Max masuk kedalam ruangan rawat Shelina, ia mengedarkan pandangannya, lalu tatapannya terkunci setelah menemuka orang yang ia cari, Shelina.
Langkah Max semakin melambat saat telah berada di dekat Shelina, Max tersenyum miring, "Otaknya cerdas, tapi hanya karena makanan saja bisa sampai seperti ini." Max menyentuh rambut Shelina, kemudian tangannya turun menuju pipi wanita itu.
"Cantik." kata Max sambil menatap wajah Shelina yang terlihat benar-benar polos dan tenang, tatapan Max beralih pada bibir wanita itu.
Saat itu Jared, tangan kanan Max sekaligus orang kepercayaan Max masuk kedalam ruangan itu, menemani tuannya, menghindari sesuatu yang buruk terjadi.
Tangan Max perlahan menyentuh bibir Shelina, Max mengusap bibir wanita itu, entah ada apa dengan diri Max, pria itu mendekatkan bibirnya pada bibir Shelina agar bersentuhan.
Sensasi aneh yang Max rasakan, rasanya sangat nyaman dan lembut, Max memejamkan matanya, ia mulai menghisap pelan bibir Shelina.
"Tuan, mengapa tuan mencium bibir nyonya muda Resse?" Jared bertanya setelah Max menjauhkan kembali bibirnya dengan bibir Shelina.
Max tidak menolehkan kepalanya pada Jared, matanya terus mengamati bibir Shelina yang menjadi merah setelah ia hisap, semakin menggoda bagi Max, "apa aku tadi berciuman?" Max bertanya balik.
"Ya tuan, anda barusan mencium nyonya Resse, maksud saya, anda bisa mencium nyonya muda Resse saat dia sadar tuan." Jared berdeham, entah mengapa ia jadi malu dan gugup sendiri menjelaskan hal ini pada atasannya, "--Rasanya akan lebih enak." lanjut Jared, ia membuang wajahnya malu.
"Rasanya menyenangkan, aku suka berciuman." ujar Max dengan polosnya, Max tersenyum samar, ia melangkah kan kakinya menjauhi tempat dimana Shelina terbaring, "Kali ini aku membiarkan dia, karena aku suka. Selanjutnya jika dia melanggar kesepakatan, maka aku akan memberinya hadiah." kata Max, Jared mengikuti langkah Max yang keluar dari dalam ruangan itu.
Max keluar dari sana dengan begitu santai, ia berjalan keluar dari rumah sakit itu, "Jared, dimana aku bisa mendapat ciuman yang lebih dari yang kurasakan sekarang?"
Jared yang saat itu sedang memegang ponselnya, mendengar ucapan Max dengan terkejut, ponselnya bahkan jatuh dari tangannya. "Apa anda--"
"Anda tidak perlu bingung, semua gadis pasti menginginkan anda mencium mereka, bahkan lebih." Jared mengucapkan itu dengan nada mengejek, bagaimana tidak? Max adalah salah satu pria sempurna di dunia.
Max terdiam mendengar ucapan Jared, entah apa yang kini ada dikepala pria itu, namun setelah beberapa saat, bibir itu terangkat menunjuka seringaian yang mengerikan.
***
Pintu terbuka, menampakan seorang wanita cantik dengan rok pendeknya yang ketat dan kemeja putih dengan dua kancing atas terbuka seperti di sengaja agar tubuh bagian atasnya terlihat.
Rambut wanita itu di sanggul keatas menampakan leher putihnya, di tangannya dia memegang sebuah berkas, ia melangkah dengan malu-malu pada Max yang melihatnya dengan intens.
"Siapa namamu?" tanya Max dengan raut wajahnya yang datar, wanita itu tersenyum malu-malu mendengar pertanyaan Max, baru kali ini Max peduli dengan karyawannya.
Selama 3 bulan menjadi sekertaris Max, Max sama sekali tidak tahu nama wanita itu dan tidak peduli, begitu pun pada sekertaris-sekertaris sebelumnya, mereka juga tidak pernah berbicara langsung pada Max, biasanya mereka bicara pada Jared, dan Jared lah yang menyampaikannya pada Maximillian.
"Nama saya Fiona, tuan." jawab Fiona, Fiona saat itu berdiri beberapa langkah dari pintu masuk.
"Kemari lah, kamu membawakan yang ku minta bukan?"
Fiona mengangguk gugup, ia berjalan mendekat pada Max, dengan tangan yang bergetar ia menaruh berkas yang ia bawa ke meja Max, matanya sedikit melirik wajh Max, wajah Fiona merona karena terpesona dengan ketampanan Max.
Raut wajah dingin Max terlihat sangat seksi di mata semua wanita, menyadari dirinya di tatap oleh Fiona, Max melihat wajah Fiona, mata mereka bertemu.
Max tersenyum tipis, senyuman itu membuat Fiona semakin terpesona, rasanya Fiona ingin memiliki pria itu, "Apa yang ingin kau lakukan, nona Fiona?" tanya Max begitu melihat kilatan-kilatan gairah Fiona.
Fiona menundukan kepalanya menahan rasa malu, "Apa kamu ingin menciumku?" tanya Max dengan seringaiannya.
Fiona terdiam, ia terkejut mendengar ucapan Max, bukankah ini kesempatannya untuk mendapatkan Max, apa Max terpesona oleh ku. Batin Fiona.
Ia melirik sekelilingnya dengan hati-hati, disina sangat ramai dengan para penjaga Max yang berdiri di setiap sudut ruangan, Fiona merasa ragu untuk mencium Max saat banyak orang yang menyaksikan.
"Kau tidak mau?" tanya Max lagi memecah lamunan Fiona.
Tanpa pikir panjang lagi, mengabaikan semuanya, yang Fiona pikirkan saat itu hanyalah dia harus mendapatkan Max.
Tanpa tahu malu, Fiona wanita yang pemalu hilang entah kemana, wanita itu naik keatas pangkuan Max, ia mengalungkan tangannya di leher Max lalu menyatukan bibir mereka.
Max tersenyum di tengah-tengah kegiatan itu, Max membiarkan Fiona puas bermain dengan bibirnya, hingga Max mulai menghisap bibir Fiona, wanita itu mengerang hanya karena berciuman dengan Max.
Tangan wanita itu kini mulai meraba-raba tubuh Max, "Max.. Engh!"
Bruk!
Tanpa Fiona duga Max malah mendorongnya hingga membuat tubuhnya terjatuh, Max menatap wanita itu dengan dingin, ia membersihkan bibirnya dengan tisu yang ada di meja.
Max menatap Fiona jijik, Fiona yang masih terkejut dan terpukul hanya bisa diam, "rasanya berbeda, tidak enak!" perkataan Max sukses membuat Fiona merasa malu.
Fiona melirik para penjaga Max yang terlihat menertawainya dengan mata mereka, Fiona bergegas berdiri, lalu pergi dari sana dengan mentalnya yang kacau.
Sedangkan disana Max berdiri menatap kepergian wanita itu dengan dingin dan jijik, "Menjijikan!" desis Max.
To Be Continue