Takut Kehilangan

1215 Kata
Pagi yang cerah namun tak secerah hati para karyawan yang berdebar-debar menghadapi rapat dadakan yang diadakan olen Rayn. Raut wajah mereka menggambarkan kecemasan yang luar biasa. Ada apa gerangan? Mereka bertanya-tanya. Tak seorang pun yang tahu, bahkan Theo yang seorang asisten pribadi sang bos pun tidak tahu. Rayn memasang tatapan datar pada seorang karyawan yang tengah mempresentasikan hasil rangkuman rencana para tim. Sial, siapa sih si Niel itu! Apa dia kekasih Leyra terdahulu. Bukankah Leyra seharusnya sudah melupakannya? Atau hubungan mereka dimulai sebelum kami menikah? Karena ingatannya yang hilang adalah memori 2 tahun dimana aku melamarnya. "Tuan, Tuan Rayn, Tuan!" Tiba-tiba Rayn tersentak kaget saat Theo tiba-tiba memengetuk kuat mejanya. Pria itu menatap tajam ke arah Theo. "Presentasinya sudah selesai, Tuan," ucap Theo sambil tersenyum. Tatapan Rayn berpindah pada seluruh karyawan yang berada di sana. Seketika semuanya yang tadinya tegang tiba-tiba merinding. Mereka terlihat akan dimangsa hidup-hidup oleh Rayn. "Kalian...." Beberapa menit kemudian. Rapat telah selesai, para karyawan satu persatu keluar dari ruangan dengan wajah lemas sekaligus cemas, pasalnya kinerja mereka dikritik habis-habisan oleh Rayn. Sementara itu, Rayn dan Theo masih di dalam ruangan. Pria itu tengah serius menatap catatan yang tadi dipakai untuk presentasi. "Benar-benar terlalu santai ya," gumam Rayn lalu menghentakkan catatan tersebut dengan keras. Theo hanya menatap datar sang bos tanpa ekspresi. "Bagaimana jadwalku hari ini?" tanya Rayn sembari menandatangani satu persatu dokumen di hadapannya. Theo mulai menjelaskan jadwal yang akan dikerjakan oleh Rayn. Namun, lagi-lagi Rayn kehilangan fokusnya. Dia sedang apa sekarang? Apa dia sedang bersama Niel? Bisa saja dia sekarang tengah tertawa menikmati suasana kampus dengan pria itu. Lagi-lagi dia frustasi. "Ah, katakan jadwalku sejam kedepan," ujar Rayn, sembari menyenderkan punggungnya ke kursi. "Anda ada jadwal makan siang dengan pak Ketua," jawab Rayn. "Pak ketua?" Theo mengangguk, "tapi sepertinya beliau sedang tidak enak badan. Bisa jadi, pertemuannya tidak terlalu lama." "Bagus, ayo pergi." Rayn bangkit, memakai kembali jasnya. Theo memandangnya heran. "Setengah jam ini kita pergi ke kampus," ujar Rayn lagi. Theo mengangguk mengerti. Mereka lalu beranjak pergi menuju kampus. *** Sekarang mereka sudah berada di kampus, tepatnya di kantor pribadi dosen. "Aku terkejut mendengar kunjunganmu, aku agak ragu ternyata siapa sangka kamu benar-benar datang," ujar Joseph, salah satu dosen yang paling dekat dengan Rayn. Karena mereka kerabat jauh. "Saya hanya rindu suasana kampus," jawab Rayn singkat. "Rindu suasana kampus atau rindu dengan salah satu mahasiswinya?" tanya Joseph menggoda Rayn. Rayn menatap Theo, memberi kode agar menggantikan posisinya berbicara dengan Joseph. "Begini, Pak Joseph sebenarnya perusahaan kami sedang mengadakan program untuk para mahasiswa atau mahasiswi untuk unjuk bakat dalam dunia seni," jelas Theo. Diam-diam Rayn mengendap keluar tanpa disadari oleh Joseph. Akhirnya, tinggal Theo yang memikirkan bagaimana caranya mengalihkan pikiran Joseph. Rayn berjalan seperti biasa, ia menyamar dengan memakai kacamata serta jaket agar tidak dikenali. Seberkas kenangan semasa kuliah muncul tiba-tiba. Langkahnya terhenti, tepat di depan perpustakaan, "di sana lah pertama kali aku melihatmu. Wajahmu yang tampak serius setiap membaca membuatku penasaran." Bayangan Leyra, yang tengah membaca di dalam perpustakaan tepat di dekat jendela muncul seketika. Pria itu melanjutkan langkahnya, tak sengaja matanya menatap lapangan futsal. "Di sanalah pertama kali aku mendengar suaramu. Meskipun saat itu kamu bicara bukan denganku tetapi suaramu yang canggung itu cukup menggangguku selama berbulan-bulan." "Senior, dosen Jacky memanggilmu." Dan saat aku ikut pertandingan basket, disaat orang-orang meneriaki namaku dengan semangat. Kamu hanya diam, tetapi aku senang karena kamu berada di kelompok itu. Secara tidak langsung kamu mendukungku. Langkah Rayn terhenti ketika para mahasiswa keluar dari kelas masing-masing. Tiba-tiba ada yang menarik jaket yang ia kenakan. "Ah maaf, aku sudah memanggilmu. Sepertinya ini milikmu," ujar seorang pria sembari memberikan dompet. Rayn mengambil