Chapter 19 : With U

2013 Kata
Wendy membuka matanya. Sial, dia ketiduran saat menjaga Lucas. Wendy mengeluh kesakitan saat lehernya terasa kaku karena posisi tidurnya yang tidak nyaman. Dia tertidur di sisi ranjang Lucas dengan kepala bersandar di ranjang. Wendy mengusap lehernya yang sakit dan seketika baru sadar kalau tangan kanannya sedang digenggam kuat-kuat oleh Lucas. Wendy tersenyum kecil saat melihat bagaimana cara Lucas menggenggam tangannya. Persis seperti Lino yang akan selalu menggenggam tangan Wendy apabila Lino sedang mimpi buruk. Mengingat Lino, Wendy menjadi sangat rindu sekarang kepada anaknya. "Udah bangun?" Wendy melihat Lucas yang sudah membuka mata dan melihat ke arahnya. Sejak kapan Lucas terbangun? "Iya." Gumam Wendy dan Lucas tersenyum tipis, melepaskan genggaman tangannya. "Makasih." Ujar Lucas dan Wendy mengangguk dan langsung berdiri. "Aku harus pulang ke rumah." Lucas melihat Wendy berdiri dan langsung ikut beranjak dari kasurnya. "Mau aku antar?" Tanyanya dan Wendy tentu saja langsung menggeleng mantap. "Nggak usah, kamu lagi sakit begini masih mau antar aku?" Lucas terdiam dan kembali berbaring saat Wendy menolak tawarannya. "Aku khawatir." "Aku bisa pulang sendiri, aku bukan anak kecil." Ujar Wendy melihat Lucas yang tampaknya sangat khawatir dengan dirinya yang akan pulang sendirian. Lucas tertawa mendengarnya dan mengangguk, mempercayai Wendy. "Kamu hati-hati." Wendy mengangguk mendengar ucapan Lucas dan langsung mengambil tas tote yang dia bawa. "Aku pamit, masih ada bubur di dapur. Kalau kamu mau makan bisa kamu panasin dulu, dan semoga cepat sembuh." Ujar Wendy sebelum pamit dan pergi dari hadapan Lucas. Lucas mengangguk, "Makasih." Katanya lagi. "Sama-sama." Wendy tersenyum lalu kemudian melangkah pergi keluar dari kamar Lucas. Lucas melihat kepergian Wendy dan merasa sangat sedih saat gadis itu melangkahkan kakinya keluar dari kamar Lucas dan semakin sedih saat mendengar pintu apartemennya tertutup. Wendy sudah tidak ada di sini sekarang dan Lucas kembali merasa kosong, tidak ada siapa-siapa lagi sekarang. Sedangkan, Wendy merasa tidak enak meninggalkan Lucas sendirian di sana dengan kondisi yang belum baik-baik saja. Terselip rasa khawatir di dalam batin Wendy dan itu sangat menganggu dirinya. Kalau bisa, dia akan bertahan lebih lama dan merawat Lucas sampai laki-laki itu sembuh. Tapi sayangnya Wendy tidak bisa melakukan itu, karena dia memiliki Lino yang sedang menunggu dirinya di rumah. *** "Kamu makanya cari istri, kalau kamu sakit begini kan jadi ada yang ngurus nggak harus manggil mama kayak gini." kata Ria sambil membuka gorden di kamar Lucas. Lucas hanya bisa senyum-senyum sendiri melihat mamahnya yang sudah ribut di siang hari sambil merapikan kamar Lucas. Padahal Lucas tidak menyuruh mamahnya datang, Ria datang dengan kemauannya sendiri saat Lucas mengabarkan dirinya sedang sakit. "Liat tuh, pakaian kotor numpuk, cari istri ya Cas?" Ria menunjuk tumpukan pakaian kotor yang belum sempat Lucas laundry. "Ma, emangnya cari istri segampang itu?" "Gampang kok, kamunya aja yang nggak mau buka hati kamu. Karena kejadian kamu saat SMA itu kamu jadi nutup hati kamu kan?" Lucas terdiam saat Ria sudah menyinggung masalah kisah cintanya yang sangat menyakitkan. Lucas tersenyum hambar, "Ah engga kok, emang belum nemu yang pas aja mah." Rengek Lucas persis seperti anak kecil dan Ria langsung terkekeh. Ria melangkah mendekat ke arah Lucas dan duduk di sisi ranjang memperhatikan Lucas yang sedang duduk bersandar. Lucas tersenyum dan kemudian mendekatkan dirinya pada Ria lalu memeluk ibunya tersebut. Ria membalas pelukan Lucas dan membiarkan Lucas memeluknya seperti ini. Lucas memajamkan matanya merasa nyaman saat berada di pelukan ibunya. "Kamu kalau begini, mama inget pas kamu kecil. Pas sakit kerjaannya rewel terus. Minum obat nggak mau, makan nggak mau, tapi nangis terus, eh giliran papahnya pulang bawa mainan baru deh sembuh." "Emang dulu Lucas kayak gitu ya, ma? Bukannya dulu Lucas mandiri?" "Mandiri dari Hongkong. Nggak ya, kamu itu manja dan rewel banget." Lucas tertawa mendengar cerita Ria. Ternyata tabiat menyebalkan Lucas memang sudah mendarah daging. "Kalau Lucas nikah nanti, nggak bisa dijagain mama kayak gini lagi." Ujar Lucas yang sebenarnya itu hanyalah alasan agar Ria tidak terus mendesaknya untuk menikah. "Cas, ibu mana yang nggak sakit ngeliat anaknya nggak laku-laku?" Lucas langsung melepaskan pelukan Ria saat Ria mengatakan itu, "Mama aku bukannya nggak laku-laku, cuma belum nyari yang pas aja, Dirga juga belum nikah kok." "Dirga mah ceweknya banyak, lah kamu? Cewek aja nggak ada kan?" Lucas hanya bisa diam karena apa yang dikatakan ibunya adalah sebuah kenyataan. Dirga walaupun jomlo seperti itu tapi banyak yang suka dan punya banyak pacar, sedangkan Lucas sama sekali tidak punya pacar atau seorang perempuan yang akan dikenalkan kepada keluarganya. "Kamu mau makan apa? Nanti mama masakin." "Tadi udah ada bubur kok." "Kamu bikin bubur?" Lucas terdiam sesaat. Tidak mungkin dia berkata kalau itu bubur itu dibuatkan oleh Wendy. Bisa-bisa Lucas diinterogasi oleh Ria selama lima jam. "I-iya tadi bikin sendiri, abisan aku pengen makan bubur jadi bikin aja." Jawab Lucas kikuk dan merasa tak yakin kalau ibunya akan percaya begitu saja. Tapi tidak disangka Ria malah mengangguk dan melangkah pergi keluar kamar. Lucas menghela nafas saat ibunya pergi begitu saja. Untung Ria percaya dengan kebohongan Lucas tadi, padahal Lucas sama sekali tidak bisa memasak bubur. Lucas jadi kembali mengingat Wendy yang beberapa jam lalu masih ada di dalam rumahnya, merawat dan menemani Lucas. Rasanya, Lucas ingin memutar waktu lalu menghentikan waktu saat dia sedang bersama Wendy di sini. "Maaa buburnya jangan dibagi-bagi ke yang lain yaaa." Teriak Lucas dari dalam kamar. "Iyaa." Ria balas berteriak. Lucas tersenyum, dia ingin merasakan bubur buatan Wendy lagi. Baru beberapa jam saja dia sudah rindu kepada gadis itu. Lucas jadi berpikir kini, Wendy sedang apa? Ria melihat seisi apartemen Lucas yang bersih, tumben sekali anak itu rajin membersihkan apartemannya biasanya Lucas akan membiarkan apartemennya kotor, tapi sekarang kelihatannya Lucas membersihkan apartemennya dengan baik. "Nah gini dong, kan kelihatannya nyaman." gumam Ria dan langsung menuju ke dapur. "Permisi." Ria menoleh melihat Dirga yang datang sambil membawa tentengan. Dirga agak terkejut melihat Ria yang sedang berjalan menuju ke arah dapur. "Loh, tante ada di sini?" tanya Dirga dan Ria langsung mengangguk. "Kamu kok ke sini? Emangnya nggak ada kerjaan?" tanya Ria dan Dirga langsung menggeleng, "Udah beres semua tante, sekarang mau jenguk Lucas. Katanya anak itu sakit." "Iya tuh, ada di dalam. Kamu masuk aja sekalian temani dia ya." Dirga tersenyum dan mengacungkan ibu jarinya kepada Ria, "Siap tante, Dirga ke kamar ya." ujarnya lalu segera melangkah menuju kamar Lucas. Dirga tersenyum saat dia sudah berada di depan pintu kamar Lucas. Niat ingin menjahili Lucas tiba-tiba muncul. Brak!!! Lucas terkejut setengah mati saat pintu kamarnya main dibuka begitu saja oleh Dirga. Lucas menghela nafas panjang, jika dirinya sehat bisa saja Lucas melayang dari ranjang menuju Dirga dan meninju kepala Dirga saat ini juga. "Lucasssss." Dirga memekik, buru-buru Lucas menutup telinga nya karena tidak mau telinganya ternodai dengan suara Dirga. "Berisik, suttt." Dirga terkekeh dan melangkah mendekat ke laki-laki itu. "Kok jadi gantian lo yang sakit sih? Padahal kemarin gue baru aja sembuh." "Lo bawa penyakit buat gue kali." "Dih kurang ajar." "Hahaha." Lucas melihat sesuatu yang ada di tangan kanan Dirga. "Apaan tuh?" Tanya Lucas penasaran dan Dirga langsung melihat tentengan yang ada di tangan kanannya. "Ini ayam, ayam tepung asam manis kesukaan lo, gue beli nih. Gue tau lo udah lapar." Ujar Dirga dengan senyuman  khas dirinya dan meletakkan tentengan tadi di atas meja kecil yang ada di sebelah ranjang Lucas. "Gue mau makan bubur Dir, buat lo aja ah." Tolak Dirga tidak berselera. "Dih, tumben banget lo lebih milih bubur daripada ayam." "Soalnya yang buat buburnya beda." Ujar Lucas sambil senyum-senyum sendiri. Dirga menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Tante Ria kan yang masak? Lah, kan biasanya juga yang buatin bubur lo tante Ria, tadi juga gue liat tante Ria lagi ada di dapur. Apa yang beda ciba kalau kayak gitu?" Lucas menggeleng. "Bukan, bukan mama gue yang masak, kali ini beda. Beneran beda." Dirga terdiam sebentar lalu melihat Lucas yang malah semakin menjadi-jadi barulah di situ dia tersadar setelah melihat Lucas senyum-senyum sendiri layaknya orang gila, "Wendy?" Tebak Dirga. Lucas tidak menjawab dan malah senyum-senyum melihat Dirga yang sudah pasti jawabannya adalah iya. "Widihh ada yang mau dikenalin nih kayaknya." Seru Dirga sengaja mengatakannya dengan keras-keras agar Ria yang ada di dapur dapat mendengarnya. Lucas langsung mencubit pinggang Dirga, dan menempelkan jari telunjuknya di bibir, kode agar Dirga tidak mengatakannya dengan keras-keras. "Diem, berisik banget." "Siapa yang dikenalin?" Baik Dirga maupun Lucas langsung menoleh ke arah pintu dan melihat papah Lucas yang sudah berdiri di sana. "Papah?" Papah Lucas tersenyum, "Papah dapet kabar dari mama kalau kamu sakit, yaudah papah langsung on the way ke sini aja." Lucas tersenyum lebar dan melirik Dirga, "Kenapa semuanya jadi ada di sini?" "Ya buat ngehibur kamu yang sendirian." Ria menyahut sambil membawa nampan. Bubur buatan Wendy tadi sudah siap dan Lucas dengan senang hati menyambut bubur itu datang. Dirga senyum-senyum sendiri melihat bubur yang ada di atas nampan dan sesekali melirik Lucas yang  tersenyum bahagia melihatnya. "Oh ya, tadi Dirga udah beli ayam loh, kita makan yuk oom, tan. Sekalian nonton film."usul Dirga dan langsung disetujui oleh Papah Lucas dan juga Lucas. "Film tentang pernikahan aja biar kalian sadar buat cepet nikah." sinis Ria memandang Lucas dan Dirga secara bergantian. Dirga langsung menghela nafas. "Yah, lebih baik horror aja tante. Film tentang pernikahan kayaknya lebih serem daripada film horror." Mereka semua tertawa dengan celetukan Dirga begitu pun dengan Lucas yang tertawa paling kencang. Lucas melihat satu-satu keluarganya dan merasa sangat senang dengan kehadiran mereka semua di sini, merasa senang karena mereka meluangkan waktunya hanya untuk menemani Lucas yang sedang sakit, padahal Lucas sangat tau kalau mereka sedang sibuk. Merasakan hal bahagia seperti ini membuat Lucas jadi berpikir. Kalau dia sudah menikah, akankah dia dapat merasakan momen seperti ini lagi? *** Wendy sedang menyiapkan  makan siang untuk Lino dan juga dirinya. Ada beberapa lauk yang tersedia. Wendy baru sampai rumah sekitar jam tujuh pagi dan saat itu Lino masih terlelap. Saat Lino sudah bangun Lino langsung bertanya di mana Wendy berada kenapa menitipkannya kepada Shena. Wendy hanya bisa menjawab kalau dia sedang mengurus orang yang sakit, dan Lino tidak masalah dengan itu. Kemarin, karena sedang menjaga Lucas, Wendy meminta tolong kepada Shena untuk menjaga Lino sebentar. Untunglah, Shena mau meluangkan waktunya untuk menjaga Lino, dan Lino pun juga tidak masalah dengan kedatangan Shena, karena memang mereka berdua sudah sangat dekat. Dan sekarang anak itu sedang berada di ruang tengah, sedang menonton kartun kesukaanya. "Yeayy!! Yipiii." Lino berkali-kali bertepuk tangan dan tersenyum lebar melihat layar televisi, bahkan sesekali Lino melompat kesenangan. Wendy yang dapat melihat Lino dari dapur juga merasa senang. Senyum Lino adalah senyumnya juga. "Lino, makanan udah siap sayang. Kamu makan dulu baru lanjut nonton ya?" Ujar Wendy lembut dan anak laki-laki itu melihat ibunya yang sedang ada di dapur. Kaki kecil Lino melangkah ke dapur dan kemudian melihat ibunya yang sedang meletakkan beberapa lauk. "Bunda, kalau Ino makannya sambil nonton tivi, terus disuapin bunda boleh?" Tanya Lino dengan hati-hati. Karena selama ini Wendy selalu mengajarkan Lino untuk mandiri. "Lino mau disuapin?"  Lino mengangguk lalu kemudian menarik-narik ujung baju Wendy. "Boleh ya bunda, sekali inii aja Ino janji besok-besok bakal mandiri lagi, besok Ino makan sendiri lagi nggak minta suapin sama bundaa, ya bundaa?" Rengek Lino dengan wajah cemberut memohon kepada Wendy. Wendy yang tidak kuat melihat anaknya bertingkah lucu seperti ini langsung mengangguk. "Bunda siapin dulu ya makanannya buat Lino." Anak laki-laki itu tersenyum lebar, "Yeayy makasih bundaaa." Katanya penuh dengan semangat lalu kembali berlari ke ruang tengah untuk melanjutkan nonton acara kartun kesukaanya. Wendy mengambil nasi serta beberapa lauk untuk Lino dan langsung teringat dengan Lucas yang kemarin juga sama seperti Lono, minta disuapi saat makan. Entah kenapa senyum Wendy lansung mengembang saat mengingat kembali hal itu. Rasanya dia menjadi dekat dengan Lucas kemarin. Wendy agak terkejut merasakan ponselnya yang ada di saku bergetar. Langsung saja Wendy mengambil ponselnya dan melihat satu pesan dari Lucas. Wendy melihat pesan itu dan senyumnya mengembang kembali setelah melihat isi pesan itu. Pesan tersebut berisakan sebuah foto yang Lucas ambil, foto bubur yang tadi Wendy buat dan tentunya dengan pesan singkat yang dapat membuat Wendy senyum-senyum seperti ini. "Buburnya enak, aku nggak bisa berhenti buat makan. Makasih udah buatin bubur seenak ini. Aku akan sembuh dengan cepat habis itu bertemu sama kamu, tunggu aku, Wendy."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN