CHAPTER 6

2213 Kata
"Ahhh..." Anila kembali mendesah, ketika Deva memberikan dorongan yang cepat dan keras dalam tubuhnya. Desahan Anila itu tentu membuat Deva semakin bersemangat untuk bersama melepaskan gairah yang akan menyiksa mereka itu jika tidak segera dilepaskan. Deva semakin mempercepat gerakannya, dengan begitu Deva ingin dia dan Anila segera mencapai puncak mereka. Anila memeluk leher Deva yang sudah basah oleh peluh, kakinya memberi akses selebar mungkin bagi Deva untuk memasukinya. Sejak merasakan s*x untuk yang pertama kalinya bersama Deva, barulah Anila sadar kenapa orang-orang sangat menggilai s*x?. Sungguh, s*x itu seperti candu yang mampu membuat mu merasa terbang, hingga mencapai kepuasan yang tiada tara. Tapi bukan berarti Anila penganut s*x bebas yang akan melakukan s*x dengan siapapun. Deva tidak peduli lagi dengan semua cakaran yang diberikan oleh Anila dipunggungnya. Kenapa dia harus peduli karena dia sudah gila. Iya Deva sudah gila dengan menyetujui menjadi sahabat sekaligus menjadi teman tidurnya Anila. Sampai sekarang Deva lupa bagaimana dia bisa menyetujui permintaan Anila, sehingga membuat dia berakhir diranjangnya bersama dengan Anila berada dibawahnya. Dan sekarang mereka tengah merasakan kepuasan dan kenikmatan bersama setelah menyatukan diri mereka. Sejak pertama kali berteman dengan Anila hingga mereka melakukan s*x pertama kalinya bersama, tidak pernah sekalipun Deva melewati batas skinship wajar antara sahabat yang biasanya. Tapi sekarang?, skinship antara mereka tidak hanya melewati batas wajar tapi sangat luar biasa keluar dari batas wajar skinship sepasang sahabat. Skinship yang mereka lakukan lebih pantas dilakukan oleh sepasang kekasih atau suami istri. Padahal dulu, sentuhan antara Deva dan Anila hanyalah sentuhan ringan. Contohnya ketika Anila tengah sakit atau sedang mengalami mimpi buruk. Maka Deva akan memberikan ciuman di kening Anila. Deva juga sering memberikan pelukan pada Anila kalau Anila memintanya untuk dipeluk atau Deva merasa Anila butuh dipeluk. Untuk menidurkan Anila juga kadang Deva harus mendekap kuat Anila, dia sengaja melakukan itu agar Anila tidak mengganggunya dengan celotehannya yang pasti tidak akan selesai sampai pagi. Menurut Deva, skinship antara dia dan Anila yang seperti ini masih masuk dalam ukuran yang wajar dan tidak berlebihan. Bahkan setelah mereka memasuki masa dewasa, Deva semakin membatasi skinship antara dia dan Anila. Sekarang Deva harus mengakui kalau Deva tidak bisa melihat Anila murni sebagai sahabatnya lagi. Deva berpikir begitu karena menurut Deva, tidak ada sahabat yang menciuman bibir sahabatnya dengan penuh gairah, sama seperti dia mencim Anila tadi. Tidak ada juga sahabat yang saling membuka baju sesama sahabatnya. Lalu, tidak ada juga sahabat yang saling menyentuh sama lain hanya untuk mencapai kepuasan. Selama ini Deva dengan sengaja membatasi skinship antara dia dan Anila. Deva tau kalau skinship antara dia dan Anila akan beresiko terhadap persahabatan antara mereka berdua. Percaya atau tidak, Deva sebenarnya merasa takut dan khawatir kalau dia dan Anila akan melibatkan perasaan dalam hubungan ini. Meski Deva telah mengajukan syarat untuk tidak melibatkan perasaan dalam hubungan mereka ini, tetap saja Deva tidak yakin dengan dirinya dan Anila. Deva selalu ingin menyiksa dirinya sendiri setiap kali dia mengingat kalau gadis yang ada dibawahnya sekarang ini adalah Anila. Deva sering kali mengumpati dirinya untuk kenyataan itu. Setiap kali dia dan Anila menyelesaikan hubungan badan seperti ini, Deva merasa dirinya seperti binatang. Deva rasa penilaian itu sudah sangat pantas disematkan oleh Anila untuk dia, daripada hanya sekedar penjaja kelamin seperti apa yang sering Anila alamatkan kepadanya selama ini. Dulu Deva selalu melihat Anila seperti dia melihat Diva dan menjadikan posisi Anila sama seperti posisi Diva. Tapi sekarang, bagaimana cara Deva untuk melihat dan memposisikan Anila dengan cara yang sama. Semuanya terasa mustahil sekarang untuk mengembalikan Anila pada posisi itu. Karena apa yang telah dia dan Anila lakukan sekarang, tidak akan pernah Deva bisa lakukan dengan Diva. Jangankan melakukan, membayangkannya saja dia tidak bisa. Setelah melakukan s*x dengan Anila juga, Deva tidak menginginkan tubuh wanita lain lagi selain Anila. Deva menginginkan Anila, lagi dan lagi. Padahal dia sudah mencoba sebaik mungkin menjauhkan dirinya dari Anila dengan menerima job di luar kota agar dia belajar untuk menahan hasrat sexnya. Tapi semuanya gagal karena dia malah mengalami frustasi s*x. Deva pernah mencoba menghilangkan hasratnya pada Anila itu dengan mencoba menyalurkannya kepada wanita lain. Tapi bukannya perasaan puas yang didapatkannya, Deva malah merasa nafsunya langsung menghilang begitu saja. Bagaimana mendapatkan puas ketika gairah saja dia tidak punya. Barulah hari ini Deva bisa melampiaskan semua hasrat dan rasa frustasinya itu kepada Anila. Setelah mencoba menjauh beberapa minggu dan gagal, akhirnya Deva mengalah dengan egonya. Deva menemui Anila dan langsung menyerangnya. Di melakukan itu untuk melepaskan frustasinya dan emosinya karena tidak bisa melakukan itu lagi dengan wanita lain selain Anila. Anila sendiri tidak melakukan apapun untuk menghentikan Deva. Deva tau kalau Anila menerima Deva hanya karena bawaan hasrat Anila saja. Deva berpikir seperti ini karena Deva tau kalau orang biasanya akan kehilangan kewarasannya jika sudah berhubungan dengan s*x dan gairah. Sejak Anila dan Deva menjalani hubungan seperti ini, banyak yang Deva sembunyikan dari Anila. Entah kenapa Deva merasa kalau hubungan mereka tidak lagi sama seperti yang dulu-dulu. Deva juga merasa sudah terlambat untuk kembali karena dia dan Anila sudah melangkah sejauh ini. Common, s*x not for your bestfriend. She/he knows you better than yourself. s*x just for someone who is not know you or your lover. Salah satu dari hal yang Deva sembunyikan dari Anila belakangan ini adalah, dia tidak lagi pernah melakukan ONS (One Night Stand). Semua itu sudah berjalan dalam 2 bulan terakhir ini. Seluruh hasrat sexnya dia salurkan hanya kepada Anila. Untung Anila tidak pernah menolak permintaan Deva, kalau tidak habislah dia. Anila hanya menolak Deva kalau Anila sedang datang tamu bulanannya. Mengingat itu, ingin sekali rasanya Deva memasukkan dirinya kedalam golongan orang munafik. Jelas dia munafik, selama ini dia selalu menjunjung tinggi prinsipnya yang tidak akan menyentuh sahabatnya, tapi sekarang dia malah menikmati apa yang dia jalani dengan Anila. Bahkan tubuhnya saja menghianantinya sendiri. Buktinya Deva hanya terpuaskan dengan Anila saja. Bahkan frekuensi s*x antara dia dan Anila termasuk dalam ukuran rutin. Mereka melakukannya teratur layaknya suami istri kebanyakan. Deva yakin dia dan Anila pasti melakukannya setidaknya 2 kali dalam seminggu. Padahal jadwal Deva untuk melakukan ONS-nya saja hanya pada Sabtu malam saja, itu artinya Deva hanya melakukannya hanya sekali dalam seminggu. Tetapi setelah dia melakukannya bersama Anila, dia menjadi lebih aktif lagi dalam sexnya. Deva seolah lupa cara untuk mengendalikan dirinya dan lebih memilih untuk mengikuti hasrat liarnya. Sebenarnya Deva punya alasan sendiri kenapa akhirnya dia memutuskan untuk berhenti sementara sebagai penikmat ONS. Deva ingin memastikan dia tidak menjadikan Anila sama posisinya dengan teman wanita Deva yang lainnya. Deva tidak mau nasib Anila sama seperti teman ONS dia. Saat ini Deva ingin menjadikan Anila satu-satunya wanita yang bisa menyentuh dia. Deva juga ingin memastikan untuk kali ini, Anila akan mendapatkan pria yang benar-benar pas buat wanita itu. Tapi Deva sengaja menyembunyikan kenyataan ini semua karena dia tidak mau Anila salah paham dalam menangkap maksud dia melakukan ini. Deva takut hal ini akan menimbulkan masalah baru lagi nantinya. Deva menyembunyikan hal ini dengan rapi, sama seperti Deva yang menyembunyikan sesuatu dari Anila sejak mereka SMA. Deva melakukan itu semua untuk mencegah adanya masalah diantara dia dan Anila. Rahasia yang disembunyikan Deva sejak SMA sampai saat ini adalah, Deva yang tau kalau dulu Anila pernah menyukainya. *** Awalnya Deva tidak tau soal perasaan Anila ini pada awalnya, Davinalah yang memberitahukannya. Saat itu dia dan Davina tengah bertengkar hebat, Davina keberatan Deva memperlakukan Anila sangat spesial. Deva mulanya menyangkalnya, namun mendengar penjelasan Davina, akhirnya Deva percaya kalau Anila menyukainya. Saat itu, Deva malah dengan brengseknya menjauhi Anila, Deva ingin menjaga perasaan Davina. Anila yang merasa Deva samakin menjauh, membuat Anila ikut menjauh juga. Saat itulah kecelakaan itu terjadi, hal yang membuat Deva benar-benar terpukul dan menyalahkan dirinya sendiri. Dia berpikir kalau kecelakaan yang menimpa Anila adalah akibat kelalaiannya dalam menjaga Anila. Sejak kecelakaan itulah Deva kembali mencurahkan kembali perhatiannya pada Anila, sama seperti dulu saat dia belum tau perasaan suka Anila kepadanya. Tapi kali ini Deva dengan terang-terangan mulai mempertegas batas-batas persahabatan antara mereka. Dari apa yang Deva lihat, Anila sepertinya cukup mengerti batasan-batasan yang diberikan oleh Deva ini. Deva yakin Anila sudah tidak punya lagi perasaan kepadanya karena Anila akhirnya mempunyai pacar pertamanya. Tampaknya Anila juga sangat menyayangi pacarnya saat itu. Saking sayangnya, Anila hampir melakukan apa yang Deva sempat lakukan kepadanya, yaitu mengabaikan Deva. Tapi Deva berhasil mengatasi hal itu dengan memaksa Anila tetap melakukan beberapa rutinitas wajib mereka sebagai sahabat, meski tidak serutin dan sesering biasanya. Deva dan Anila sendiri, mereka mencoba mengerti posisi mereka sekarang. Mereka sadar kalau mereka tidak bisa sedekat dulu lagi yang bisa mereka lakukan hanyalah memastikan hubungan mereka tidak benar-benar tidak terputus lagi. *** "Nggak tidur Va?" tanya Anila yang baru saja bangun dari tidurnya. Suara serak khas bangun tidur Anila malah membangunkan sesuatu dalam diri Deva. Deva mendengus kesal dalam hatinya. ‘Deva, lo dengan nafsu setan lo,’ umpat Deva dalam hatinya. Deva berusaha menahan dirinya itu dengan memejamkan matanya. Lalu Deva melihat Anila sesaat kemudian menggelengkan kepalanya pelan. "Emmm Va, malam ini gue harus pulang kerumah. Papa mama ngadain makan malam bersama," Anila berkata sambil mencoba meraih pakaiannya yang berserakan dilantai. "Perlu gue anterin?" tanya Deva, tangannya kini berpindah kebelakang kepalanya pertanda pria itu bersiap untuk tidur. "Nggak perlu, malam inikan malam Sabtu. Waktu lo buat berburu cewek. Kalau lo ngantar gue yang ada mama bakal nahan lo dan lo nggak bakal dapat apa-apa malam ini." Anila menjawabnya dengan niatan untuk bercanda juga. Tapi Deva tidak menanggapi candaan Anila itu karena Deva tidak tau harus bereaksi seperti apa. Jujur saja, dia tidak suka bercandaan Anila tadi. Perkataan Anila tadi itu, seperti penilaian Anila kepada Deva yang tidak bisa menahan hasratnya dan selalu mau bersenang-senang dengan para wanita. Meskipun soal wanita itu benar, tapi dia masih bisa menahan diri kalau soal hasrat dan gairahnya. Hey, dia bukan binatang. Anila sendiri yang tidak merasa telah membuat Deva tersinggung, malah serius memperbaiki penampilannya. Setelah memastikan pakaiannya sudah rapi terpasang ditubuhnya, Anila pamit kepada Deva untuk pulang. Tapi sebelum Anila benar-benar pergi, Anila menoleh lagi pada Deva yang sudah mejamkan matanya, meski begitu Anila tau kalau Deva belum tidur. "Seperti perjanjian kita Va, lo masih bebas untuk melakukan apapun dan memilih siapapun. Hubungan kita bebas sampai salah satu dari kita terikat," Anila berkata sebelum akhirnya beranjak meninggalkan Deva yang tetap diam dan memilih untuk tetap memejamkan matanya. "Gue nggak bisa La, kenyataannya lo emang harus gue lakuin berbeda. Semua nggak semudah perjanjian kita." Kata Deva dengan nada pelan. Deva berkata seperti itu seolah Anila masih ada disana dan mampu mendengarkan perkataannya. Padahal Anila baru saja pergi. *** "Hi mom, hi Dad," sapa Anila pada kedua orangtuanya lalu mengedarkan pandangannya keseluruh ruang makan lebih tepatnya kemeja makan milik mereka. "Loh ma, bukannya kita mau makan malam bareng di rumah?, terus mama nggak masak?, mama mau pesan diluar?" tanya Anila beruntun membuat mama Anila gemas dan mencubit pipi putri tunggalnya itu. "Iya kita bakal makan malam bareng, tapi nggak disini, tapi di restoran pesanan papa. Sekalian bareng teman papa juga," jelas mama Anila. Miranda. Anila mendelik seketika. Anila curiga Miranda sedang merencanakan sesuatu kepadanya. Rencana seperti menjodohkannya dengan seseorang. "Mama sama papa nggak lagi ngerencanain sesuatu yang aneh-anehkan ma?” tanya Anila dengan wajah dan nada yang menyelidik. Mama Anila terkekeh seketika dan mencubit pipi Anila lagi. "Emang kalau kita ngerencanain yang aneh-aneh dikit aja salah ya?. Lagian selama nggak ngerugiin kamu, mama sama papa, mama pikir nggak bakal apa-apa deh," kata Miranda seolah mengakui kalau dia telah merencanakan sesuatu untuk Anila. Anila langsung merajuk dan segera memeluk lengan papanya, Darren untuk segera meminta pertolongan darinya. "Pah, Anila nggak mau dijodohin ih," rajuk Anila manja. "Yang bilang Anila mau dijodohin siapa?, Anila kepedean ih," Darren malah membalas rajukan Anila dengan candaan yang membuat Anila mencibir, bibir Anila mengerucut sebal dengan wajahnya merengut. "Benar ya ma, pa, Anila nggak dijodohin. Kalau Anila dijodohin, Anila bakal langsung lari dari sana, bener deh. Anila bakal lari keapartemen Deva," ancam Anila yang membuat Miranda dan Daren terkekeh bersamaan lalu mengangguk. Barulah setelah itu Anila bisa langsung merasa aman dan dengan segera memeluk mama dan papanya bergantian. "Kalau gitu Anila dandan dulu biar cantik," Anila berkata dengan sombongnya sambil mengibaskan rambutnya. Hal itu membuat Miranda dan Darren hanya bisa menggeleng pelan. Membesarkan Anila dari sejak putri mereka itu dalam rahim Miranda, membuat sepasang suami istri itu tau kalau Anila akan benar-benar melakukan ancamannya. Mereka cukup tau kalau Anila itu keras kepala dan pemaksa, makanya Miranda dan Darren selalu memenuhi apa maunya Anila selama ini. Meski begitu, Miranda dan Darren tetap sangat menyayangi Anila karena Anila memiliki banyak sifat baik juga dalam dirinya. Selain itu, alasan mereka sangat menyayagi Anila adalah karena Anila anak mereka satu-satunya. Anila bergeming sejenak saat melihat siapa yang menjadi teman dinner keluarga di malam ini. Badan Anila berubah kaku, kakinya seolah tidak mampu untuk bergerak dan wajahnya juga berubah pucat pasi seketika. Sama Seperti ketika dia sangat terkejut akan sesuatu. Dengan seketika selera makan Anila tiba-tiba hilang, hal yang ingin dia lakukan sekarang adalah memuntahkan seluruh isi perutnya yang sekarang sedang berdesakan ingin keluar. Dada Anila juga ikut merasakan sakit saat melihat senyum itu, senyum yang diberikan pemiliknya dengan tulus pada Anila. Sayangnya senyum itu adalah senyum yang sudah lama membuat dia ikut merasa sakit. Anila meresakan sakit karena dia tau betapa sakitnya Deva karena orang yang ada dihadapannya ini. "Hai Anila apa kabar," sapa orang itu dengan suara lembut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN