Kilasan Masa Lalu / POV Leyra

1273 Kata
Kelulusan Andrea dirayakan dengan meriah. Aku sangat antusias ikut, hanya dengan melihat tawa Andrea cukup membuatku terhibur. "Selamat ya Sayang," ucap pak Laoval. Andrea menggenggam tanganku, begitu juga dengan Mama Lauren yang mengusap pundakku. Semua bersorak untuk perayaan itu. Banyak hadiah yang Andrea dapatkan, dia mengajakku untuk membukanya. Aku sangat senang melihat hadiah hadiah mewah itu berbeda dengan Andrea yang terus mengumpat kebosananya karena mendapatkan hadiah yang telah dimilikinya. "Kamu ambil saja semua, aku tidak suka ini semuanya aku bosan!" ujarnya. Para bibi tanpa disuruh mulai membawa hadiah-hadiah itu ke kamarku. Aku hanya tertawa melihat Andrea yang mengerucutkan dahi. "Kak, kau lucu sekali," ujarku sembari mencubit pelan lengannya. Andrea menatapku, ia lalu memelas. "Apa kita tidak bisa pergi kemanapun?" Aku menggeleng, "aku harus belajar," jawabku cepat. "Lagi?" tanyanya shock. "Aku harus masuk ke universitas yang bagus." "Kau ini, untuk apa bekerja keras begitu kan ada papa tinggal---" "Menjentikan jari, dia akan mewujudkan keinginan kita. Begitu? Tidak Kak, aku tidak bisa seperti itu. Apapun yang aku capai, pokoknya harus diawali dengan kerja keras dulu. Bagaimana pun hasilnya aku tetap bangga." "Hmmm, bisakah kita pergi sekali saja. Aku mohon please...." Aku membuang napas pasrah, mungkin sudah saatnya juga aku membuang frustasi ku yang mengganggu dalam sebulan terakhir ini. Tak apalah untuk menghibur diri sejenak. "Baiklah," ujarku yang langsung membuat raut wajah memelas Andrea itu berubah cerah. "Aku tidur sekarang, ingat ya besok kita pergi, mari kita nikmati masa tua ini...." Andrea beranjak menaiki tangga sembari bernyanyi meninggalkanku sendiri. Dia tidak berubah sama sekali tetap kekanakan dan manja. Tapi aku suka sosokya itu. Aku menoleh ketika mendengar langkah kaki yang tengah menghampiriku. Pak Laoval, aku segera berdiri akan beranjak dari sana. "Leyra, tunggu." Aku menoleh ketika namaku dipanggil. "Ada yang ingin kubicarakan," ujarnya sembari memberi kode agar aku kembali duduk. "I-iya ada apa pak?" tanyaku gugup. "Kenapa memanggilku begitu, bukankah kita sudah menjadi keluarga sejak sebelas tahun yang lalu?" "Baiklah, lupakan saja maksudku. Aku tahu kamu pasti sudah tahu rumor yang sedang beredar yang mengatakan bahwa Andrea mencuri nilaimu. Aku salut, kamu tidak mempermasalahkannya dan dengan setia masih mau menjadi adik untuknya." Melipat kaki kanannya berpangku kaki kiri. Sebenarnya aku terkejut, ternyata itu bukan rumor. Sejujurnya, aku tidak begitu memikirkan nilai itu karena besar tidaknya tidak akan mempengaruhi kedudukanku di keluarga ini. Mereka tidak akan memuji ataupun marah karena nilaiku yang bagus ataupun buruk. "Anggap saja ini, salah satu bayaran darimu karena memiliki nama besar keluarga kami yaitu Laoval." Suaranya yang terdengar tenang sekaligus menusuk itu membuatku terkejut. Bayaran? "Katakan universitas mana yang ingin kamu masuki, aku akan mengupayakannya," lanjut pak Laoval. Aku segera menggeleng, "saya akan berusaha sendiri, Pak." Pak Laoval tertawa pelan, sebuah pemandangan yang langka. "Betapa bangganya aku kalau saja kamu anak kandungku. Tapi sangat disayangkan, kita bahkan tidak memiliki tipe darah yang sama." Pak Laoval beranjak meninggalkanku yang terkulai lemas, menahan napas karena rasa canggung dan takutku. Selama sebelas tahun itu, ini pertama kalinya kita berinteraksi. Sungguh sangat diluar prediksi, pak Laoval membahas bayaran yang tak kutahu kapan aku bisa melunasi nama yang berharga itu. *** Samar, Leyra melihat langit-langit rumah. Denyutan kepalanya sudah menghilang, ia terkejut mendapati Rayn yang terduduk di sampingnya. Pria itu masih tertidur pulas, bisa ditebak sepertinya dia baru saja tertidur. Leyra membelai pelan rambut suaminya itu, "aku pernah mendengar kalimat di dalam hidup yang pedih setidaknya akan ada seberkas harapan untuk bahagia. Apa sekarang, aku sedang menjalani bahagia itu? Hah, aku tidak tahu. Aku hanya ingin mengingat tentang bagaimana pernikahan kita dimulai." Rayn menangkap tangan Leyra yang mengelus kepalanya. Pria itu membuka matanya, hingga membuat pandangan mereka beradu. "Anda sudah bangun?" tanya Leyra, salah tingkah. Rayn mencium tangan Leyra, "tadi malam, apa kamu mengingat sesuatu yang sangat menyakitkan. Dokter bilang, kamu shock, karena ada ingatan yang tidak mengenakkan muncul. Dan, kamu begitu setelah mendengar nama tuan Laoval," jelas Rayn sembari