"Mommyyy!!! Leska kangeen!!!" pekik Rezka seraya melepaskan genggamanku dan menghampiri wanita yang juga sama tegangnya denganku dan Gestazh.
Di sampingnya. Di sampingnya ada Nico, mantan suamiku. Ralat. Masih suamiku. Dia menatapku tanpa kedip. Maksudnya apa?
"Mommy! Leska kangen cama Mommy!" Wanita itu tampak gelagapan dan salah tingkah, mencoba mensejajarkan tubuhnya dengan Rezka.
"Hah? Iya sayang. Mommy juga kangen sama Rezka," sahut wanita yang tak lain adalah Naura.
"Rezka sini!" Dengan sekali gerakan, Rezka terhuyung keras dalam pelukan Gestazh. Sontak membuat Rezka terkejut dan meronta-ronta minta dilepaskan.
"Daddy lepas! Leska mau peluk Mommy!" Racau Rezka tak henti.
"Tidak!"
"Gestazh, lepaskan anakku!" Naura menyangkal ucapan Gestazh dengan beraninya. Aku masih terdiam, sesekali melirik Nico yang masih menatapku tak berkedip. Hei! Kenapa dia menatapku seperti itu? Membuatku salah tingkah.
Lamunanku terhenti ketika Gestazh meneriaki Naura dengan mata tertutup kabut amarah. Namun aku bisa melihat, ada tatap rindu yang ia coba tutupi.
"ANAKMU KAU BILANG?! KEMANA SAJA KAU?!" Makian Gestazh membuat sekeliling ramai dengan bisikan. Oke! Ini mesti dihentikan. Rezka juga melepaskan dirinya dari rengkuhan Gestazh lalu kembali memeluk kaki Naura.
"Gestazh, tenangkan dirimu! Lihatlah sekeliling!" bisikku membuat Gestazh menoleh ke kanan dan ke kiri. Dia menghela napasnya sejenak, mencoba melupakan makiannya yang belum selesai itu dengan membujuk Rezka untuk melepaskan selingkaran tangannya di tungkai atas Naura.
"Rezka! Jangan buat Daddy marah. Ayok!"
"Nggak auu.. Leska pen cama Mommy!"
"Dia anakku juga, Gestazh! Aku berhak!" ujar Naura dengan nada angkuhnya.
Gestazh yang sebelumnya membungkuk, kini dia menatap sinis Naura dan mendekatkan tubuhnya dengan mantan istrinya itu.
"Berhak? Iya kau sangat berhak! Tapi kau tak layak! Kau pikir segampang itu, Hah? Kau pikir aku akan melepaskan Rezka sebebas-bebasnya padamu mengingat kau yang sama sekali tak ada jiwa keibuan sedikitpun. Hanya harta yang kau incar. Kemana jiwa keibuanmu ketika sidang hak asuh anak? Bukannya kau dengan relanya memberikannya padaku hanya demi si b******k ini!" bisik Gestazh tegas penuh penekanan. Bahkan aku dan Nico pun masih bisa mendengar bisikannya.
"Hei! Kau bilang aku b******k?!" Nico mencengkram kerah jas Gestazh dengan raut wajah tak terima. Aku masih terdiam takut di sini. Apa yang harus aku lakukan untuk mengakhiri semua ini?
"Kau memang b******k! Kau bermain hati dengan istri orang ketika kau juga punya istri. Memangnya aku tak tau? Haha! Istrimu bunuh diri ya? Sialan! Pintar sekali kau berdrama, bukannya kau yang membunuh__."
"Gestazh sudah!" Aku hentikan ucapannya sebelum semuanya semakin rumit.
"Ayok! Rezka harus ikut Daddy!" Gestazh menggendong Rezka dengan susah payah, mengingat Naura yang menahan tubuh Rezka dan jangan lupakan Rezka yang masih memeluk erat Naura dengan tangisan yang mengeras karena paksaan Gestazh.
"Nggak au, Daddy!"
"Harus ikut! Rezka nurut sama Daddy!"
"Rezka sama Mommy aja ya!" Rupanya Naura masih berusaha.
"Rezka! Ayok!"
"Nggak auu Daddy hiks.."
"Gestazh lepaskan Rezka! Aku ibunya juga!"
"Terlambat, Naura! Aku bilang kemana saja kau selama ini!? Ayoook, Rezka!"
"Mommy hiks!! Mommy!! Leska ikut hiks...ikut cama Mommy!!" Tangisan Rezka menggema ketika ia terpisah dengan ibunya. Ia meronta-ronta dalam pangkuan ayahnya yang kini membawa tubuh kecilnya menjauh dari Naura. Aku masih gemetaran dan mengikuti langkah Gestazh yang sudah menjauh. Jangan lupakan tatapan benci yang aku dapat dari Naura, dan jangan lupakan tatapan yang ntah apa namanya yang Nico jatuhkan padaku.
******
"Daddy! Leska au ikut Mommy! Daddy lepacin Leska!! Daddy jaat cama Leska!!"
"Diam!"
Astaga! Aku menutup mulutku tak percaya melihat Gestazh dengan sampai hatinya mendaratkan Rezka di sofa ruangan khususnya dengan kasar. Aku baru melihat Gestazh keras pada anaknya dan ternyata berhasil, Rezka langsung terdiam karena kaget.
"Berisik! Nurut sama Daddy!" Gestazh setengah berteriak. Isakan tertahan Rezka menyahut makiannya. Anak kecil itu mencoba menahan tangisnya dan memeluk kakinya takut.
"Gestazh jangan sep__."
"Kau jangan ikut campur, Audi!" Ucapannya membuatku bungkam seketika. Iya memang aku adalah orang asing dalam keluarga mereka, tapi apa salahnya jika aku ingatkan dia kalau perlakuannya pada Rezka terlalu keras kali ini.
"Rezka! Kalau Rezka tak mau menuruti Daddy, Rezka pergi saja! Sana sama Mommy-mu! Tapi Daddy akan marah pada Rezka!" Labil sekali. Tadi saja mencoba menahan Rezka yang ingin ikut dengan Mommy-nya. Sekarang malah menyuruh pergi. Heum baiklah aku mengerti, aku tau Gestazh tak rela jika Rezka ikut dengan Naura. Terlambat. Ya kata itu yang pantas untuk Naura. Gestazh membutuhkan pembuktiannya dari dua bulan kebelakang, kenapa baru sekarang pedulinya? Tak adakah usaha untuk menemui anaknya? Tadi saja jika bukan karena kebetulan bertemu, Naura mana ingat pada Rezka. Dasar!
BLAG!
Gestazh membanting pintu ruangan ini dengan keras, meninggalkan aku yang terdiam mematung dan juga Rezka yang menangis sekeras-kerasnya. Aku tau dia harus melangsungkan tugasnya dulu sebagai dokter, ya memang dari awal itu tujuannya.
"Daddy!!! Daddy jaat!!! Daddy jaat cama Leska!!!" Ya Tuhan... Segini terpukulnya anak ini. Aku harus menghentikannya.
"Rezka sayang!"
"Kecana, Tante! Jan deketin Leska! Leska benci!" Semakin aku mendekat dia semakin histeris. Aduuh, apa yang harus aku lakukan?
Duk!
Ya Tuhan, Rezka! Aku tak bisa melihat dia menyiksa dirinya sendiri. Dia meluruh ke lantai dan membenturkan kepalanya ke lantai berulang-ulang. Dengan keberanian yang cukup, aku menghampirinya. Mencoba membujuk Rezka yang tampak seperti orang kesurupan.
"Daddy jaat!!! Hiks hiks huhuhuhu!!! Mommy!!! Leska benci Daddy!!! Mommy Leska cakit!!! Daddy banting Leska!!! Daddy cubit Leska tadi!!! Cakit Mommy!!! Hiks huaaaaa Mommy!!!"
"Rezka sayang dengerin tante. Rezka hentikan!"
"Nggak auu!! Tante pelgi! Leska benci Daddy," jeritnya histeris. Sepertinya Rezka benar-benar kecewa sekarang pada Daddy-nya. Ingatkah kalian, Rezka tunduk dan menangis meminta maaf kemarin hanya karena bentakan Gestazh. Tapi sekarang? Bukannya meminta maaf dan menangis penuh rasa bersalah, dia malah membenci Daddy-nya. Kasihan.
"Sayang jangan seperti itu. Jangan menangis seperti itu!"
"Nggak auu!!! Tante pelgi!!!" Dia mencoba menghempaskan tanganku yang mencoba meraihnya dalam pelukan. Duh, aku harus apa ini?
"Rezka, jangan menyiksa diri. Sudah, sayang, Daddy tadi bercanda doang. Daddy sayang sama Rez__."
"Boong! Daddy nggak cayang cama Leska! Tadi Daddy pukul Leska, Tante. Cakiiit...," adunya. Dia menunjukkan pergelangan tangannya yang mungil dan memerah. Bekas tarikan kasar Gestazh! Pria itu, ish! Apa gunanya sih harus kasar pada anak seusia Rezka? Toh Rezka tak mengerti apa-apa.
"Uuuu sakit, sayang? Sini tante obatin ya."
"Cakit, Tante," manjanya. Syukurlah, Rezka mulai bisa dibujuk kembali. Aku usap pelan pergelangan tangannya yang memerah dan tampak sedikit bengkak. Mengoleskan salep pereda nyeri urat khusus anak di pergelangan tangannya itu yang kebetulan ada di ruangan ini.
"Tante, pinggang Leska cakit juga. Tadi hiks waktu hiks Daddy banting Leska ke sofa hiks hiks pinggang Leska bunyi tlek gitu." Hah? Astaga! Gestazh benar-benar keterlaluan kali ini. Kenapa harus dengan kekerasan sih? Bagaimana jika pinggangnya patah? Arghh Gestazh! Bagaimana kalau Rezka sakit, kau pasti menyesal!
"Iya sayang sini tante usap ya," ucapku menenangkan. Kupeluk dia dalam pangkuanku. Membuka kemejanya dan mengoleskan salep pereda nyeri yang tadi di sekitaran pinggangnya yang memar.
"Pelan-pelan, Tante! Cakit hiks hiks huhuhu...."
"Ini pelan-pelan kok, Rezka. Tahan ya, biar sembuh."
"Tante pukul Daddy nanti ya. Pukul yang keras sampai mati!" Oke fix! Kali ini Rezka benar-benar marah.
"Iya nanti tante tonjok sampai bonyok ya. Rezkanya jangan nangis dong, nanti gantengnya hilang. Muaah!" Rezka tersenyum di tengah kesedihannya. Kukecup pipinya singkat.
"Tante, Leska pen esklim," kata Rezka lucu. Aku mengangguk setuju membuat Rezka memekik senang.
"Ayook, Tante!"
"Ettt tapi makan dulu ya. Isi dulu perutnya. Nanti Rezka sakit perut," ujarku wajar. Ya memang, Rezka belum makan tadi pagi. Karena sewaktu sarapan bersama, ia malah berlari-lari menghindari suapan omanya.
"Iya, Tante!" Uuuu anak manis.
******
Aku menuntun Rezka, yang tampak bahagia sehabis melahap eskrim vanilla, untuk kembali ke rumah sakit. Dia menggumam menghasilkan nada lagu anak-anak yang dia sukai.
Cepat sekali keceriaan Rezka kembali. Uh menggemaskan sekali anak ini.
Ceklek.
Kubuka pintu ruangan Gestazh dan aku terkejut melihat Gestazh terduduk dengan tatapan menusuk ke arahku. Rezka menyerukkan kepalanya di pinggangku membuang muka untuk menghindari pandangan ayahnya.
"Dari mana saja?"