Diam-diaman

1150 Kata
Malam itu hujan turun dengan lebatnya, Leyra begitu serius membaca buku yang tadi dipinjamnya dari perpustakaan. Sesekali wanita itu menguap namun masih bertahan karena berencana menunggu Rayn yang tak kunjung pulang. "Kenapa aku tidak sabar ya? Padahal aku juga bisa menanyakannya besok! Tapi, kenapa aku sangat penasaran?" Leyra bergumam. Tiba-tiba bel berbunyi, Leyra terkejut ia lalu mengintip melihat siapa yang datang. Tampak perempuan yang tengah berdiri dei depan pintu. Leyra membuka pintu. "Maaf Anda siapa?" tanyanya lembut. "Saya Jia, kemarin sewaktu Nona pingsan saya yang membantu membuka gaun serta membersihkan riasan Anda. Sekarang, saya mau mengantar gaun yang sudah di-laundry," jawab wanita itu sembari memberikan sebuah bingkisan berisi gaun milik Leyra. Leyra menerimanya, wanita itu pun pamit pergi. Jadi, yang mengganti pakaianku tadi pagi bukan Rayn melainkan Jia. Tapi... "Apa salahnya kalau aku yang melakukannya. Aku kan suami mu, kita bahkan sudah sering melakukannya. Kenapa harus malu?" Tiba-tiba Leyra teringat akan perkataan Rayn tadi pagi. Wanita itu berjalan menuju kamar sembari bergumam. "Aku memaklumi kalau memang dia yang menggantinya. Tapi... kenapa faktanya bertolak belakang?" Leyra menyimpan gaun itu ke lemari. "Kalau dipikir-pikir bukankah aneh bagi kami yang sudah menikah tinggal di kamar yang terpisah?" Dan juga, kata dokter besar kemungkinan aku akan mengingat kembali. Tetapi, bukankah ini hampir 1 bulan? Klak! Pintu terbuka, Leyra ke luar dari kamar menghampiri Rayn yang sudah pulang. Aku tidak bisa diam seperti ini. Mulai sekarang aku harus menyelidikinya. Sebenarnya bagaimana kami bisa menikah? Rayn tersenyum, "apa kamu menungguku?" tanyanya. Leyra mengangguk, "sebenarnya, ada yang ingin saya tanyakan," jawab Leyra. Rayn menghampiri Leyra, lelaki itu memeluknya dengan erat. "Tanyakan saja," bisiknya. Sepertinya dia kelelahan. "Ah tunggu sebentar, apa kamu bisa menungguku mandi dulu? Sekarang juga tidak apa-apa, tetapi aku takut aroma tubuhmu mengganggu penciumanmu," tanya Rayn. Wajah Leyra memerah, "itu, terserah Anda. Saya tidak masalah kalaupun Anda belum mandi." Rayn tertawa, "tapi, aku yang bermasalah, tubuhmu sangat harum. Kalau semisalnya kamu menciumku, dan aromaku tidak enak. Bukankah itu tidak adil? Aku tidak mau merasa enak sendiri." Merasa enak, katanya? Bagaimana bisa dia bicara dengan wajah tampan begitu? Leyra mendesah pasrah, wanita itu duduk. "Baiklah saya tunggu," jawabnya lalu kembali membaca bukunya. Rayn melangkah masuk ke dalam kamarnya. Sudah pukul 11 malam, namun Rayn tak kunjung keluar kamar. Habis sudah kesabaran Leyra, wanita itu bangkit lalu berjalan mendekati pintu kamar Rayn. Saat hendak mengetuk pintu, tiba-tiba... Klak! Pintu terbuka, tampak Rayn dengan setelan pakaian tidur. Rambutnya masih basah, tampak buliran air mengalir dari wajah hingga ke lehernya. Glek! Leyra menelan ludah, ada rasa aneh menyerang tubuhnya yang tadinya semangat berubah canggung. Dia wangi sekali, pikiranku jadi terganggu. Rayn menutup kembali pintu kamarnya, "tadi mau bertanya tentang apa?" tanyanya lalu duduk di kursi. Aku tidak bisa marah sama sekali ya. Lihatlah dia, tidak merasa bersalah sama sekali. "Ehemmm, waktu mandi Anda ternyata cukup lama juga," sindir Leyra lalu duduk di kursi berseberangan dengan Rayn. "Sebenarnya, ini tersingkat," jawab Rayn singkat. Leyra membelalak, "benarkah? Bagaimana bisa?" tanyanya keheranan. "Aku membersihkan untukmu." Dia ini terlalu ambigu atau apa. Aku sama sekali tidak mengerti. "Lupakan perkataanku barusan, lanjutkan bahasan yang tadi. Apa yang mau kamu tanyakan." Aku hampir lupa. Leyra menatap Rayn yang duduk di depannya. "Bagaimana dia bisa setampan itu?" gumamnya pelan. "Apa?" tanya Rayn. "Itu, biasanya saya membawa mobil sendiri kemana pun saya pergi. Di mana sekarang mobil saya?" Rayn yang tadinya semringah mendadak terdiam, "untuk saat ini, kamu dilarang bawa mobil," jawab Lelaki itu. "Apa? Kenapa?" tanya Leyra, shock. "Yang menyebabkan hilangnya ingatanmu salah satunya adalah kecelakaan. Dan saat ini mobil milikmu masih diperiksa karena ada beberapa bukti ganjil. Jadi, tunggu semua selesai dulu." Rayn berdiri hendak beranjak. Leyra bangkit, "tapi!" "Leyra, aku lelah," jawab Rayn lalu beranjak dari sana. Dengan kesal, Leyra menghentakkan kakinya sembari masuk ke dalam kamar. Ketakutan terbesarku adalah kembalinya ingatanmu. Malam itu berakhir dengan hati kedua insan yang bergejolak kelabu. *** Pagi yang cerah, suasana dingin sisa hujan kemarin. Setelah membersihkan diri, Rayn keluar dari kamar hendak beranjak ke dapur. Baru saja pria itu membuka kamar, tiba-tiba hidungnya mencium aroma menguar dari arah dapur. Penasaran, ia pun beranjak ke dapur. Tampak Leyra tengah sibuk memasak dengan terburu-buru. Rayn duduk sembari memangku dagu dengan kedua tangannya, memperhatikan sang istri yang mondar mandir. Tiba-tiba, ponsel Leyra berdering dengan sigap wanita itu mengangkat panggilan tersebut. "Ah, Niel aku masih di rumah. Ini masih terlalu pagi, baiklah see you too!" Niel? Itu nama pria atau wanita? Mood Rayn yang tadinya tenang, berubah kesal. Dia penasaran, sosok yang baru saja menelepon istrinya. "Anda sudah bangun? Saya membuat pasta, apa Anda mau?" tanya Leyra yang langsung dijawab Rayn dengan anggukan. Leyra tersenyum canggung, "saya kurang tahu makanan kesukaan Anda, jadi saya buat pasta saja. Semoga Anda tidak keberatan," ujar Leyra lalu menyantap pasta miliknya. Rayn hanya diam, sambil melahap habis pasta tersebut, ia pun beranjak pergi tanpa sepatah kata pun. Sepertinya, dia marah. Aku jadi menyesal. Leyra menatap punggung Rayn yang menjauh dari pandangannya. Di dalam mobil, hanya keheningan yabg terjadi. Sesekali Leyra melirik Rayn yang menatap datar ke jalanan sambil mengemudi mobil. Leyra yang frustasi terus menggerutu di dalam hati. Tuh kan lagi-lagi diam. Ngomong dong, aku jadi takut nih! Begitulah suasana di dalam mobil, hingga tidak terasa mereka tiba di depan kampus. "Saya, permisi dulu," ucap Leyra. "Ya," jawab Rayn singkat. Dengan sedikit kesal, Leyra ke luar dari mobil. Lalu melangkah pergi, wanita itu menoleh ketika mobil Rayn meninggalkan area kampus. Ah gimana nih! Leyra kenapa kamu bodoh begini sih. Sepanjang jalan wanita itu menggerutu kesal di dalam hati hingga melewati lorong-lorong kamous yang sepi. Tiba-tiba pundaknya ditahan oleh seseorang. "Rayn! Eh, kamu." Leyra mengubah ekspresi seringahnya berubah datar setelah melihat sosok yang menyentuh pundaknya tadi. Ya, wanita itu tidak sendirian. Ia membawa kedua temannya serta, yang memasang tatapan mengintimidasi ke arah Leyra. "Hmmm, tidak begitu cantik justru terlihat biasa saja. Kenapa kak Rayn yang terkenal tampan dan kaya itu menikah denganmu?" tanya Jessica, sambil mengemut permen tongkat di mulutnya. Leyra mendelik, ia justru mengabaikan wanita yang dilabeli kecantikan di kampus itu. Jessica kesal, ia lalu menghadang Leyra. "Aku tahu sekarang, itu hanya pernikahan bisnis bukan cinta. Pernikahan yang dijodohkan bukankah terlalu menyedihkan? Aku kasihan padamu, tapi kau sungguh tidak pantas bersanding dengan kak Rayn." Menatap Leyra dengan senyuman menyeringai. "Ayo guys!" "Tunggu sebentar, sepertinya kau lupa apa yang dikatakan suamiku kemarin. Apa perlu kuingatkan lagi," ujar Leyra membuat langkah Jessica terhenti. Jessica memasang tatapan marah, seolah tak mau kalah dengan gamblang Leyra tertawa, "ahahaha... Mungkin kau benar, kami menikah karena dijodohkan. Tapi, suamiku yang tampan dan kaya itu sungguh mencintaiku. Bodoh, jika aku menolaknya kan " bisik Leyra, membuat tubuh Jessica bergetar hebat menahan amarah. Leyra lagi lagi menyeringai, ia pun beranjak dari sana meninggalkan Jessica dan teman-temannya. Pagi-pagi sudah melabrak orang karena menikahi pria tampan dan kaya. Memangnya di dunia ini, hanya wanita cantik saja yang boleh menikah dengan pria seperti itu. Cantik tapi murahan begitu apa gunanya. Ada-ada saja, pagi-pagi sudah membuat emosi!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN