" Apakah arti pandangan itu menunjukkan hasratmu"
“Halo? Uri?”
Mata gauri melotot mendengar suara Ganendra di telepon. Kenapa Ganendra bisa tahu dirinya yang telpon? Apa.. apa.. Ganendra memiliki CCTV di rumahnya?
Gauri dengan cepat melirik setiap sudut kamarnya memastikan ada atau tidak adanya CCTV. Lagipula kapan juga Ganendra ke kamarnya??
Bodoh.. bodoh.. tentu saja Ganendra bisa tahu ia yang menelponnya, secara ini panggilan WA dan ia menggunakan PP dirinya. Ahh.. sejak kapan dirinya seperti ini sih?
“Uri, ada apa?” sekali lagi Ganendra bertanya dan tanpa basa-basi Gauri mematikan panggilannya lalu memblokir nomor Ganendra.
Ya, ini lebih baik!
…
“Acara pameran?”
Jaka mengangguk dan kembali berbicara dengan Kakaknya. “Jadi, di gedung sabuga, akhir bulan ini ada pameran kerajinan tangan. Nah selain menampilkan setiap produk di stannya, bisa juga membagikan pamflet, selain itu juga bakalan banyak dikunjungi oleh orang-orang. Perkiraan 2000 orang yang datang dari berbagai kalangan.”
“2000 orang? Ka, ikutan yuk!!”
“Kebetulan teman yang jadi panitia, cuma ada persyaratannya Teh.”
“Apaan?”
“Harus punya SKU, jadi usaha kita terdaftar resmi soalnya buat peserta pameran nanti bakalan sering di ajak acara kayak gini sama seminar gitu lah.”
“Yaudah kamu bikinin,”
Jaka mengangguk dan mengulurkan tangannya membuat Gauri mendengus mengetahui apa yang dipikirkan adik liciknya itu.
“Bikin dulu nanti duitnya,” ujar Gauri sambil memakan bala-bala hangat yang dibuat Mama.
“DP dulu dong Teh, kan aku bolak balik nih ke rumah pak RT sama pak RW.”
Gauri menatap jengkel Jaka yang sedang tersenyum lebar di depannya. Dengan malas ia mengambil dompet dan memberikan selembar uang biru kepada adik matrenya itu. “Nih, bikin yang cepat !”
“Siap boskuuu.”
Setelah rumah sepi karena para penghuni kembali dengan aktivitasnya yang hampir semua berada di luar rumah kecuali Gauri, akhirnya Gauri lebih memilih berdiam di ruang kerjanya. Ia menyalakan laptop dan membuka email serta akun tokonya untuk melihat siapa tahu ada orderan masuk kepadanya.
Namun ternyata kosong.
Beginilah suka duka memiliki usaha sendiri. Ada saatnya ramai dan ada saatnya sepi. Untunglah Gauri tidak memiliki pegawai, sehingga ia tidak pusing bagaimana harus menggaji ketika orderannya sedang sepi seperti ini. Hanya saja ia merasa bosan.
Ingin keluar pun ia tidak ada tujuan.
Akhirnya untuk menghabiskan waktu, Gauri memilih untuk membuat handuk. Kebetulan ia masih ada sisa kain katun.
…
Beberapa hari kemudian
Gauri yang sedang menonton TV, menatap bingung ketika adiknya memberikan map hijau kepadanya. “Apaan nih?”
“SKU, udah ditandatangani sama pak lurah tinggal minta cap ke kecamatan,”
“Yaudah sama kamu aja.”
“Enggak bisa, aku mau ke kampus, sama teteh aja ya biar cepat beres langsung daftar pameran. Cuma minta cap aja kok.”
Gauri berdecak. “Ih, enggak tuntas kamu mah!!”
“Ya Allah teh tinggal minta cap aja kecamatan kan yang bolak-balik aku. Lagipula yang teh waktu aku ke rumah pak RT, aku tuh di omelin tahu.”
“Diomelin kenapa?”
“Gara-gara status teteh di KTP!” ucap Jaka dengan nada emosi. Sepertinya adiknya ini benar-benar kesal.
Gauri mengambil KTP di mapnya dan melihatnya. Memangnya ada masalah dengan statusnya??
“Kata pak RT, status teteh yang terpampang di situ itu termasuk kasus penipuan terhadap masyarakat. Harusnya status teteh itu janda bukan single.” Adu Jaka.
“HAH? Kan teteh nikahnya enggak nyampe sehari!!” protes Gauri terkejut.
Jaka menepuk pahanya sekali dengan suara keras. “Nah itu! aku juga udah bilang kayak gitu ke pak RT. Tapi pak RT malah bilang ‘mau nikah sejam, setengah jam atau sedetik kalau sudah ada ijab qabul itu tetap hitungannya sah sudah menikah. Kalau berpisah secara resmi itu berarti statusnya sudah janda dan duda walaupun istrinya masih perawan.’” Jaka menirukan suara pak RT dengan ekspresi yang membuat Gauri ingin menonjoknya.
Gauri melipat lengannya di depan d**a, menatap Jaka kesal. Tidak, ia tidak marah pada Jaka, malah ia bersyukur segesrek apapun Jaka, adiknya itu selalu membelanya.
“Yaudah, Teteh yang selesain ini.” Gauri mengambil uang di dompetnya dan memberikan 2 lembar uang berwarna biru pada Jaka. “Nih upahnya!”
Jaka tersenyum lebar mengambil uang dari Gauri. “Makasih Teteh!”
Setelahnya, Gauri segera mandi dan bersiap-siap untuk berangkat ke kecamatan. Datang lebih pagi maka urusannya akan semakin cepat selesai.
Memakai blouse berwarna biru muda dengan lengan panjang dan celana jeans berwarna gelap, Gauri segera berangkat ke kecamatan menggunakan motor. Letak kecamatan sekitar 2 km dari rumahnya.
Begitu sampai di kecamatan, Gauri segera memarkirkan motornya di tempat parkir yang telah di sediakan. Ia kembali mengecek isi map, takut-takutnya ada yang kelupaan dan ia akan sangat malas jika harus kembali ke rumah.
Setelah yakin apa yang ia bawa tidak tertinggal. Gauri segera masuk ke dalam kantor. Ia sedikit terkejut karena pengunjung kecamatan ramai. Ia pun mengambil nomor antrian dan duduk di kursi tunggu.
Melihat antriannya yang masih harus menunggu, Gauri pun memilih membuka ponselnya dan mengecek instagramnya. Tidak ada yang aneh, lebih banyak postingan teman-temannya yang memamerkan liburan, foto anak dan makanan. Haaaah, memang i********: itu ajang untuk pamer.
“Uri??”
Gauri terkesiap, ia segera mematikan HPnya dan mengangkat kepalanya. Gauri menatap pria di hadapannya, merasa tidak yakin dengan yang ada di hadapannya, Gauri mengucek matanya memastikan bahwa apa yang dilihatnya bukanlah halusinasi.
“Kenapa ada di sini?”
“Nendra?? Kok. Kamu.. di…” Saking terkejutnya, Gauri sampai terbata-bata berbicara.
“Uri, saya senang banget ketemu kamu! Saya chat berkali-kali cuma ceklis sekali, saya telpon juga tidak nyambung.”
Gauri yang baru tersadar dari keterkejutannya segera melihat sekelilingnya. Astaga ia menjadi pusat perhatian orang-orang, apalagi para pegawai terang-terangan melirik ke arah dirinya dan Ganendra.
“Nendra, kamu.. kerja di sini?”
Ganendra mengangguk. “Kamu ngapain ke sini?”
“Saya mau minta cap SKU,”
Ganendra mengangguk mengerti. Pria itu melirik nomor antrian yang berada di tangan Gauri. “Masih jauh ya nomor antriannya,”
Gauri mengangguk malas.
“Mau saya bantu?”
“Bisa?”
“Tapi ada syaratnya,”
Gauri memandang curiga Ganendra.
“Saya enggak bakalan minta macam-macam Uri, saya cuma pengen kamu buka blokiran nomor saya. Kamu ingat kan kita masih ada projek souvenir untuk pernikahan kakak saya.”
Gauri menganga. “Kamu masih mau order di saya?”
“Tentu saja,”
Tanpa sadar Gauri menggenggam kedua tangan Ganendra, membuat pria itu tersentak dan sontak mukanya memerah. “Aku pikir kamu mau cancel karena aku udah berlaku enggak sopan sama kamu!”
“U-uri.. e-enggak, justru saya yang minta maaf karena membuat Uri tersinggung.”
Gauri melepaskan genggamannya dari Ganendra membuat pria itu menghela nafas lega. Cepat-cepat Gauri mengambil HPnya dan mengetik sesuatu.
“Nih udah aku buka blokirannya,” Gauri menunjukkan layar HPnya.
Ganendra tersenyum. “Yasudah, mana yang harus di stempel?”
Gauri menyerahkan mapnya dan memberikan kepada Ganendra. Ganendra pamit masuk ke dalam ruangan dan tidak lama ia keluar.
“Kok cepet?” tanya Gauri begitu mengambil map dari tangan Ganendra.
Ganendra hanya diam saja.
“Yasudah aku pulang dulu, makasih ya Nendra. E.. kalau mau bahas soal souvenir enggak usah ragu-ragu buat kontak aku ya.”
Ganendra mengangguk. “Hati-hati di jalan, Uri.”
Begitu sampai di motornyam Gauri membuka map untuk memastikan SKU nya sudah di stempel. Ia tersenyum melihat stempel yang tertanda di SKUnya, berarti Ganendra bisa dipercaya.
Mata Uri mengerut melihat nama yang tertera di bawah stempel.
Ia terdiam sebentar dan kembali membaca nama yang tertera dengan pelan.
APAAA? JADI GANENDRA ITU PAK CAMAT????