SATU

630 Kata
"Gue butuh penjelasan dari lo." Alaric sudah mensejajarkan langkahnya dengan Diani. Gadis itu terlihat malas-malasan dan lebih banyak diam. Diani akhirnya menghentikan langkahnya, kemudian menatap Alaric dengan tatapan datar. Di dalam hatinya, perasaan kesal dan sedih berkecamuk, tapi dia tidak tau harus mulai bicara dari mana. Masalah ini bukan lagi sepele, seperti yang sudah-sudah. Kali ini Bundanya ingin memperkenalkan Diani dengan seseorang. Ini pertanda Bundanya benar-benar serius ingin anak gadis satu-satunya itu cepat menikah dan mempunyai momongan. "Penjelasan apa sih, Ric? Memangnya gue bikin kesalahan sama lo? Atau sama yang lain?" tanya Diani lemas, tampak sekali gadis itu sebenarnya tidak ingin diajak bicara. Alaric menghela napas, "Penjelasan tentang apa yang terjadi sama lo. Pasti ada sesuatu hal yang terjadi, nggak mungkin tiba-tiba lo berubah jadi ayam sayur kayak gini, lesu banget!" Sesuai ekspetasi, Diani tau Alaric akan menanyakan hal itu. Pria bertubuh yang lebih tinggi sekitar sepuluh senti dari tubuhnya itu masih terpaku, menunggu jawaban dari gadis yang berdiri dengan senyum masam didepannya. Bukannya memberikan penjelasan, Diani malah menarik tangan Alaric dan menggandengnya seperti sepasang suami istri yang berencana ingin belanja akhir bulan. "Ini kenapa sih?" Lagi, pertanyaan itu menguap begitu saja karena Diani tak berniat untuk menjawabnya. Gadis itu masih saja terus menarik Alaric, diiringi beberapa godaan kecil dari teman-teman kantor yang melihat aksi mereka berdua. "Bu Diani sama pak Alaric jadian ya?" "Ciyeee, makan siang besok kayaknya ditraktir pak Alaric nih." "Jadi, yang digosipin mau nikah itu kalian berdua?" Alaric hanya menggeleng dan tak membenarkan godaan itu, walaupun sebenarnya kata-kata tersebut sedikit membuat wajah Alaric bersemu merah. Tahu-tahu Diani berhenti, membuat d**a bidang Alaric bertabrakan dengan punggung kecil milik Diani. "Lo kenapa sih? Udah narik-narik gue gak taunya lo berhenti tiba-tiba gini!" Alaric kesal karena dia tak kunjung mendengar jawaban. Diani malah cemberut, dan menatap Alaric dengan wajah galaknya. "Kalo misalnya gue nikah sama lo gimana, Ric?" Deg. Degupan jantung Alaric berpacu, nyaris merosot meninggalkan tempatnya. Wajahnya mulai menghangat, untung saja dia dan Diani saat ini berada di parkiran mobil dengan pencahayaan yang kurang. Meski begitu, Alaric tetap takut semburat merah jambu di wajahnya tertangkap basah oleh Diani. Gugup, Alaric malah menyentil dahi Diani sehingga meninggalkan bekas yang sedikit memerah. Diani menatap Alaric sambil meringis kesakitan. "Bukannya dijawab malah disentil, lo mau gak, Ric?" Alaric menghela napas panjang, "Sebelum lo nanya jawaban gue, lo harus jawab pertanyaan gue dulu. Sebenernya, lo itu kenapa?" Diani kembali muram. Dia menceritakan bagaimana sore tadi Bundanya menelpon dan bilang ingin memperkenalkan seseorang kepada dirinya. Walaupun belum tau siapa Pria itu, tetap saja Diani tak suka atas usul Bundanya itu. Untuk menghindari itu semua, Diani harus menikah, atau minimal memperlihatkan bahwa dia saat ini sudah mempunyai pacar. "Jadi, gue mendingan ngajak lo nikah. Tenang aja, kita bisa hidup seperti apa yang kita mau. Cuma ngubah status dan tempat tinggal aja. Selebihnya terserah lo, pokoknya gue mau nikah sama lo karena gue gak ada pikiran untuk menjalin hubungan ama orang lain, prosesnya kelamaan. Gimana Ric, lo setuju gak?" Diani menatap Alaric dengan mata berbinar, berharap teman pria nya itu mau menjadi pasangan untuk menikah. Alaric tampak berfikir, namun sekali lagi Diani dihadiahi sentilan di dahi. "Lo pikir nikah buat main-main?" Alaric mencibir, "gue cuma mau nikah sekali, itupun dengan wanita pilihan gue sendiri." Diani kembali cemberut. Raut wajahnya bagaikan emoji di w******p, banyak dan berubah-ubah. Dia menghela napas kesal tanda rencana gila nya tidak disetujui oleh Alaric. Sementara Alaric masih menenangkan dirinya yang ingin melonjak kegirangan. Rasanya dia ingin teriak tapi dia tidak bisa melakukan itu. Siapa sih yang tak merasa senang diajak menikah oleh orang yang disukai? Meskipun dia senang, tetap saja rencana gila Diani itu adalah hal yang salah dan tak patut dilaksanakan. Pada akhirnya, merekahanya berjalan dalam diam menuju mobil masing-masing, meninggalkan sejumlah tanya yang tak terjawab dalam pikiran mereka. ~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN