"Koyo langit kambi bumi, aku dan engkau selamanya tak kan pernah bisa tuk bersama, sadar ku siapa, yang tak pantas untuk bersanding denganmu. Setulus dalamnya rasa cintaku, tak dapat meyakinkan hati orang tuamu, sadar derajat harta yang kupunya tak sebanding denganmu!"
Baru saja lima belas menit guru mata pelajaran kimia keluar dari kelasnya dikarenakan akan mengambil buku yang tertinggal di mobil, namun kelas XI MIPA 4 yang sebagian dipenuhi oleh siswa-siswi kurang waras alias hanya bermodalkan otak setengah saja, sudah ramai dengan jiwa ambyar mereka. Mereka semua menyanyikan lagu Via Vallen dengan suara yang sangat fals, bahkan sampai tak enak sekali didengar.
Tentunya kalian semua tahu lah siapa yang menjadi sang pemimpin dalam acara ambyar siang ini, siapa lagi kalau bukan Bilqis? Bilqis Theta Sarendra yang selalu menjadi pemicu di balik ketidakwarasan teman-teman sekelasnya. Ia lah yang selalu menjadi sosok paling semangat di saat tidak ada guru.
"Iqis … Iqis! Lo tau gak bedanya lo sama garuda apa?" tanya Axvel sesudah tangannya dengan gesit mematikan music box guna membuat semua atensi mengarah kepadanya dan juga Bilqis yang menjadi lawan bicaranya. Pria tersebut tak henti-hentinya mengangkat kedua alisnya guna menanti jawaban kocak dari sang sahabat tidak waras tersebut.
Lima detik berlalu, Bilqis terus mengetuk-ngetuk dagunya dengan cepat, berputar sembari bertanya kepada temannya satu persatu apakah ada yang bisa membantu atau tidak. "Argh, sial! Axvel mainnya gak asik deh tiba-tiba tanya kayak gini! Unfriend ae lah kita! Gak usah temenan lagi!" sahut gadis tersebut terlewat sebal karena merasa sangat bodoh. Masa ia tak bisa menjawab pertanyaan dari Axvel? Memalukan sekali, bukan?
"Ya udah kali! Enggak usah sewot kayak gitu! Biar gue yang jawab aja sini, kan hukumnya sangat enggak wajib buat lo jawab," balas Axvel tak kalah kesalnya lagi.
Tidak! Ini tidak bisa dibiarkan, mana ada Bilqis menyerah begitu saja dengan Axvel, ia adalah gadis yang sangat egois sekali. Maunya menang sendiri selalu menjadi headline utama setiap masalah yang ada. Jadi … sangat tidak mungkin sekali Bilqis membiarkan Axvel menang begitu saja darinya. Ya walaupun Bilqis tahu jika itu semua hanyalah bahan bercandaan saja, tetapi jika menyangkut kepandaian Bilqis harus berusaha yang terbaik. Apalagi jika berhadapan dengan pria berotak setengah seperti Axvel.
"No!" tentang Bilqis dengan sangat lantang. Wanita tersebut menggeleng beberapa saat dengan pandangan mata yang menusuk. "Bentar dong kasih gue waktu dulu!" imbuhnya dengan nada mengesalkan. Hentakan kaki beberapa saat pun dilakukan juga oleh Bilqis. Kemudian ia memutar otaknya beberapa saat guna berpikir sejenak apa yang menjadi jawaban dari pertanyaan Axvel tersebut.
Axvel langsung melanjutkan aktivitasnya yakni duduk di meja guru. Ia memegang music box mulai memainkan benda tersebut dengan cara menghidupkannya beberapa saat lalu mematikannya beberapa saat juga. Menanti jawaban dari Bilqis memang sangat membosankan sekali. Mana bisa otak Bilqis yang biasa diajak bercanda dan isinya hanya bagaimana cara bahagia terus menerus seketika berusaha memikirkan jawaban dari pertanyaan yang Axvel berikan.
Bukannya menghina atau apa, tapi memang ini kenyataannya. Agaknya kapasitas Bilqis memang tidak cukup untuk memikirkan hal yang terlalu serius. Bilqis tipikal orang yang senang akan bercandaan, bahkan soal di saat ulangan selalu ia jadikan bahan candaan. Seperti buah apel yang jatuh, kata Bilqis untuk apa dihitung kecepatan jatuhnya coba? Mengapa tidak langsung dicuci dan dimakan saja? Sebegitu gabut kah orang pintar? Ya memang seperti itulah siklus pemikiran gadis bernama lengkap Bilqis Theta Sarendra. Memiliki nama dengan simbol sains saja sepertinya tidak terlalu berguna, doa dari kedua orang tua Bilqis sangatlah sia-sia.