dompet tersebut, "terima kasih," ucapnya. Lelaki itu tersenyum, baru saja Rayn melangkah. Tiba-tiba... "Niel!" Dengan cepat, Rayn menoleh ke belakang. "Kau ini, jarang terlihat ya! Lama-lana kau bisa saja ganti jurusan. Anak kesenian bukannya dekat dengan satu jurusan malah melenceng ke anak managemen bisnis." Dia Niel? Pria yang membuat aku penasaran. Rayn memasang wajah tak sukanya. Niel dan temannya berjalan melewati Rayn yang masih berdiri mematung. Dan tak disangka, seseorang yang suaranya familiar memanggil Niel. Ya, tepat sekali itu Leyra. "Ah Leyra ku ini sangat pemaaf ya," ujar Niel. "Sudah pergi sana, kau selalu obral janji!" Sally yang berada di tengah menepuk punggung Niel. Leyra tertawa ria, sosok yang tidak pernah dilihat Rayn sebelumnya bahkan jauh setelah mereka menikah. Mereka bertiga berjalan melewati Rayn yang mematung. Leyra ku? Pemaaf? Obral janji? Rayn memilih pergi dari sana. Ia pun berjalan kembali menuju ruang dosen menemui Theo. Pria itu terus memandang tiga serangkai di depannya, hingga harus melewati ketiganya dengan langkah yang cepat. Di kantin... Leyra menyeruput minumannya sembari membaca buku. Sementara dua teman di depannya asyik adu mulut. Sesekali Leyra tertawa melihat betapa lucunya kedua temannya itu. Ah tiba-tiba aku kepikiran Rayn. Sepulang dari kampus, aku akan bertanya dan kalau perlu minta maaf langsung. "Hei-hei, benarkan dia senior yang itu." Celoteh seorang mahasiswi. "Aku juga bilang apa, Rayn Sagastra. Wajah paripurna itu masih melekat di hatiku," timpal yang lainnya. Rayn Sagastra? Leyra memandang para mahasiswi yang tengah ribut sembari memperhatikan potret di ponsel mereka. "Tapi... Ngomong-ngomong dia sedang apa ya di kampus?" "Entahlah, ketampanannya sangat paripurna ya. Yang berbeda cuma gaya rambutnya tapi tetap saja dia tampan." "Kudengar dia sudah pernah menikah, hanya saja pernikahan itu tertutup. Dan hanya pak Joseph yang diundang. Padahal aku penasaran istrinya bagaimana." "Tapi, bukankah kemarin pernah datang ya? Katanya istrinya masih mahasiswi di kampus ini." "Gila... Bukannya cari wanita karir malah menikah dengan seorang mahasiswi." Leyra terus menajamkan telinganya, penasaran pada pembahasan para mahasiswi mengenai suaminya. Namun, pembahasan yang seru itu terhenti ketika Jessica datang dan menegur mereka. Bahkan wanita itu menghapus potret Rayn dari ponsel mereka. "Orang seperti kalian tidak pantas memiliki potonya," ujar wanita itu, sembari terang-terangan melirik ke arah Leyra. Dia ini kenapa sih, datang-datang merusak mood. "Dia memang cantik tapi atutude-nya buruk banget," celetuk Sally tiba-tiba. "Cantik apanya, dia terlihat seperti boneka chucky. Kau terlihat lebih cantik daripada dia," jawab Niel. Wajah Sally memerah, "kau ini, kalau ada yang dengar mungkin aku sudah ditertawakan. Itu tidak lucu Niel." Menyenggol pundak Niel. Beginilah Sally, dia selalu merasa dirinya itu tidak cantik dan mustahil kalau ada orang yang memuji rupanya. Dan itu juga yang membuat Niel selalu tidak percaya diri untuk mengungkapkan perasaannya. Karena ia takut ketulusannya dianggap lelucon oleh Sally. Jadi, dia memutuskan untuk mendekatinya pelan-pelan. "Tapi, senior Rayn itu memang ganteng banget ya." Lagi-lagi Sally bicara yang tak terduga. "Kau kenal?" tanya Leyra. "Tentu saja, dia sangat populer mahasiswa mana yang tak mengenalnya. Tapi, sepertinya kau tidak mengenalnya. Kau kan selalu sibuk dengan tumpukan buku di perpustakaan." "Lagipula, apa untungnya mengenalnya?" tanya Niel, membuat Sally mendaratkan jewerannya di telinga pria itu. "Tentu saja, kami para wanita melihat cowok-cowok tampan itu salah satu penyemangat! Meskipun tidak dapat memiliki, paling tidak itu memiliki penghiburan tersendiri," jawab Sally. Niel memasang wajah tak suka, pria itu meminum jusnya hingga tandas. "Tapi, apa benar dia sudah menikah? Dia tampan itu wajar. Usianya juga cukup matang." Sally bertanya-tanya. Leyra seketika berubah kikuk. "Pasti wanita itu juga cantik, aku jadi penasaran," gumam Sally. Perempuannya ada di sini dan aku tidak secantik yang kau bayangkan Sally. Rayn memang tampan. Apa reaksi mereka begitu tahu wanita yang mendampingi wanita tanpan itu adalah aku, wanita yang tak cantik sama sekali. Tiba-tiba aku merasa takut kehilangannya😟
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN