CHAPTER 4

1936 Kata
Anila memilih untuk membenamkan dirinya di dalam selimut miliknya. Ini sudah seminggu sejak kejadian dimana Anila dikhianati, malam dimana dia meminta Deva menidurinya dan malam dimana dia melepas virginnya sesuai rencananya. Bedanya dengan rencana Anila adalah, dia melepaskan virginnya tidak bersama orang yang direncanakannya malam itu, tapi Anila melepasakannya pada orang yang tidak pernah dibayangkannya selama ini. Malam itu menjadi malam yang sangat disesali oleh Anila sampai sekarang. Penyesalan Anila bukan karena dia memberikan keperawanannya kepada Deva atau tidur dengan Deva. Anila hanya meyesali alasan yang membuat dia menyerahkan keperawanannya kepada Deva, menurutnya alasan itu sangat salah. Anila yakin Deva juga merasa terpaksa untuk melakukan apa yang diminta Anila waktu itu, Anila tau Deva dan prinsipnya. Hal bodoh lainnya yang Anila lakukan adalah pulang dari apartemen Deva tanpa pamit terlebih dahulu pada Deva. Padahal malam sebelumnya Anila sudah meminta Deva untuk menidurinya. Bukankah itu yang dinamakan dengan tidak sopan?. Kelakuan Anila yang tidak sopan pagi itu, membuat Anila berakhir dengan menyembunyikan dirinya di dalam apartemennya selama 1 minggu penuh. Anila berpikir mungkin saja Deva mengira kalau semuanya baik-baik saja antara dia dan Anila, padahal tidak buat Anila. Bukti Deva yang mungkin berpikir kalau mereka baik-baik saja adalah Deva tidak mencarinya dan mencoba menemuinya selama satu minggu ini. Deva hanya mencoba untuk menghubungi Anila melalui telepon yang tidak digubris Anila sama sekali.   Anila lagi-lagi mengutuk dirinya ketika memorinya membawa dia kembali kekenangan tentang malam itu. Sejak malam itu Anila memang sangat sering mengutuk dirinya sendiri. Flasback on Deva menarik Anila kekamarnya, ditatapnya Anila sekali lagi kemudian Deva menghela nafasnya kasar terlihat frustasi. Sepertinya Deva tau kalua Anila tidak main-main dan tidak akan mundur lagi dengan permintaannya. "Lo disini, gue mau mandi dulu. Pikirin semuanya matang-matang, saat gue keluar kalau lo masih ada disini gue anggep lo mau lanjut. Lo juga boleh keluar dan tunggu gue di ruang tamu kalau lo mau mundur sekarang," terang Deva sebelum dia berjalan menuju kamar mandinya. Anila terdiam, keputusan ada ditangannya sekarang dan keputusannya sudah bulat kalau dia akan memberikan virginnya kepada Deva. Meski Deva bukanlah kekasihnya yang mencintai dia, tapi setidaknya Anila tau kalau Deva tulus menyayangi Anila. Anila pikir, itu sudah membuat Deva pantas untuk mendapatkan virginnya. Jadi, dia tidak akan mundur. Deva keluar dari kamar mandi dengan kepala basah, tubuh bagian atasnya tidak ditutupi oleh apapun. Deva hanya menggunakan celana tidur hitam panjang miliknya untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Biasanya Anila tidak peduli kalau pria itu berpenampilan begitu disekitarnya. Anila sering melihat Deva berkeliaran hanya menggunakan boksernya saja. Anila merasa biasa saja dengan pemandangan seperti itu, tapi entah kenapa melihat keadaan Deva yang setengah telanjang seperti ini mampu membuat jantung Anila berdetak dengan gilanya. Deva mendapati Anila masih duduk di atas ranjangnya, sama seperti saat dia meninggalkannya tadi. Deva dengan perlahan mendekati ranjangnya lalu duduk di hadapan Anila dengan tatapan yang tidak pernah lepas dari mata Anila. Deva menarik rambut yang menutupi pipi Anila menuju belakang telinga gadis itu. Dengan perlahan Deva mendekatkan wajahnya kewajah Anila, Anila sendiri entah dapat dorongan dari mana memejamkan matanya untuk mengikuti alur yang sudah dimulai oleh Deva. Jantung Anila berhenti bekerja beberapa ketika bibir Deva berhasil menyentuh bibirnya. Jantung Anila semakin memompa lebih cepat lagi ketika Deva mulai menggerakkan bibirnya dengan begitu lembut dan perlahan di atas bibir Anila. Sepertinya Deva mencoba menikmati dan memberi kenikmatan bagi Anila melalui ciumannya. Selain dari jantung Anila yang bekerja tidak seperti biasanya, tubuh Anila yang lainnyapun merasakan reaksi lain karena ciuman Deva ini, reaksi yang baru pertama kali Anila rasakan dalam hidupnya. Like hell, this is not her first kiss. But this kiss the one who make her hearth throbbing this hard. Tangan Anila tanpa dia sadari bergerak perlahan menuju d**a Deva, Anila melakukan itu karena dia berusaha mencari pegangan untuk dirinya yang dia rasakan semakin melemas. Namun bukannya berpegangan dengan Deva, Anila malah mencakar d**a pria itu tanpa disadarinya. Anila semakin menggila ketika dia merasakan kalau tidak hanya jantungnya yang berdetak kencang, tetapi jantung Deva juga. Anila tau itu karena saat ini telapak tangan Anila berada di d**a Deva. Saking tidak yakinnya kalau Deva juga gugup seperti dia, Anila sampai berpikir kalau itu semua adalah imajinasinya. Kesadaran Anila semakin menghilang ketika ciuman Deva bergerak menuju leher dan bahunya. Anila merasa ciuman yang Deva berikan terasa berbeda dari ciuman mereka tadi. Ciuman Deva kali ini selalu disertai hisapan, jilatan, dan gigitan kecil. Semua ciuman Deva itu berhasil membuat Anila mendesah tanpa disadarinya. Tidak hanya ciuman, kali ini tangan Devapun ikut bekerja, tangan Deva membuka satu persatu kancing piyama Anila. Setelah itu, ciuman Deva secara perlahan berpindah menuju d**a Anila. Saat mereka ditahap ini, saat itulah Anila sadar kalau dia tidak akan bisa mundur lagi. Diluar kesadaran Anila, dia memberikan cakaran pada punggung dan bahu Deva saat Deva memberikan sentuhan yang semakin intens pada tubuhnya. Anila melakukan itu untuk menahan sesuatu yang ingin keluar dari tubuhnya. Tidak hanya mencakar Deva, Anila juga menggigit bibirnya untuk menahan sesuatu yang terasa menggelitik ditubuhnya. Rasa geli itu membuatnya merasa tidak tenang dan gelisah, Anila ingin berteriak karenanya. Walau begitu, Anila tetap menahan semua itu semampunya. "Lepasin La, jangan ditahan. Lo bakal tersiksa kalau lo nahannya," bisik Deva dengan suaranya yang sudah berubah serak. Anila tidak tau suara Deva juga bisa memberikan perasaan berdebar lainnya bagi Anila. Setelah Deva membisikkan hal itu, dia kembali memberikan ciuman di bibir Anila. Anila mengabaikan perkataan Deva tadi, Anila dengan keras kepalanya bertahan dan menahan semua suara-suara aneh yang akan keluar dari mulutnya. Akal sehat Anila boleh saja menghilang karena semua perlakuan Deva ini, tapi tidak dengan rasa malunya. Bagaimanapun Anila masih mempunyai rasa malu. Merasa Anila mengabaikan perkataannya karena tetap ngotot bertahan dengan menggigit bibir bagian dalamnya, akhirnya Deva menggigit bibir bawah milik Anila juga. Setelah itu dia memasukan lidahnya kedalam mulut mungil Anila dan membiarkan lidahnya mencari pasangannya disana. Setelah Deva melakukan itu, barulah Anila bisa lepas untuk mendesah. “Aaahhh...” Akhirnya Anila menyerah juga. Dia kalah dengan mendesah kuat. Desahannya semakin mengantarkan gairah Deva ketempat yang semakin tinggi. Remasan Anila pada leher dan rambut Deva juga semakin membuat Deva menggila. Ingin rasanya dia segera masuk ketahapan yang lebih lagi. Anila sudah benar-benar terbuai dengan sentuhan Deva. Dia bahkan tidak menyadari ketika semua pakaian yang tadi melekat ditubuhnya telah terlepas dan sudah tergeletak menyedihkan di karpet kamar Deva. Anila sendiri, entah mendapat keberanian darimana Anila membuka penutup tubuh terakhir Deva. Tidak hanya itu Anilapun mulai berani memberikan sentuhan-sentuhan kecil pada tubuh Deva. Semua sentuhan mereka saling berbalas, membuat Deva dan Anila semakin tenggelam dengan kegiatan dan hasrat mereka. Melalui sentuhan-sentuhan itu, Anila dan Deva berusaha untuk memberikan kepuasan kepada lawan main mereka masing masing. Jika Deva melakukannya dengan ahli karena dia memang sering melakuannya, maka Anila bergerak sesuai insting dan hasratnya. Semua sentuhan balasan dari Anila begitu kaku dan polos menurut Deva. Anehnya semua sentuhan itu malah membuat Deva semakin menggila dan tidak sabar untuk memuaskan gairahnya dan Anila segera. Anila manatap Deva ditengah kesadarannya yang semakin tipis. Melihat wajah Deva yang memiliki ekspresi lain yang tidak pernah dilihatnya selama ini menjadi kebahagian sendiri bagi Anila. Hal itu membuat Anila semakin berani menyentuh Deva ditubuhnya yang selama ini terlarang bahkan untuk Anila bayangkan. Anila merasa senang karena bisa membuat Deva mendesah dan menggeram seperti ini karenanya. Akh..., Anila memekik kecil saat merasakan sesuatu berusaha memasukinya. Anila tau mereka dalam tahap apa sekarang, itulah kenapa dia sudah bersiap tadi dengan memejam kuat dan mencari pegangan pada sprai ranjang Deva. Anila sudah bisa membayangkan seberapa besar sakit yang akan dia rasakan. Bayangan sakit itu dia dapatkan berdasarkan cerita-cerita yang sering dia dengar dari orang-orang, juga dari cerita-cerita romance yang sering dibacanya. Saat Deva berhasil memasukkan dirinya dalam tubuh Anila, ternyata sakit yang dirasakan Anila sekarang tidaklah sesakit apa yang dibayangkan oleh Anila selama ini. Hanya rasa tidak nyaman yang lebih mendominasi Anila. Itu semua dia rasakan karena sesuatu yang asing memasukinya dan memenuhinya sekarang. Diawal dia memang merasakan sakit, tapi itu hanya sedikit. Rasa sakit itu seperti ada yang mencubit dari dalam, itu saja. Awalnya perasaan tidak nyaman yang dirasakan oleh Anila, tapi perasaan itu perlahan berubah menjadi rasa nikmat. Apalagi ketika Deva mulai bergerak dari yang awalnya lembut dan perlahan sampai akhirnya kegerakan yang lebih cepat dan semakin cepat namun tetap hati-hati. Anila sendiri ikut bergerak mengikuti nalurinya dengan menyambut segala gerakan Deva. Keduanya bergerak, seolah saling membantu untuk melepaskan hasrat dan gairah dalam diri mereka. Hingga akhirnya Anila dan Deva sampai pada puncak mereka. Keduanya masih dalam posisi yang sama sampai Deva merasa pelepasannya sudah selesai. Keduanya menenangkan diri mereka dalam posisi seperti itu. Sebelum Deva benar-benar melepaskan dirinya dari Anila, Deva mengecup lembut bibir wanita itu terlebih dahulu barulah beranjak dari atas tubuh Anila. *** Anila membuka matanya dari tidur lelapnya. Anila mengucek matanya untuk mengembalikan kesadarannya sepenuhnya. Setelah kesadarannya terkumpul sepenuhnya, Anila terkejut akan sesuatu. Dipandanginya sekeliling ruangan itu untuk memastikan kalau dia sekarang memang di kamar Deva. Padahal seingat Anila, dia tidak pergi keapartemen Deva tadi malam. Anila bahkan berpikir dia tidak bertemu Deva semalam. Anila terlalu lelah untuk berpikir kenapa dia ada di kamar Deva sekarang. Anila hanya butuh tidur dan istirahat sekarang, setelah itu barulah Anila memikirkan alasan kenapa tidur di kamar Deva pagi ini. Saat Anila akan kembali kealam tidurnya, kilasan bayangan kejadian tadi malam tiba-tiba berputar kembali diingatannya. Rasa kantuk Anila hilang seketika yang ada hanya rasa panik yang langsung menyerangnya. Membayangkan bagaimana dia harus berinteraksi nantinya dengan Deva membuat Anila melupakan rasa lelah dan kantuknya. Anila bisa membayangkan kalau dia dan Deva akan merasakan canggung luar biasa setelah kejadian malam tadi. Anila mengutuk dirinya untuk semua kecanggungan yang akan terjadi itu. Bagaimanapun, ini semua adalah kesalahan Anila. Anilalah yang membuat mereka ada di posisi seperti ini. Dengan perlahan dan hati-hati, Anila bangkit dari tempat tidur Deva. Kemudian dia memunguti pakaiannya lalu memakainya lagi. Dengan berhati-hati pula, Anila keluar dari kamar Deva. Setelahnya Anila langsung pulang meninggalkan apartemen Deva. Flashback off Kelakuannya yang seolah melarikan diri pada pagi itulah yang membuat Anila ketakutan seperti sekarang. Membuat Anila ingin menghapus memori itu sebisanya, tapi dia tidak bisa. Anila tidak bisa menghapus memori itu karena jauh dalam lubuk hatinya, dia menolak untuk melakukan itu. Anila ingin menjadikan kejadian malam itu sebagai salah satu kenangan manis yang pernah ada didalam hidupnya. Dia melakukan itu karena memori itu menyadarkan Anila bahwa persahabatannya dengan Deva tidak akan pernah sama lagi. Anila sadar kini ada yang berbeda dengan perasaannya. Anila menyadari, perasaannya kepada Deva tidak lagi hanya sebatas sahabat dan Anila tidak menyukai itu. Bayangkan saja, Anila baru saja merasakan patah hati, lalu kini dia sudah merasakan jatuh cinta lagi. Apalagi dia merasa kalau perasaannya itu muncul setelah hubungan badan yang dia lakukan dengan Deva. Anila bisa saja membohongi Deva tentang perasaannya ini untuk sementara waktu. Tapi Anila begitu yakin kalau perasaanya itu akan tetap tersimpan lama tanpa Deva tau. Anila yakin kalau tidak butuh waktu yang lama bagi Deva untuk menyadari perasaan baru Anila kepadanya. Anila tidak mau Deva berubah menjauhinya seperti dulu karena perasaan sukanya ini. Deva pernah memperjelas batas antara persahabatan antara mereka, itulah yang membuat Anila takut perasaannya diketahui oleh Deva. Anila takut Deva menjauhinya nanti kalau dia tau Anila sekarang menyukainya. Anila memejamkan matanya sekedar untuk menenangkan pikirannya. Pilihannya sekarang hanya dua, menyimpan perasaannya sebaik mungkin dan bertingkah seperti biasa, menganggap malam itu tidak pernah ada. Atau membunuh perasaan itu secepat mungkin sebelum Deva menyadarinya dan merusak semua persahabatan mereka selama ini. Tapi Anila menyadari betapa berharganya perasaan yang dimilikinya kepada Deva, membuat Anila sudah menentukan pilihannya sejak awal. Anila akan menyimpan perasaan itu, dia akan berusaha bertingkah senormal mungkin jika Deva ada bersamanya. Anila yakin kalau dia akan mampu berpura-pura tidak mengingat kejadian malam itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN