''Ann, kamu mulai hari ini berangkat dan pulang bareng sama anak tetangga sebelah ya, siapa tuh namanya ... ah, Andi.'' Ucap Tiara, ''soalnya kakakmu mulai hari ini kuliahnya pagi, jadinya dia ngak mungkin sempet nganterin kamu.'' Lanjut Tiara seolah tahu apa yang ingin anaknya katakan.
Anna membelalakan matanya. Pagi-pagi, sudah dapat bom dari Tiara.
''Kamu biasa aja dong Ann, kamu udah jelek, tambah jelek deh kalau ekspresi kamu begitu,'' kata Keenan sambil terkekeh.
Anna mendengus jengkel, ''Apaan sih pa, bikin pagi Anna jelek aja,''
''Iya ngak Ann, ngak pa-pa kan?'' Tanya Tiara lagi, sambil membereskan piring untuk sarapan.
''Demi mamang tahu oncom, Anna kira mama bercanda, BENERAN MAH?'' teriak Anna antusias. Mau di taro di man coba mukanya kalau sampai ia berangkat ke sekolah bareng Andi.
''Sst, anak cewek kok cerewet banget sih. Dia anak baik-baik kok Ann,'' bela Keenan. Anna menatapnya bengis. Tak perduli di bilang tidak sopan. Intinya dia tidak mau.
''Papa juga. Bukannya papa yang paling protektiv banget sama aku? Kok papa ngizinin aku pergi sama cowok sih?''
Keenan tertawa dengan wajah polosnya, ''Dia yang nganterin aja ngak keberatan kok Ann, kita juga udah ngomong baik-baik.''
''Mama sama papa mau taro muka aku di tukang somay?'' Kata Anna ketus. Tangannya memotong roti dengan kejam. Melampiaskan kemarahannya ke roti tersebut.
''Jangan benci-benci Ann, ntar jadi cinta loh,'' Keenan menaik turunkan alisnya. Menatap anaknya jahil.
Anna menatap wajah papanya sinis, ''Kak Elang mana? Aku mau protes sama dia!''
''Protes apa lagi sih Ann, udah deh kamu diem aja. Ribet banget sih jadi orang,'' Tiara nyinyir. Menatap anaknya malas. Biasanya kalau sudah kena ucapan maut mamanya, dia tak berani lagi berbicara.
''Makanya nurut aja sih sama mama dan papa. Kena kan ucapan maut mama,'' Keenan tertawa terbahak-bahak.
''Papa jahat banget sama an--''
''Udah deh Ann, tuh temen yang kamu benci udah dateng,'' tunjuk Tiara dengan pisau roti ke arah pintu.
Sosok yang sangat Anna tidak ingin lihat sejak kemarin malam. Sosok yang tak bisa membuat Anna tidur semalaman, sosok yang membuat jantung Anna berdetak di luar batas. Dan sekarang sosok itu telah berdiri di pintu, sambil memasang senyum palsu di wajahnya. Senyum yang membuktikan kalau dia anak pingar, baik, dan alim. Padahal dia kan jelmaan hantu, upilnya kuda. Pacarnya hantu kuning.
''Eh, sini Andi, masuk. Sekalian sarapan,'' ucap Tiara ramah.
''Mah, ngak usah sarapan deh dia. Langsung berangkat aja,'' Anna bangkit dari kursinya. Mengambil tas sekolahnya kasar, lalu berjalan keluar.
''Hati-hati jatuh hati Ann,'' teriak papanya. Yang membuat Anna memutar kedua bola matanya, mengelus dadanya. Sabar Anna, sabar.
*
''Pasti gara-gara lo deh. Gue jadi di hukum gini kan?'' Anna berdecak sebal. Baru saja ia sampai di sekolah. Dengan penampilan yang acak-acakan karena Andi. Dia langsung di hadiahi dengan hukuman bu Tasya.
''Kok lo nyalahin gue sih?'' Balas Andi tidak terima. Tangannya masih dalam posisi hormat, kakinya terangkat sebelah.
''Siapa suruh lo naik motor ngebut-ngebut. Jadinya gue juga kena imbasnya deh, lo tau sendiri, matanya bu Tasha kan tajem,''
''Eh Ann, kabur yuk,'' ajak Andi. Seringaj muncul di wajahnya. Sedangkan Anna menatap Andi horor.
''Lo ngajakin anak baik-baik kayak gue bolos? Nyari mati lo?''
''Ya kan, gue pikir lo mau ikut gue Ann,''
''Eh Ndi, gue pusing nih,'' Anna memijit pelipisnya, pusing itu datang tiba-tiba. Apalagi tadi pagi Anna belum sempat minum, sampai sekarang harus di jemur di bawah sinar matahari.
''Eh, Ann, lo ga pa-pa?'' Tanya Andi panik, ketika melihat Anna memijat pelipisnya, di tambah wajah Anna seketika memucat.
''Tapi gue kuat kok Ndi,'' Anna meyakinkan Andi. Berusaha kuat tetapi pusing itu malah membuat penglihatannya sedikit kabur.
''Muka lo pucet loh Ann, gue panggil bu Tasya ya?''
Anna menggeleng, ''Ngak pa-pa Ndi, bentar lagi juga istirahat kok,'' Anna tersenyum. Senyum saja sulit, tubuhnya lemas seperti tak bertulang.
''Lo mah sok kuat deh, udah ayok, ga pa-pa kok,'' Andi mengelak.
Anna menghiraukan pertanyaan Andi, keseimbangannya hilang, keadaan di sekelilingnya seolah berputar, pandangannya menghitam. Tetapi yang ia ingat sebelum ia pingsan, kalau dirinya sekarang sudah berada di lengan itu kembali.
***
''Et dah, lo pingsan lama amat sih, laper gue Ann,'' Andi memperhatikan wajah Anna. Mengeluh setiap saat, perutnya sangat minta di isi sekarang.
''Kalau lo ngak iklas, ngak usah nolongin gue!''
Andi tercengang, ''Ann, lo udah bangun? s**l! Lo tau kan gue laper. Kenapa lo ngak bangun dari tadi coba!'' Decaknya sebal.
Anna mengubah posisinya menjadi terduduk, ''Makasih. Dan lo pergi sana!''
Andi mengangkat sebelah alisnya, ''Lo ngusir gue?''
Anna mengangguk. Lalu kakinya terulur untuk turun dari ranjang. Meninggalkan Andi di UKS.
Tetapi, belum sempat ia menggapai pintu, Andi sudah menarik tangannya, ''Lo kan pulang sama gue?''
Anna melepaskan tangannya, berkacak pinggang sambil menatap Andi, ''Gue ngak mau pulang sama lo!''
Andi ikut berkacak pinggang, ''Harus Anna, karena ini udah jam pulang sekolah, dan semua orang udah pada pulang, lo mau pulang sama siapa memangnya?''
Anna melongo tak percaya, ''Lo bercanda kan? Masa iya gue pingsan selama itu!''
''Yee, lo ngak percaya? Coba aja lo liat keluar. Udah ngak ada orang,''
Anna mengabaikan Andi, berjalan keluar untuk memastikan kalau perkataan Andi salah. Tetapi kesialan menimpanya, tak ada orang lagi di sekolah. Hanya ada Andi dan dirinya.
''See?'' Ucap Andi menantang, lalu tangannya mengapai tangan Anna, ''lo pulang sama gue, titik.''
Anna menurut patuh. Tak mau lagi berargumen dengan Andi. Tak mau genggaman tangan ini terlepas karena Anna menolak, ia terasa, nyaman.
Shit! Gue mulai gila kalau terus-terusan sama lo Andi!
***
''Lo ngak usah masuk ya?'' Anna melepas helm dari kepalanya, mengembalikannya kepada Andi.
''Ngapaim gue masuk, nanti gue juga bakalam masuk dengan sendirinya kok,'' balas Andi santai. Lalu selang beberapa detik, motor itu sudah hilang dari pandangannya, menyisakan Anna yang bertanya-tanya atas perihal yang Andi lontarkan.
''Baguslah kalau lo ngak mau masuk.'' Ucapnya sambil membuka pagar rumahnya, ''lagian gue masih sayang sama jantung gue, deg-degan mulu kalau liat lo,''
Tuh kan, ngomong sendiri kan gue. Kacau! Batinnya dalam hati. Ia mengacak-acak rambutnya lalu berjalan masuk.
*
''Der,'' Panggil Andi, kepalanya ia masukan ke dalam kamar Dersa, sedangkan tubuhnya masih berdiam di tempatnya.
''Apa, masuk aja,'' ucap gadis itu, penglihatannya tak lepas dari ponsel di genggamannya.
''Mau curhat,'' Andi mengerucutkan bibirnya, melihat adiknya yang masih fokus kepada ponselnya.
''Yaudah curhat aja. Gue dengerin,''
''Gue masih di sini lho,'' Andi terpaksa merampas ponsel Dersa dan menaruhnya di kantung celananya. Setidaknya itu bisa membuat perhatian Dersa tidak hanya ke polselnya saja.
''Ih, lo mah, nyebelin sumpah!'' Decak Dersa sambil menopang dagu dengan lengannya. ''Apaan sih? Tumben-tumbenan lo mau curhat sama gue,''
Andi duduk berhadapan dengan Dersa. Memandang adik itu seksama, memandangnya tepat di manik matanya.
''Gue jahat ya?''
Dersa tak kuasa menahan tawanya, matanya sampai berair, ''Demi dewa, kenapa lo ucul banget sih?''
''Gue ngak bercanda Der,'' ucap Andi. Dersa menghentikan tawanya, kini ia baru sadar, kalau kakaknya itu tidak bercanda.
''Memangnya lo jahat kenapa?'' Tanya Dersa, dia bisa melihat kesedihan serta kekecewaan di mata kakaknya.
''Gue udah ngerusakin hubungan sahabat gue, cuman karena gue suka sama cewek itu, gue jahat banget ya Der?'' Andi menundukan kepalanya. Entah mengapa perasaan menyesal itu menghantuinya, walau ia akui ia masih menyukai gadis itu.
''Ooo, jadi di sini ceritanya lo jadi PHO gitu?'' Andi mengangguk. Dersa juga menganguk.
''Hm, kalau menurut gue sih, itu ngak masalah. Selagi lo jadi PHO lo harusnya lebih berjuang keras buat cewek itu. Jadi dia bisa ngeliat keberadaan lo,'' usul Dersa. Andi terlihat menyipitkan matanya. Tetapi kemudian dia teringat satu hal.
''Kalau hal itu ngak terlalu membebani gue Der, tapi ada satu lagi,'' ucap Andi ragu, ''gue malah ngebuat cewek yang gue suka jadi mainan gue dan temen gue,''
Dersa tercengang, matanya membulat, ''Kalau itu baru lo b******k! b******k banget!'' Ucap Dersa menggeram.
Bodoh sekali, batin Dersa berbicara.
''Coba jelasin ke gue, semuanya!''
''Temen gue nyuruh gue buat gue ngedeketin cewek itu, dan gue ngak boleh suka sama cewek itu sebelum perjanjian ini selesai. Dia mau balas dendam sama gue Der,'' jelas Andi.
''Dendam?''
Andi mengangguk, ''Lo tau Maria? Dia adiknya Maria. Maria itu depresi berat setelah tau gue ninggalin dia, dia mau balas dendam ke gue dengan cara mempermainkan cewek yang gue suka. Karena dia tau kalau cewek itu deket sama gue akhir-akhir ini,''
''Ah iya, gue inget Maria. Gila lo, lo tuh bener-bener deh, otak lo cetek banget sih! Udah tau Maria depresi gara-gara lo. Dan lo juga mau buat cewek itu depresi?'' Emosi Dersa semakin meninggi.
''Lo pikir deh. Kenapa lo terima permainan ini? Memangnya lo ngak tahu perasaan wanita gimana? Gue wanita Kak,'' teriak Dersa yang naik satu oktaf. Benar-benar tak menyangka dengan otak cetek kakaknya.
''Biar gue tebak. Cewek yang lo maksud itu kak Dindin ya?''
Andi mendongak, mengangkat satu alisnya, ''Dindin?''
''Iya, kak Anna kan? Lo suka sama dia kan? Lo yang jadi PHO di hubungannya dia dan pacarnya yang dulu kan? Lo yang ngebawa dia ke dalam permainan lo yang cetek itu kan?'' Tebak Dersa cepat.
Andi kini menaikan kedua alisnya, ''Kok lo bisa tahu?''
''Tahu lah. Gue kan perempuan, gue ngerti perasaan lo, dan juga kak Dindin,'' ucap Derda bangga.
''Dan sekarang, gue mau, lo nyelesaiin masalah lo ini. Secepatnya. Kak Dindin ngak bisa di giniin. Gue tau dia, walau baru aja gue mengenalnya, tapi gue tahu, dia orang yang tulus, baik, dan pengertian. Jadi gue harap lo bisa nyelesaiin permainan ini secepatnya.'' Andi mengangguk, lalu tangannya terulur memeluk Dersa. Dersa tersenyum, membalas pelukan sang kakak.
Andi tahu, Dersa pasti bisa membantunya, walau ia masih kecil, tetapi pemikirannya dewasa. Adiknya itu yang paling bisa mengerti masalah yang Andi pikul.
''Dan lo harus tau, feeling gue mengatakan kalau kak Dindin juga perlahan pasti suka sama lo. Tapi gue harap, lo menyukai dia tulus, jangan menyukai dia karena permainan cetek lo ini.''
***