CHAPTER 5

2172 Kata
"Sampai kapan lo rencana ngehindari gue?" sinis Deva pada Anila yang sekarang sedang merengut kesal. "Sejak kapan lo jadi nyebelin?" balas Anila masih dengan wajah yang merengut. “Kapan lo bisa ngejawab pertanyaan dengan jawaban, bukannya dengan pertanyaan balik?” tanya Deva lagi tidak mau kalah. Bukannya Deva tidak tau kalau sahabatnya itu tengah kesal kepadanya. Tapi Deva juga kesal pada Anila dan tingkah kekanak-kanakannya itu. Anila selalu menghindar dan berlari setiap kali dia merasa akan ada masalah dengan mereka. Anila tidak pernah menyadari kalau setiap masalah dia menghindar begini yang ada akan timbul jarak diantara mereka. Jarak itu akan membuat masalah mereka tidak akan pernah terselesaikan. Tidak hanya itu, Anila juga seolah lupa kalau jarak itu akan membuat hubungan mereka merenggang hingga akhirnya terputus. Beruntung hari ini Deva libur dari kesibukannya di kantor, jadi dia bisa mencari Anila langsung, bukan hanya dengan hp miliknya. Tempat pertama Deva mencari Anila tentulah apartemen Anila. Hebatnya, entah karena kebetulan atau tidak, tapi yang pasti saat Deva hendak menekan bel apartemen Anila, saat itu Anila juga baru mau keluar ingin membeli makan. "Mau lo sekarang apa?" Deva kembali bertanya dengan nada tenang. Deva mencoba menjadi pihak yang sabar dan lebih menggunakan logikanya daripada hatinya seperti biasa. Deva sudah lelah, dia tidak mau menambah lelahnya lagi dengan mendebat Anila "Ngapain lo nanya gue?" ujar Anila membuat Deva kembali mendengus. Selalu begini. Anila selalu menjawab pertanyaannya dengan pertanyaan balik yang tidak akan berunjung kalau Deva tidak segera menjawabnya. "Pertama, lo pagi itu pergi gitu aja tanpa pamit dari gue selaku pemilik rumah. Kedua, lo ngurung diri lo selama semingguan lebih di apartemen lo ini. Sampai-sampai tidak ada yang tau lo dimana. Lo ngebuat semua orang kalang kabut nyariin elo. Ketiga, ada apa dengan handphone dan telepon apartemen lo. Kalau semua ini lo lakuin hanya demi ngehindari gue lo benar-benar keterlaluan," Deva mengungkapkan kekesalannya selama seminggu ini pada wanita yang tengah menatapnya dengan galak itu. Deva balas menatap datar pada Anila, dia sudah terlalu kebal dengan segala tingkah menyebalkan Anila. Sebenarnya Deva ingin sekali bertingkah menyebalkan juga kepada Anila, tapi kalau mereka sama-sama menyebalkan, bisa-bisa mereka tidak akan berteman lagi selamanya. "Pertama, gue pamit biarpun berbisik. Kedua, gue keluar dari apartemen gue, gue belanja dan nyari makan diluar. Nggak semua orang nggak tau gue dimana, hanya lo doang yang nggak tau karena gue minta semua orang yang mungkin lo hubungi buat nyembunyiin keberadaan gue. Ketiga, gue nggak ngehindari lo, gue cuma lagi butuh berpikir cara ngehadapin lo setelah malam itu," jawab Anila dalam satu hembusan napas. Deva menghela nafasnya kesal, lalu menghempaskan dirinya di sofa tempat Anila duduk. Meskipun seminggu ini Deva tidak bisa mencari Anila langsung karena pekerjaannya, sungguh dia begitu khawatir dengan Anila. Deva khawatir karena setiap orang disekitar Anila yang dia tanya tidak tau kemana gadis itu pergi. Belum lagi Anila menolak dan memblokir nomornya, Deva yakin itu. Biasanya Anila selalu seperti ini ketika dia kesal dengan Deva. Tidak hanya nomor, tetapi akun yang bisa menghubungkan mereka juga. Seperti Line, WA dll. Masalahnya saat ini, Deva merasa mereka tidak ada masalah. Tetapi wanita disampingnya ini malah menghindari dia. Jelas dia butuh penjelasan kenapa dia harus dihindari. "Dan setelah lo bersemayam di apartemen lo satu mingguan lebih ini, apa yang lo dapat untuk hubungan kita?" tanya Deva sambil