"Cepetan, Iqis! Lama banget deh lo mikirnya!" sewot Axvel usai lima menit lamanya menunggu tetapi tetap saja belum ada jawaban satu pun yang terlontar dari mulut sang sahabat gilanya itu. Memang salah menanti jawaban dari Bilqis, tak akan pernah bisa. "Sumpah ya, lo itu kalau jawab pertanyaan yang cepet dikit kek, Iqis! Sampai lumutan juga kayaknya gak bakalan lo jawab! Daripada lo overthinking, mending gue aja yang ngasih tau. Gak buang-buang waktu juga, kan."
Sedari lima menit berlalu tadi, keadaan XI MIPA 4 benar-benar terlihat tidak baik-baik saja. Mereka semua hening, turut memikir juga apa jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan oleh Axvel. Jelasnya mereka hening karena suhu mereka sedang berpikir keras. Mereka sangat tahu bagaimana Bilqis jika sedang berpikir keras, harus membutuhkan tingkat konsentrasi yang tinggi dan butuh keheningan.
"Enggak! Enak aja lo nyuruh seorang Bilqis Theta Sarendra ini nyerah! Gak akan pernah!" tentang Bilqis yang tetap bersikeras pada jawaban utamanya. Ia akan menjawab pertanyaan dari Axvel tersebut dengan sangat benar sekali tanpa adanya celah satu pun.
"Udahlah, Iqis! Jangan bikin kita semua jadi ikut overthinking gara-gara lo! Mendingan kita langsung serahin semuanya sama Axvel supaya semuanya beres! Gue juga kepo banget nih sama jawabannya," sahut Azila yang turut menimbrung di antara kedua sahabatnya tersebut. Memang sedari tadi semua murid XI MIPA 4 turut berpikir keras tentang jawaban dari pertanyaan random yang entah benar atau tidak itu. "Emang lo tau apa jawabannya, Iqis? Lo gak penasaran gitu?" lanjutnya berusaha menyudutkan Bilqis supaya menyerah begitu saja dan semua permasalahan menjadi selesai.
"Ya gue emang enggak tau sih!" balas Biqlis sewot. "Tapi sebentar lagi gue pasti tau!" lanjutnya dengan tersenyum manis dan lebar. Gadis berambut cokelat yang tengah diurai itu langsung berjalan dengan sangat pecicilan ke arah Abel, mengangkat kedua alisnya guna meminta pertolongan. "Abel yang pinter, ayo kasih tau gue jawaban dari pertanyaan yang Axvel kasih tau tadi apa?" tanyanya pada Abel yang berujung mengorbankan temannya.
Abela yang diperlakukan hal tersebut hanya bisa mengelus dadanya sabar. Memiliki teman not have akhlak seperti Bilqis ini memang harus benar-benar bersabar sekali. Tak bisa dibiarkan begitu saja untuk masuk ke dalam hati, karena jika demikian adanya maka yang akan terjadi ia selalu makan hati. Dengan cepat ia langsung mengangkat kedua bahunya sembarang. "Mana gue tau!" jawabnya singkat. "Tanya lah sama bebeb lo yang bentar lagi jadi ayah dari anak lo itu! Kan dia yang ngasih pertanyaannya. Kenapa jadi tanya ke gue?" lanjutnya tak kalah kesal.
Dengusan sebal hanya bisa Bilqis lakukan. Abela yang tidak asik! Padahal kan Abel sangat pandai, seharusnya ia mengerti jawabannya apa, bukan diam saja seolah tak mengerti apa-apa!
"Kalau ada yang tau jawabannya, kasih tau ke gue ya! Gue janji buat siapa pun yang tau jawabannya, gue bakalan berterima kasih banget!" seru Bilqis guna memberikan pengumuman kepada semua teman-temannya.
"Ah gak asik kalau cuman dikasih terima kasih doang! Kita kan perlu effort buat mikirnya. Kita kan perlu effort buat nyari tau apa jawabannya. Masa cuman dapet terima kasih? Gak seimbang dong!" celetuk Pelita memprotes.
Baiklah jika bagi mereka semua, apa yang Bilqis berikan belum seimbang, akan Bilqis berikan sesuatu yang sangat berkesan. Lihat saja, sampai semua orang berbondong-bondong menjawab pertanyaan tersebut dengan sangat tepat.
"Oke, gue bakalan jadi cewek pendiem selama dua hari, yaitu hari ini sama hari besok kalau ada yang jawab dengan sangat tepat," kata Bilqis dengan sangat serius.
"Kalau garuda di dadaku, kalau kamu di hatiku." Usai merampungkan ucapannya yang mengatakan akan diam selama dua hari, seketika satu orang yang tak disangka-sangka langsung menjawab dengan sangat mudah. Seseorang dengan buku paket tebal di tangannya yang sedang dibaca. Tentu saja itu semua membuat atensi para siswa-siswi murid tersebut seketika menatapnya dengan sangat heran sekali.
"Anjir! Bener gak nih, Ax—"
"ASTAGHFIRULLAH, MIPA EMPAT! KALIAN KENAPA RIBUT DAN BERANTAKAN KAYAK GINI?"