampilannya bahkan sama sekali gak menarik!" Rossie langsung berteriak heboh begitu aku menyelesaikan kalimatku.
"Who on earth doesn't fall in love with Jessica Veranda? The Queen Bee!" Kimmy geleng-geleng tak percaya.
"Ghada Farisha. He is!" sahut Cla kemudian bangkit berdiri dan mulai berjalan mondar mandir di dalam kamarku.
Aku sendiri masih tidak percaya bahwa akan datang hari dimana ada seseorang yang sama sekali tidak mengindahkan keinginanku. Aku dikenal sebagai seorang gadis yang selalu mendapatkan apapun yang kuinginkan. Seorang gadis yang bisa dengan mudah memiliki apa pun di dunia ini. Tapi ketika Ghada Farisha muncul, ia membuatku merasa bahwa aku bukanlah siapa-siapa, hanya seorang gadis biasa. I'm not just an ordinary girl.
"So, girls.. Any idea?" tanyaku penuh harap.
"Lo bisa dengan mudah buat dia jatuh cinta sama lo, Ve. Inget dengan gaya khas lo selama ini? Hanya dengan menyibakkan rambut, kedipan mata dan senyuman." Kimmy mencoba menyakinkanku.
"Sibakin rambut, kedipan mata, senyum. Sibak rambut, kedipan mata, senyum," kata Rossie berkali-kali seolah hal tersebut adalah mantra yang harus ku ingat seumur hidupku.
Saran yang diberikan Kimmy sebenarnya adalah ciri khas ku. Well, I'll make sure that I'll use these secret weapon on my desperate times.
"Dan jangan pernah menyerah Ve!" Kimmy kembali menyemangatiku.
Jessica Veranda tidak pernah mengenal kata menyerah. What do you expect? I'm Jessica Veranda, The Queen Bee!
Cla mendadak berhenti mondar-mandir dan menunduk menatapku. "Ve, ada hal lain yang belum lo jelasin ke kita bertiga."
"What?" tanyaku sambil menatapnya dengan bingung. Aku rasa aku sudah menceritakan semuanya dengan sangat jelas.
"Ini mengenai Jody. Apa yang dia lakukan ke elo sampai lo berniat untuk ngebuat dia dikeluarin dari sekolah? Apa sebenarnya isi dari blackmail Jody?"
Mendengar pertanyaan Cla, aku langsung terdiam. Melihat hal ini, Rossie dan Kimmy yang menyadari perubahan mood ku mulai menatapku lekat-lekat.
"Ve, lo bisa percaya sama kita. Kita sahabat lo." Kimmy mengusap punggung tanganku perlahan.
"Kalau lo gak siap untuk cerita, kita gak akan maksa. Iya kan Cla?" Rossie ikut bersuara sambil melirik Cla yang ikut menatapku dengan sorot penuh pertanyaan.
"It's ok. Gue akan cerita. Kalian berhak tau mengenai hal ini." Aku akhirnya berbicara setelah berpikir cukup lama. Aku menatap wajah ketiga sahabatku satu persatu kemudian menarik nafas panjang lalu mulai menceritakan mengenai kisah Mom.
***
Pagi itu gue baru aja mengantarkan Firash ke kelasnya kemudian belajar Matematika dengan Jordan di koridor depan kelas ketika Queen and her minions nya datang. Layaknya fashion show ala perancang busana kelas dunia, semua anak-anak mendadak berpaling menatapnya. Semua mata seakan terhipnotis untuk sesaat. Semua yang menghalangi jalannya perlahan menyingkir dan memberikan ruang untuknya.
"Oh meeeen, gue seperti habis diterjang badai ngeliat pemandangan indah seperti ini pagi-pagi," komentar Jordan tanpa berkedip menatap Queen.
"Lo masih baik-baik aja, man."
"C'mon! Ini cuma perumpamaan. Look at her! She is.. She is almost perfect!" kata Jordan tanpa bisa menahan air liurnya yang ingin menetes keluar.
"Oh yeah, I forgot. She is your majesty, your highness!" balas gue dengan nada menyindir.
Seriously! This guy totally in trouble for falling too hard with The Queen Bee.
"Ohhh.. Liat.. Liat.. Dia nyibakin rambutnya dan ngelirik ke arah kita!" seru Jordan tanpa mengacuhkan sindiran gue barusan. "Mungkin masa keemasan gue udah datang dimana pada akhirnya Yang Maha Elok Jessica Veranda menyadari keberadaan gue."
"Masa keemasan?" ulang gue gak habis pikir. "Dia gak ngeliat ke arah kita, man. Mungkin dia cuma.. Memandang sambil lalu," koreksi gue mencoba menggunakan kalimat yang lebih halus. Gue lalu kembali menatap buku catatan Matematika yang sempat gue acuhkan sejenak. Yap, Matematika lebih penting daripada fashion show ala Queen.
"Meeeen.. Gue serius kali ini. Veranda ngeliat ke arah sini. Dia lagi ngeliatin kita sekarang!" Jordan mulai sibuk menarik-narik ujung lengan seragam sekolah gue.
"Please, be quiet man. I'm trying to learn Math now!" omel gue tanpa berpaling dari buku yang sedang gue baca.
"Gue serius meeeen. Jessica Veranda lagi berjalan ke arah sini sekarang. Lo harus lihat ini! For the first time in my life meeeen!!" Jordan semakin sibuk menarik seragam sekolah gue.
Mungkin karena jengkel gak mendapat tanggapan yang berarti dari gue, Jordan lalu mengambil dengan paksa buku catatan gue. Mau gak mau, gue terpaksa mendongak dan menatapnya dengan kesal.
"What the.."
Gue baru aja mau memarahi Jordan ketika akhirnya menyadari bahwa The Queen Bee, Jessica Veranda Tanumihardja dan ketiga sahabatnya sudah berdiri di hadapan gue dan Jordan dengan gaya yang dibuat seanggun mungkin.
Gue lirik Jordan yang mendadak berubah kaku dan diam seperti patung tak bernyawa. Gue bisa merasakan aura gugup sekaligus penuh kekaguman darinya. This is really makes me sick!
"Hey nerdy boy!" sapa Queen setelah terlebih dulu menyibakkan rambutnya seperti di iklan shampo. Hal ini membuat Jordan semakin berdiri kaku di samping gue.
"What? Apa lagi mau lo sekarang Queen? Lo tiba-tiba menyapa gue di tengah keramaian. Lo gak takut kalau popularitas lo bakal merosot huh?"
"You're thinking too low about me, nerdy boy." Queen mengedipkan matanya setelah berkata demikian.
What happened with her? Did she forget to eat her breakfast this morning?
Berbeda dengan gue, Jordan justru menahan nafasnya sejenak sambil meremas ujung seragam gue kuat-kuat.
"See you this afternoon." Queen tersenyum sangat lebar sebelum akhirnya berbalik hendak pergi.
"This afternoon? You want to see me again, Queen? Are you already miss me that much?"
Jessica Veranda kembali berpaling menatap gue. Senyum lebarnya yang tadi muncul mendadak berganti dengan raut jengkel. Ketiga temannya berbisik-bisik ditelinganya. Mungkin mencoba untuk menenangkannya.
"What's wrong with your head, nerdy boy? Me? Missing you? That is so-"
"Possible. Right?" lanjut gue sambil menatap lurus wajahnya. "Ok, see you then my Queen." Gue tutup buku Matematika di tangan gue kemudian menyeret Jordan untuk segera masuk ke kelas.
Jessica Veranda Tanumihardja, I won't make my self look foolish in front of you. I won't let myself to fall head over heels on you.
***