memasang wajah lirih. Bisa-bisanya aku lupa, aku kira itu mimpi. Tapi yang ganti pakaian, riasan eh... Leyra memperhatikan pakaiannya yang berubah. Ia lalu menatap Rayn seolah mengintimidasi. Rayn terkekeh betapa lucunya wanita itu di matanya. Wanita itu berdehem, "ini Anda yang menggantinya?" tanyanya pelan setengah menahan malu. "Tentu saja, siapa lagi?" Rayn menjawab dengan wajah yang meyakinkan. Leyra kikuk, ia menutupi wajahnya dengan bantal. Sesekali mengutuk dirinya. "Apa salahnya kalau aku yang melakukannya. Aku kan suami mu, kita bahkan sudah sering melakukannya. Kenapa harus malu?" Rayn terus menggoda istrinya itu, hingga wajahnya bersemu malu. Aku tidak menyangka akan melihat sisi dirinya yang seperti ini. Bahkan dulu, jangankan melihatku mendengar langkah kakiku saja dia menghindar. Aku jadi semakin ingin memilikinya. Rayn naik ke tempat tidur, melepaskan bantal dari wajah istrinya itu. "Aku ingin menciummu, apa boleh?" Leyra tertegun, ia lalu mengangguk mengiyakan. Rayn lalu mendekatkan wajahnya membuat wanita itu menutup matanya. Leyra mengira Rayn akan mencium bibirnya, Rayn justru mendaratkan ciumannya di dahi wanita itu. Untunglah, aku juga tidak menyikat gigiku tadi malam. Tak disangka ciuman Rayn berpindah ke bibir Leyra membuat wanita itu terkesiap. Ke-kenapa sekarang di bibir? "Mandi sana, aku akan mengantarmu ke kampus. Aku juga mau bersiap-siap, ke kantor," ujar Rayn sembari mengusap bibir Leyra. Leyra menunduk malu, lalu segera bangkit dan berlari menuju kamar mandi. Rayn tersenyum kemudian beranjak ke luar dari kamar. **** Di kampus... Leyra mengunyah sandwichnya dengan lahap. Dia bersama Sally dan Niel yang duduk di depan Leyra. Sesekali Leyra diam-diam memperhatikan Niel yang terus mengoceh pada Sally yang sedikit ceroboh. Beberapa hari ini mereka memang terlihat semakin sering bertemu. Niel yang dulunya mendatangi Sally hanya untuk menanyakan Leyra, sekarang ikut gabung bersama kedua wanita itu. Leyra menyipitkan matanya seolah mengintimidasi Niel. Bagaimana bisa pria itu menyembunyikan perasaannya se-rapi itu? Berpura-pura terlihat menyukaiku. "Leyra, apa kau ganti mobil?" tanya Sally tiba-tiba. Leyra menoleh, lalu menggeleng. "Tadi, aku lihat kamu diantar pakai mobil roll royce hitam dan itu keluaran terbaru tahun ini," ujar Sally dengan wajah yakin. "Dan sepertinya kamu pakai supir ya, padahal dulu kan biasanya bawa mobil sendiri." "Wah, aku bahkan belum tahu roll royce terbaru. Kau sungguh beruntung ya Leyra," timpal Niel. Leyra tersenyum canggung. "Keluarga Leyra kan memang kaya. Apapun yang Leyra inginkan pasti mudah dia dapatkan. Bukan seperti kita, mobilku yang murah saja masih menyicil," jawab Sally sambil terkekeh. Aku lupa pada mobilku, sebenarnya dimana mobilku sekarang? Belum terjawab kisah pernikahanku, sekarang aku harus mencari tahu tentang mobil. Aku tanya pada Rayn saja nanti. "Sebentar lagi, waktunya magang. Kalian sudah menemukan tempatnya belum?" tanya Sally, dijawab dengan gelengan kepala oleh Leyra dan Niel. Sally mengerutkan dahinya, "kalau Leyra sih akan gampang tapi kenapa kau belum mencarinya Niel? Apa kau kaya seperti Leyra?" "Hah? Hubungannya magang dengan kaya, apa?" tanya Niel bingung. Sally tiba-tiba mencubit pipi Niel, membuat pria itu berteriak! "Tentu saja, ada Leyra kan kaya jadi dia bisa saja dia magang ke perusahaan ayahnya. Sementara kau, malah terlihat santai. Aku bahkan mencarinya dari beberapa bulan yang lalu. Tempat magang yang memiliki kapasitas gaji yang mumpuni," jelas Sally. Niel mengusap-usap pipinya yang memerah. Leyra menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Sally yang heboh. "Sally, meskipun orang tuaku kaya. Aku ingin mencari tempat magang sendiri, tanpa bantuan mereka." Sally memelotot, "jadi, kau tidak ke perusahaan ayahmu." Sembari menyeruput minuman, Leyra menggeleng. Sally terdiam, memikirkan sesuatu. "Ah, aku tahu sekarang bagaimana kalau kita cari tempat magang bersama!" Wanita itu pun menyenggol punduk Niel, "gimana, mau tidak?" "I-iya," jawab Niel singkat, takut dicubit lagi. Sally menatap Leyra, menunggu jawaban wanita itu. "Baiklah, aku juga ikut," jawab Leyra pasrah. "Kau memang temanku yang paling cantik. Baiklah, aku sudah menargetkan 10 perusahaan tapi yang memiliki kualifikasi hanya 1 yaitu---" "Ah aku hampir telat, hati aku ada kelas. Aku pergi duluan ya," ujar Leyra yang langsung bergegas pergi. "Ah, lihatlah dia terlalu sibuk!" gerutu Sally. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN