Memakan kacang panggang nampaknya sangat dinikmati dengan baik oleh seorang gadis yang rambutnya sudah tak terurus karena otaknya sudah meledak dengan ulangan yang baru saja menyitanya—ulangan sejarah. Pagi hari mendapatkan mata pelajaran sejarah saja sudah menjadi hari paling sial karena sudah mengantuk di awal hari. Sekarang ditambah beban menjadi ulangan? Tentu saja banyak sekali di antara murid XI MIPA 4, ah ralat, hampir semua murid XIIPA 4 mendecak sebal karenanya.
Pun, guru sejarah ini tidak pernah memberikan instruksi apa pun jika akan terjadi ulangan, ia langsung membagikan kertas ulangan dan mengatakan waktunya hanya tiga puluh menit. Cepat katakan pada Bilqis sekarang, adakah yang jauh lebih menyebalkan daripada itu semua? Adakah yang bisa membuat Bilqis mengumpat sebal karenanya? Bilqis sudah sangat emosi ini! Jangan menghentikan emosi Bilqis jika nanti ia tiba-tiba menampar seseorang, ya. Jangan pernah intinya.
"Sumpah ya, gue enggak ngerti lagi kenapa sejarah selalu bikin gue emosi setiap saat! Argh, kesel banget pokoknya!" gerutu Abel dengan menghentakkan kakinya beberapa kali sebelum berakhir menelungkupkan kepalanya di atas kedua tangannya.
Bayangkan saja ... seorang Abel saja sampai mengeluh. Abel yang selalu menjadi top three dalam kelas saja mengeluh di tengah-tengah meja kantin pada saat ini. Apalagi Bilqis yang otaknya hanya setengah akibat digadaikan oleh sang mamah. Sekarang kalian mengerti kan bagaimana menderitanya seorang Bilqis? Ia sudah sangat terzolimi sekali di sekolah ini. Sudah banyak masalah yang terjadi di sini.
"Lo ngerti konsep ulangan gak sih, Bel?" tanya Axvel tiba-tiba yang sudah jengah dengan tingkah Abel. Baginya Abel sudah sangat alay sekali. Hanya ulangan harian saja, dibawa santai seperti di pantai. Tak perlu repot-repot memikirkannya.
"Apaan emangnya?" sahut Abel dengan nada ketus. Ya, tentu saja ketus. Mood-nya saat ini sudah sangat tidak bagus sekali. Padahal baru saja jam sembilan pagi. Ini tidak ada yang mau menjadi moodboster Abel atau bagaimana, sih? Perasaan Abel cantik, tetapi kenapa tidak ada yang mau menghiburnya?
"Masuk, kerjakan, lupakan." Axvel membalas dengan cepat. "Jadi kalau udah selesai ulangan, enggak perlu lah sampai dipikir gitu banget. Kalau udah selesai mah selesai aja. Lo enggak perlu sampai kebawa stress gitu. Lupakan aja lupakan."
Abel memelototi Axvel dengan tajam. Tangannya mengepal dengan erat seolah melayangkan tanda peperangan kepada Axvel, namun sang pria yang ditatap penuh ketajaman itu hanya diam saja, tak melakukan apa pun juga.
PLAK!!!
Axvel meringis sakit di saat pipinya ditampar dengan sangat keras dari sebelah kanannya, pria tersebut langsung mengaduh kesakitan dengan gerakan tangan yang mulai mengusapi pipinya yang memerah. Sialan memang! Siapa yang berani seperti ini kepada Axvel sebenarnya? Tidak tahu kah kalau Axvel adalah anak baik hati yang tidak pantas diperlakukan demikian?
"Biar gue wakilin aja, Bel. Gue kan baik hati. Gue tau kalau lo enggak bakalan sampai buat nampar si mulut lanyap ini, jadi biar gue aja yang nampar." Sang gadis yang semulanya adem ayem dengan dunianya sendiri—memakan kacang seketika berujar demikian membuatnya ditatap penuh cengo oleh semua orang di meja.
"Lo ada dendam apa sih sama gue, Qis? Perasaan sewot mulu deh sama orang ganteng!" kata Axvel dengan pipi yang tentu saja masih perih dan masih memerah.
Ya, benar! Tentu saja yang baru menampar Axvel adalah seorang Bilqis Theta Sarendra, gadis yang sedari tadi fokus dengan dunianya namun tiba-tiba menampar Axvel tanpa alasan yang jelas. Eh, seketika mengatakan itu semua adalah bentuk perwakilan bagi Abel. Aneh, kan?
"Dendam kesumat sama lo soalnya enggak dikawinin kali!" sahut Azila yang sedari tadi hanya diam saja. Kali ini tawanya menggema, memikirkan hal yang baru saja ia sampaikan. Tentu saja sangat tidak lazim itu dibahas oleh anak SMA seumuran mereka semua. "Makanya buruan kawinin Bilqis. Keburu Bilqis jadi perawan tua!" imbuhnya kembali memperjelas.
"Zila kalau ngomong emang suka bener, ya! Itu Bilqis udah lama enggak dikawinin, Vel. Makanya dia berani nampar lo gitu!" Kali ini Pelita yang berbicara, memberikan persetujuan kepada apa yang diucapkan oleh Azila.
"Bacot deh lo semua!" Seketika suasana menjadi hening di saat seorang gadis yang dibicarakan itu mendengarkan apa yang sahabatnya katakan. "Axvel ... lo tau enggak sih kenapa gue nampar lo?"
Bilqis memang memiliki otak setengah, tidak pernah diragukan lagi akan hal tersebut. Padahal sudah jelas-jelas tadi Axvel bertanya apa alasannya Bilqis melakukan hal tersebut, bukannya menjawab Bilqis malah kembali bertanya.
Huh ... Axvel jadi heran, apakah Bilqis sewaktu di dalam kandungan ini tidak mendapatkan otak saat antre atau bagaimana? Kok bisa sih kapasitas otak antara Bilqis dengan orang lain berbeda, padahal kan sama-sama manusia.
"Kan tadi gue tanya, Sayang." Jika sudah memanggil Bilqis dengan sebutan keramat alias sayang, otomatis Axvel sudah sangat kesal. Saking kesalnya ia sudah melupakan rasa sakit dari tamparan Bilqis barusan. Yang ia rasakan hanyalah kekesalannya pada Bilqis bertambah setiap waktunya. Sudah, itu saja.
"Lo jelek soalnya."
Jawaban tanpa dosa itu langsung membuat semua orang yang ada di meja tertawa, menertawakan nasib buruk dari Axvel yang selalu menjadi bahan ejekan Bilqis. Azila sampai tongkrong di lantai akibat tidak bisa menahan tawanya yang pecah, Abel juga sampai menitikkan air mata dikarenakan perutnya lelah tertawa, sedangkan Pelita sampai sedikit sesak napas karena terlalu bahagia menertawakan nasib buruk dari sahabatnya.
"Iqis, aku padamu, Qis! Yuk bisa yuk lanjutin roastingannya, Qis. Gue demen banget nih sama yang kayak gini!" timpal Azila yang mendukung Bilqis untuk tetap mengejek Axvel.
Satu hal yang sangat Azila salut dari Bilqis adalah gadis tersebut sangat mudah sekali mengatakan apa pun tanpa berpikir dahulu apakah itu akan membuat orang lain tertawa atau tidak. Tetapi apa yang keluar dari mulut Bilqis walaupun dikeluarkan dalam wajah datar berhasil membuat semua orang terpingkal-pingkal.
Dan ya, satu lagi yang Azila sukai dari Axvel adalah pria tersebut tidak pernah tersinggung dengan roastingan dari Bilqis. Ia selalu membiarkan dirinya tersakiti asalkan Bilqis bahagia. Mungkin efek sudah mengenal Bilqis sejak lama sehingga menjadi seperti ini kali, ya. Sudah mengenal seluk beluk Bilqis bagaimana.
"Gue capek banget deh lama-lama temenan sama si otak setengah ini! Tuker tambah temen bisa gak sih?" sahut Axvel yang tentu saja hanya candaan semata. Ia tak mungkin menukat tambah Bilqis karena baginya Bilqis adalah wanita terbaik setelah ibunya yang ia temui. Axvel pun tak sakit hati dengan apa yang diucapkan oleh Bilqis karena ia sudah biasa mendengarkan itu semua.
"Ada kok ada! Lo mau tau tempatnya, Vel? Nanti gue anter deh ke sana. Kebetulan ada yang jualan otak juga, kalau lo mau beliin otak buat kesayangan lo ini juga bisa," jawab Pelita yang tentunya juga hanya gurauan semata.
"Axvel, lo jelek. Tapi kalau lo mau beliin gue cireng sepuluh ribu, seblaknya yang spesial satu, lo bakalan jadi ganteng. Buruan beliin itu semua, anak lo kelaparan soalnya!"