Apakah mencintai suami sendiri adalah sebuah dosa? Apakah mengaharapkan cinta suami sendiri juga adalah sebuah kesalahan? Tidak, kan. Lalu mengapa, Tuhan mengujinya seperti ini. Hidup bersama dalam ikatan pernikahan dengan lelaki yang terlihat membencinya. Bahkan melihat wajahnya pun suaminya tak sudi.
Sarah Jasmine, seorang gadis yang masih belia, masih berusia sembilan belas tahun yang kini harus merelakan hidupnya hanya untuk menikah dengan seorang lelaki yang dijodohkan oleh kedua orang tuanya. Lelaki tampan dan mapan yang usianya terpaut empat tahun dengannya, Reza Keano Bagaskara namanya.
Pernikahan terpaksa, hidup mewah namun rasanya seperti di neraka. Sampai ingin bernafas pun rasanya sangat susah. Kehadiran orang ketiga dalam rumah tangganya seolah melengkapi penderitaannya selama ini. Pernikahan yang selama ini ia idam-idamkan akan berhasil kedepannya.
Namun naas pernikahannya benar-benar gagal. Sangat gagal. Suami yang tidak mencintainya, suami yang suka memukulnya, mencacinya, dan sang suami yang memiliki wanita lain. Sangat lengkap bukan? Hidupnya setelah menikah bak sinetron di salah satu stasiun televisi dimana menceritakan hidup sang istri yang penuh dengan kesengsaraan.
Sampai saat ini, Sarah mencintai sendirian. Sarah berjuang sendirian. Sarah bertahan sendirian. Dan ya, Sarah akhirnya sakit sendirian.
"Saya tidak mencintai kamu dan tolong jangan paksa saya untuk mencintai kamu, karena itu hal yang mustahil!"
Kata-kata itu terus saja terngiang di kepalanya, suara lantang suaminya saat mengucapkan kalimat itu benar-benar terasa menohok hatinya. Ia hanya berusaha, bukan memaksa suaminya untuk mencintainya. Ia hanya seorang istri yang ingin dicintai suaminya. Ia hanya ingin seperti wanita lain yang bahagia setelah menikah dengan suaminya. Apa itu salah? Entahlah.
Gadis itu memandang nanar surat cerai dihadapannya. Ia tidak menyangka, di usianya yang baru saja menginjak sembilan belas tahun ini ia harus menjadi seorang janda. Dengan gemetar tangannya membuka surat pengadilan itu.
Air matanya meluruh. Bukan seperti ini pernikahan yang dia inginkan. Bukan seperti ini.. Ia tidak pernah menginginkan perceraian ini. Sama sekali tidak ingin, walaupun mereka menikah karena wasiat dari orang tua, tetapi tak dapat dipungkiri jika ia sudah mulai mencintai suaminya sendiri. Ia mencintai lelaki yang menikahinya, Reza Keano Bagaskara.
Selama hampir satu tahun menikah, ia berusaha untuk menjadi istri yang baik untuk suaminya. Berharap semoga kelak suaminya sudi membuka hati untuknya. Tapi sayang, itu hanya angan semata.
Seberapa pun ia melayani suaminya dengan sepenuh hati, tetap saja ia kalah. Kalah dengan kekasih suaminya yang memang sampai saat ini dicintainya itu.
Berbulan-bulan ia menanggung rasa sakit itu sendirian. Melihat suaminya pulang bersama kekasihnya, melihat mereka bermesraan dirumah, bahkan tak jarang suaminya tidak pulang kerumah dan menghabiskan waktu dengan kekasihnya semalaman. Sarah tidak bisa melakukan apapun, karena jika iya tangan sang suami tidak segan untuk menamparnya atau memukulnya. Ia hanya bisa menangis saat malam tiba, menangisi nasibnya yang begitu menyedihkan.
Bulan lalu, ia sudah mendapatkan surat cerai itu dari suaminya yang baru saja pulang kerja. Tetapi, ia menolak menandatangani surat itu dan bersikukuh mempertahankan rumah tangganya agar tetap berjalan dengan baik. Tapi itu semua tetap sia-sia.
Kali ini, ia menyerah. Benar-benar menyerah. Ia sudah tidak kuat, hatinya sudah terlalu lemah untuk melihat apa yang akan dilakukan suaminya kedepannya jika ia tak menandatangani surat itu.
Dengan gemetar, ia meraih pulpen disebelahnya. Netranya berlabuh pada sebuah pigura kecil diatas nakas yang menampilkan potret dirinya dan sang suami saat pernikahan. Ia tersenyum tipis sebelum kembali memandang surat perceraian itu sendu.
Bismillah
"Aku melepasmu, Mas."
Bersamaan dengan itu air matanya luruh, tangisnya makin keras. Ia menepuk dadanya berulang kali berharap rasa sakit dihatinya berkurang. Tetapi tetap saja, hatinya sangat sakit. Sakit sekali.
Mata bulatnya sekali lagi menatap surat cerai yang terletak dihadapannya. Lantas, ia melepas cincin pernikahan yang bertahtakan berlian sederhana itu diatas nakas, tepat dihadapan foto pernikahannya. Tak lupa, ia juga meninggalkan surat yang sudah ia tulis untuk suaminya diatas nakas.
Gadis itu kemudian bangkit dan menyeret koper yang berisikan baju dan segala hal lain miliknya yang sudah ia siapkan semalam.
Ia sudah memutuskan akan meninggalkan rumah ini dan akan memulai kehidupan yang baru di kota lain atau bahkan di negara lain. Ia tidak ingin hidup dibawah bayangan suami- ah mantan suaminya.
Tak lupa ia juga membawa surat perceraian itu untuk dikirimkan ke Pengadilan Agama. Biarlah untuk terakhir kalinya ia membuat suaminya bahagia dengan perceraian ini.
"Loh, nyonya mau kemana? Kenapa bawa-bawa koper besar segala?" Bik Mimin, seorang pembantu rumah tangga yang baru saja membersihkan dapur itu bertanya heran saat melihat nona mudanya.
Sarah tersenyum tipis "Sarah mau pergi dari sini Bik, Sarah titip Mas Reza ya. Sarah benar-benar sudah menyerah dengan pernikahan ini, mungkin jodoh Sarah dan Mas Reza hanya sampai disini saja, Bi.." paparnya sendu.
Bik Mimin yang mendengarnya menggeleng pelan, hatinya ikut terenyuh. Bukan rahasia lagi jika diantara tuan dan nyonya nya itu menikah karena dijodohkan. Ia juga mengerti dan tahu betul semua keadaan yang terjadi dirumah mewah ini.
Ia mengerti bagaimana tersiksanya hati Nyonya-nya ketika melihat sang suami membawa selingkuhannya pulang kerumah bahkan mereka seringkali bermalam bersama. Ia sebagai seorang wanita ikut merasakan nyeri di hatinya. Tapi, harus ia akui jika hati perempuan dihadapannya ini seperti malaikat, sangat sangat baik.
"Ya allah gusti, jangan nyerah seperti ini dong Nyonya. Saya yakin nyonya pasti bisa meluluhkan hati Tuan Reza.." ujarnya tak rela.
Sarah tersenyum tipis lalu menggeleng pelan.
"Sarah minta maaf ya Bik, tapi Sarah sudah tidak bisa. Sarah sudah benar-benar lelah dengan semua ini. Tolong jangan buat Sarah untuk bertahan lagi, Sarah sakit hati, sangat sakit rasanya.. Saya benar-benar tidak sanggup lagi.." isaknya.
Bik Mimin yang mendengar ikut meneteskan air mata, dengan segera ia merengkuh sang Nyonya kedalam pelukannya dengan sayang.
Sejak datang kerumah ini, ia sudah menganggap nyonya nya ini seperti anak sendiri. Ia menyayangi perempuan dengan hati malaikat yang telah disia-siakan oleh suaminya sendiri yang tak lain adalah Tuan-nya.
"Maafin Bik Mimin ya nyonya, belum bisa bantu apa-apa sampai saat ini.."
Sarah melepaskan pelukan keduanya dan menggeleng pelan, "Bik Mimin sudah baik sama Sarah selama ini saja sudah sangat membantu Sarah disini. Terimakasih banyak ya, Bi.."
"Nyonya sudah saya anggap seperti putri saya sendiri. Nyonya perempuan baik, setelah keluar dari sini, bahagia selalu ya Nyonya, semoga nyonya bisa bertemu dengan lelaki yang lebih baik diluar sana.." pesan Bik Mimin.
Sarah mengangguk pelan walau hatinya ragu, apakah masih bisa dia bahagia setelah ini.
"Oh iya Bik, tolong jaga Mas Reza setelah nanti Sarah pergi ya? Sarah juga akan selalu berdoa supaya Mas Reza bisa bahagia dengan wanita yang dicintainya, Bik.."
Bik Mimin hanya diam dan mengangguk menanggapi ucapan Nyonya nya. Ia juga tak bisa membendung air matanya yang kian menderas. Nyonya nya ini bahkan masih bisa mendoakan kebahagiaan untuk suaminya. Benar-benar mulia hatinya.
"Nyonya Sarah hati-hati ya, jangan lupain Bik Mimin. Kalau memang Nyonya tidak mau bertemu di rumah ini, setidaknya kita bisa bertemu di luar kan, Nya?"
Sarah hanya mengangguk mengiyakan dan berharap dalam hati agar dapat bertemu Bik Mimin kembali.
"Kalau begitu Sarah pergi ya Bik. Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam.."
Sarah menarik kopernya perlahan dan keluar dari rumah megah yang hampir satu tahun ini ia huni. Ia mengusap air mata yang lagi-lagi jatuh di pipinya. Sekali lagi ia menoleh menatap kearah rumah itu seraya memegang erat sebuah surat didekapannya.
Dalam hati ia meyakinkan diri untuk benar-benar meninggalkan suaminya. Suaminya berhak bahagia. Walaupun bahagianya tidak bersamanya. Ia tidak ingin egois. Ya, ini adalah keputusan yang terbaik. Sarah akan mengalah kali ini. Sarah menyerah atas suaminya. Menyerah atas Reza Keano Bagaskara.
Selamat tinggal, suamiku..