Semua ini salahku
"Kamu harus mati, Keenan Ivander Nelson!” Senyuman penuh seringai terpancar dari wajah pria dengan tubuh kekar dan badan tinggi tegap yang tengah memakai setelan jas lengkap berwarna hitam putih tersebut.
Dengan masih memegangi sebilah pisau tajam di tangannya, ia menarik benda tajam itu dari perut yang sudah bersimbah darah tersebut dengan penuh kemenangan saat berhasil menyingkirkan pria yang mengincar wanitanya.
“Ini adalah hukumanmu saat berani menatap wanitaku. Kamu harus mati dan membusuk di neraka karena tidak akan ada yang menemukanmu di gudang tua ini,” sarkas pria yang tak lain bernama Harry Wyman dan berlalu pergi meninggalkan pria yang bersimbah darah tersebut tanpa menoleh ke arah belakang lagi.
Di ruangan gelap yang terlihat sangat kotor dan penuh debu tersebut, seorang pria yang saat ini tengah memegangi perutnya, meringis menahan rasa sakit yang teramat sangat pada luka tusukan di perutnya. “Freya, nyawanya saat ini terancam karena memiliki seorang kekasih pembunuh berdarah dingin.”
Keenan berusaha sekuat tenaga untuk tidak kehilangan kesadarannya. Dengan tangan bersimbah darah, ia meraih ponsel yang ada di saku celananya untuk menghubungi seseorang yang tak lain adalah wanita yang disukainya.
Karena merasa tidak ada waktu dan takut tidak sempat lagi untuk mengatakan sebuah kebenaran pada wanita yang tak lain adalah kekasih dari pria yang menusuknya, Keenan langsung mengungkapkan kenyataan mengerikan begitu terdengar suara merdu Freya.
“Halo ....”
“Freya, dengarkan aku dan jangan menyela perkataanku. Tinggalkan Harry, karena dia adalah pembunuh berdarah dingin. Kamu bisa mati jika terus bersama dengannya. Mungkin kita tidak akan pernah bisa bertemu lagi, karena itulah aku ingin mengatakan padamu bahwa aku ....”
Keenan tidak bisa melanjutkan perkataannya saat kesadarannya telah hilang dan dengan mata yang lama-kelamaan terpejam, ia sudah tergeletak di lantai dingin kotor penuh debu tersebut.
Sementara itu di tempat lain, seorang wanita yang tengah menatap ponselnya, merasa kebingungan saat merasa ada firasat buruk setelah menerima telpon dari pria yang dikenal dan ditolongnya untuk mendapatkan pekerjaan di perusahaan tempat ia bekerja.
“Keenan? Apa yang sebenarnya dia katakan? Kenapa suaranya terdengar seperti orang yang tengah menahan kesakitan? Tidak terjadi sesuatu padanya, kan?” Dengan berkali-kali menggelengkan kepala, ia mencoba untuk membuang pikiran buruk yang ada di pikirannya.
Namun, ia tidak bisa membuang kekhawatiran yang tengah merebak memenuhi jiwanya. Refleks ia buru-buru mengambil jaket dan tas selempang miliknya.
Dengan memesan taksi melalui aplikasi online, ia menunggu di depan kontrakannya dan juga langsung menghubungi sahabat baiknya yang merupakan ahli IT di perusahaan untuk mencari tahu keberadaan pria yang baru saja mengatakan hal tentang kekasihnya.
Begitu taksi datang, ia langsung masuk ke dalam mobil dan menyuruh sang supir untuk segera melaju meninggalkan kontrakannya. Selama beberapa menit taksi berjalan tanpa tujuan yang pasti, Freya yang dari tadi menatap layar di ponselnya, bernapas lega saat ada notifikasi masuk yang menyebutkan alamat dari pemilik ponsel pria yang baru saja menelponnya.
Buru-buru ia menyebutkan alamat tersebut pada pria yang berada di balik kemudi. “Tolong ngebut, Pak! Sepertinya teman saya sedang membutuhkan pertolongan.”
“Baik, Nona,” jawab supir yang langsung menambah kecepatan mobil seperti keinginan dari penumpangnya.
Dengan hati yang berdebar-debar, Freya berusaha untuk berpikir positif bahwa tidak terjadi apapun pada Keenan. Sosok pria yang hanya merupakan seorang cleaning service, tetapi adalah pria baik hati yang membuatnya merasa nyaman saat berbicara apapun.
Lima belas menit kemudian, mobil yang membawa Freya sudah tiba di daerah agak jauh dari jalan utama dan langsung berhenti tepat di samping sebuah gudang tidak terpakai dan gelap gulita. Freya buru-buru turun begitu semakin merasa ada yang tidak beres. Ia mengetuk pintu depan mobil untuk meminta pertolongan dari pria yang tak lain adalah supir.
“Bapak bisa turun sebentar untuk menemani saya melihat di dalam sana? Sepertinya teman saya ada di dalam sana. Mungkin ada orang jahat yang membawanya ke sini.”
Sebenarnya pria paruh baya tersebut merasa sangat takut, tetapi saat merasa iba dengan wanita yang sangat memohon padanya, membuatnya langsung turun dari mobil. “Baiklah, Nona.”
Dengan wajah berbinar, Freya tidak berhenti mengucapkan terima kasihnya dan membungkuk dengan hormat. Kemudian menyalakan lampu pada ponselnya untuk menerangi suasana di area gudang yang penuh dengan kegelapan tersebut.
Begitu menyusuri ruangan luas tersebut, Freya membekap mulutnya saat melihat tubuh seorang pria yang tergeletak di atas lantai. Dengan berjalan cepat, ia buru-buru menghampiri pria yang tak lain adalah Keenan.
“Keenan!” Dengan suara bergetar saat merasa ketakutan dan sekaligus khawatir, membuat Freya menghambur ke arah tubuh yang bersimbah darah tersebut. “Apa yang sebenarnya terjadi padamu, Keenan?” Bulir bening sudah lolos dari bola mata Freya saat melihat tubuh mengenaskan di depannya.
“Apa pria ini adalah teman, Anda? Apakah dia masih hidup?” seru sang supir yang saat ini langsung berjongkok di sebelah pria dengan tusukan di perut tersebut.
Dengan degup jantung yang berdetak sangat kencang, Freya merasa ketakutan dan sangat mengkhawatirkan keadaan dari Keenan.
“Apakah Harry yang membuat Keenan menjadi seperti ini? Akan tetapi, apa alasannya? Kenapa Harry berbuat kejam seperti ini pada Keenan?”
Freya menatap ke arah pria yang sudah mengecek keadaan vital dari pria yang tidak sadarkan diri tersebut. “Bagaimana, Pak? Apa teman saya masih hidup?”
“Sepertinya detak jantungnya sangat lemah dan mungkin sudah tidak sempat untuk membawanya ke rumah sakit, Nona. Tusukan di perut teman Anda sangat dalam,” jawab supir taksi yang merasa khawatir akan dikaitkan dengan apa yang menimpa pria malang tersebut.
“Tidak!” teriak Freya yang merasa sangat bersalah karena menjadi penyebab sosok pria di hadapannya menjelang ajalnya.
“Semua ini salahku! Pasti Harry yang menyakiti Keenan karena merasa cemburu aku dekat dengan dia. Kamu tidak boleh mati, Keenan. Jangan membuat aku menjadi orang yang berdosa karena menjadi penyebab kematianmu,” lirih Freya dengan suara serak akibat efek menangis saat mengkhawatirkan keadaan pria yang sudah tidak sadarkan diri tersebut.
Freya sudah bersimbah air mata saat melihat wajah pucat dari pria yang tidak sadarkan diri tersebut. Tentu saja saat ini ia benar-benar merasa bersalah karena menjadi penyebab dari kemalangan Keenan. Tidak hanya itu saja, pikirannya pun kini tertuju pada sang kekasih yang sudah satu tahun ini sangat dicintai.
Tentu saja ia kini merasa sangat ketakutan jika benar apa yang ada dipikirannya, bahwa calon suaminya adalah penyebab dari nasib nahas pria yang ada di pangkuannya tersebut.
To be continued...