memejamkan matanya untuk mengurangi lelahnya. Deva memanglah b******n, tapi dia hanya bisa bertingkah seperti itu kepada orang lain saja. Tidak dengan keluarganya ataupun pada Anila. Tetapi Deva merasa memang bajinga, apalagi setelah dia meniduri Anila, sahabatnya sendiri. Tidak hanya b******n biasa, Deva merasa dia adalah b******n paling jahat yang pernah ada di muka bumi. Sialnya, Deva tidak menyesal melakukan semua itu bersama Anila. Dia lebih memilih memenuhi permintaan Anila dibandingkan pendiriannya yang dia junjung tinggi selama ini. Menurut Deva lebih baik begitu, daripada dia harus melihat Anila menyesal hanya karena keputusan bodoh Anila yang tidur dengan sembarang laki-laki. "Gue nggak tau. Gue nggak tau harus gimana sama lo sekarang. Menurut gue mana ada sahabat yang meminta ditiduri sahabatnya. Sahabat not kiss each other right?, s*x make it worst too. That’s what you always tell to me," kata Anila terlihat ragu di mata Deva. "Actually we can still be friend, about our kiss and s*x that night, you can let it go. You know about friend with benefit right?. We just make it once, so i think it's ok." Kata Deva sambil mengusap wajahnya dan memijit pangkal hidungnya dengan begitu rasa peningnnya bisa berkurang sedikit. "Are you mean we can have s*x again?" tanya Anila shock, jujur saja Anila terlihat sedikit tidak paham dengan perkataan Deva tadi. "No, i mean we can still be best friend. s*x malam itu kita anggap saja sebagai bonus persahabatan kita selama ini. Gimana?" tanya Deva memberi penawaran. "How about no," kata Anila menantang. Raut wajahnya terlihat tidak suka dengan perkataan Deva tadi. "What do you mean?" Deva mendelik sebal. Deva tidak mau kehilangan Anila dan persahabatan mereka yang sudah terjalin selama ini hanya karena s*x semalam yang Anila minta sendiri darinya. "Kata lo ada friends with benefit, gue milih itu" kata Anila sambil melipat tangannya di depan dadanya. Mata Deva seketika membelalak terkejut. Dengan cepat dia memeriksa suhu tubuh Anila dengan menyentuh kening wanita itu. Menebak apakah Anila sedang mengigau akibat demam atau tidak. Kadang-kadang Deva tidak bisa mengerti dengan pemikiran Anila yang terlalu spontan ini. "Did you just lost your mind," "No, i just wanna take opportunity from our relationship. Gue berteman sama lo, sambil bisa memperdalam pengalaman s*x gue buat bekal gue pacaran nanti. Biar gue nggak diselingkuhi lagi," terang Anila. Deva menatap Anila tajam karena marah. Dia marah karena sekarang Anila benar-benar berpikir kalau s*x itu benar-benar menjadi poin penting dalam hubungan. Deva tidak suka dengan pemikiran Anila yang seolah membuat s*x dapat dilakukan dengan mudah hanya untuk mengikat prianya. Seolah posisi s*x berada di atas cinta. Deva mengeraskan rahangnya tak suka. Namun pada akhirnya Deva hanya bisa mendesah pasrah. Anila bukanlah lawan yang pantas buatnya dalam hal menolak permintaan gadis itu. "Terserah lo deh, tapi satu hal yang pasti jangan libatin perasaan didalamnya. Lo sama gue masih bebas dengan siapa nanti kita jalan. Kita baru memutuskan friends with benefit kita ketika lo udah punya pasangan," Deva memberikan syarat kepada Anila. Anila tampak berpikir sebentar namun segera mengangguk setuju. "Oh iya, gue ketemu sama Tio tadi. Dia pengen ketemuan ama lo," kata Deva malas setelah teringat kalau dia tidak sengaja bertemu dengan mantan Anila yang b******k itu di depan kawasan apartemen Anila tadi. Anila kembali terdiam. Anila mengalihkan pandangannya kearah televisi miliknya yang sedang menyala. "Buat apa dia nyari gue, dia belum kapok dihabisi ama lo?" tanya Anila. Deva mengernyit bingung dengan perkataan Anila. "Gue tau lo ngegebukin Tio malam itu. Rilda udah bilang soal lo yang ngelihat Tio ciuman di pub sebelum pergi ke apartemen dan lo yang ngikutin dia sampai keapartemennya. Lo nggak lupakan kalau Rilda tetanggaan sama Tio, jadi Rilda ngasih tau ke gue saat itu," kata Anila yang memperoleh dengusan dari Deva. "Gue heran ama lo, lo nggak pernah beruntung ama cowok," ejek Deva, Sebagai orang yang menemani Anila sejak kecil, Deva tau betapa buruknya peruntungan Anila soal pria dan cinta. Anila mendelik tidak suka dengan perkataan Deva, tapi Deva hanya mangabaikannya tanpa merasa takut dan bersalah. "Kayaknya lo nggak pantas ngehina gue deh, apa kabar lo yang trauma ama yang namanya komitmen hanya karena cewek. Lo bahkan berubah jadi b******k gini, seharusnya Davina ngelihat perubahan lo yang sekarang ini," Anila balik mengejek, tanpa disadarinya wajah Deva sudah kaku dan datar. Seakan sadar dengan perkataannya yang sudah mengungkit nama yang seharusnya tidak pernah diungkit. Anila langsung terdiam ketakutan. Perubahan raut wajah Deva sedikit membuat Anila bergidik ngeri. “Sorry,” katanya lirih hampir tidak terdengar. Meski terdengar pelan, Deva tetap bisa mendengarnya. "It's ok, gue balik dulu." Deva pamit dan meninggalkan Anila yang sudah terdiam karena merasa bersalah. "Anila... lo dan mulut besar lo," Anila memarahi dirinya sendiri. Dia menyadari telah membuat Deva harus mengingat kembali gadis bodoh yang telah meninggalkan Deva. Padahal Anila tau betapa tidak sukanya Deva mendengar nama gadis itu. Gadis itu terlalu banyak meninggalkan luka pada Deva. Deva sendiri tidak marah kepada Anila yang keceplosan menyebut nama Davina. Deva saja yang terlalu sensitif setiap kali mendengar nama Davina. Deva tau kalau Anila tidak sengaja menyebut nama gadis itu tadi, karena itu seperti perjanjian tersirat antara Deva dengan orang disekitarnya kalau mereka tidak boleh menyebut nama Davina jika dia ada disana. *** Davina adalah gadis yang pertama kali Deva cintai, hubungan keduanya berjalan sejak keduanya masih duduk di bangku SMA kelas 2. Berawal dari Deva yang tidak sengaja bertemu Davina di klub basket, saat itu Davina adalah primadona yang menjabat manajer basket sekolahan mereka. Seiring berjalannya waktu, Deva sadar kalau dia menyukai Davina. Tepat dihari ulang tahun Davina, Deva meminta Davina untuk menjadi kekasihnya. Davina tentu saja mau menerima Deva, siapa yang tidak mau jadian dengan salah satu pangeran sekolahan mereka. Hubungan keduanya saat itu sangat baik dan begitu harmonis, membuat Anila juga bahagia karenanya. Padahal saat itu Anila sudah memiliki rasa selain sahabat pada Deva. Tapi Anila memilih mengalah dan membuang perasaannya saat dia tau kalau Deva bahagia bersama Davina. Toh saat itu dia berpikir perasaannya hanya sekedar rasa suka biasa saja pada Deva. Perasaan yang dia yakini bisa dia buang secepatnya. Bukti Anila bisa survive hingga saat ini tanpa Deva tau kalau Anila pernah menyukai dia. Hubungan Deva dan Davina berjalan mulus bahkan sampai keduanya lulus kuliah dan bekerja. Jarang ada perkelahian yang terjadi diantara mereka berdua selama berpacaran. Kalaupun ada, keduanya akan langsung menyelesaikan masalah mereka secepatnya. Sayangnya, beberapa saat sejak Deva berpacaran dengan Davina, hampir seluruh waktu Deva tersita kepada Davina. Hal itu membuat hubungan Deva dan Anila merenggang sedikit demi sedikit. Deva yang mulai sibuk dengan Davina dan Anila yang sibuk dengan dunianya sendiri. Karena sejak Anila merasa dilupakan oleh Deva, Anila mencari orang lain sebagai teman barunya. Anila bahkan sudah tidak berharap lagi hubungannya dengan Deva bisa kembali seperti semula. Sampai akhirnya Anila mengalami kecelakaan. Saat itu Deva merasa dialah yang paling salah hingga Anila bisa mengalami hal buruk seperti itu. Deva merasa lalai menjaga Anila. Untuk menebus rasa bersalahnya, Deva menjaga Anila sepenuhnya selama Anila dirawat di rumah sakit. Sejak saat itu juga Deva kembali menjadi sahabat Anila yang seperti biasanya. Tanpa Deva sadari, dia kembali menjadikan Anila sebagai salah satu prioritas utamanya lagi seperti dulu. Kecelakaan yang dialami Anila saat itu membuat hubungan antara Deva dan Anila membaik seperti semula. Seolah-olah hubungan mereka tidak pernah merenggang. Anila dan Deva juga langsung bisa bertingkah layaknya mereka yang dulu. Saat itu Anila yakin kalau perasannya pada Deva sudah kembali menjadi perasaan antar sahabat. Itulah kenapa Anila selalu mau menerima setiap ajakan doubledate dari Deva. Hubungan Deva dan Davina berjalan mulus selama 6 tahun ini. Merasa hubungan mereka matang membuat Deva memutuskan untuk membawa hubungan mereka lebih serius lagi. Hingga akhirnya hari malapetaka itupun datang bagi hubungan Deva dan Davina. Malam itu Deva berencana untuk melamar Davina langsung kepada orang tuanya. Deva bahkan sudah membawa mama papanya kerumah Davina agar semuanya lebih resmi dan formal. Tapi yang didapatkan Deva malam itu adalah penolakan langsung dari mulut Davina. Deva tentunya marah dan patah hati. Orangtua Deva sendiri juga merasa dipermainkan oleh penolakan Davina itu. Mereka berpikir begitu karena kedua orangtua Deva sudah tau seserius mana hubungan Deva dan Davina. Sepulang dari rumah Davina dengan kecewa, Deva tidak bisa melakukan apapun. Deva hanya menginginkan penjelasan yang lengkap dari Davina, kenapa dia menolak Deva. Deva tidak mau hubungannya dengan Davina berakhir begitu saja hanya karena penolakan Davina, Deva ingin berusaha. Keesokan harinya Deva berusaha untuk menemui Davina, Deva ingin mendengar langsung penjelasan Davina soal penolakannya malam itu. Tapi sialnya Deva malah mendengarkan berita yang lebih buruk lagi. Berdasarkan informasi dari orang yang bekerja di rumah Davina, Davina telah pergi dengan seorang pria keluar negeri untuk menikah dan hidup disana. Katanya, pria yang pergi bersama dengan Davina itu adalah pria pilihan kedua orang tua Davina. Hari itu hati Deva benar-benar hancur, kehidupan Deva bahkan berantakan. Malam-malam Deva saat itu selalu dihabiskannya di-pub. Devapun semakin menjauh dari keluarganya dan Anila. Deva memilih untuk hidup dalam keterpurukannya karena seorang Davina itu. Tetapi saat itulah Anila benar-benar menjalankan perannya sebagai sahabat yang baik, bukan sahabat manja yang keinginannya harus selalu Deva penuhi. Anila berusaha selalu ada buat Deva dimasa tepuruknya itu. Anila ingin Deva sadar kalau masih ada dia, Divo, Diva dan kedua orang tuanya yang peduli dengannya. Bagaimanapun menurut Anila, Deva perlu memikirkan persaan mereka ketika melihat Deva terpuruk seperti ini. Setelah Anila berkata seperti itu, barulah Deva mau bangkit lagi, lalu kembali seperti Deva yang dulu Anila kenal. Saat itu Deva memang bisa Anila selamatkan dari lembah gelap kegalauan dan keterpurukannya yang kelam. Tapi Anila tidak bisa menyelamatkan Deva dari lembah kegelapan lainnya karena memang Devalah yang memilih terjun langsung kesana. Dan sekarang, Anila harus menerima sosok Deva yang sudah memilih hidup menjadi salah satu penjaja kelamin kalau Anila menyebutnya. Penjaja kelamin yang menjadi incaran banyak wanita, tanpa wanita-wanita itu tau kalau mereka hanya dijadikan sebagai pelarian oleh Deva Mileno Hanjaya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN