Whispers of Silence
Di sekolah menengah Hawthorn, Rey dikenal sebagai anak yang selalu memilih untuk duduk di pojok paling terpencil di setiap kelasnya. Dia lebih memilih membaca buku atau menulis di buku catatannya daripada berbicara dengan teman sebangkunya. Keheningan di sekitarnya adalah perlindungan bagi dunia pribadinya.
Tapi, takdir berkata lain. Suatu pagi, ketika Rey tiba di sekolah, suasana berubah. Suara tawa dan bisikan-bisikan mengiringi langkah-langkahnya menuju bangku pojoknya. Sekelompok teman sekelas, dipimpin oleh Mark, remaja yang suka membully orang lain, sudah menunggunya.
"Eh, lihat si introvert ini. Sudah bangun dari buku-bukunya, Rey?"
Mark mengatakannya dengan nada menghina
Rey hanya menatapnya dengan sebelah mata, memilih untuk tidak memberikan tanggapan.
"Haha, lihatlah, dia tidak punya apa-apa untuk dikatakan. Bagaimana rasanya hidup dalam keheningan, Rey?"
"Lebih baik daripada mendengar omong kosongmu setiap hari."
Jawab rey dengan wajah datar tanpa ekspresi
Temannya yang lain tertawa, tetapi Rey tetap cuek. Dia seolah-olah memiliki perisai tak terlihat yang membuat kata-k********r mereka tidak mampu menembus.
Alicia, seorang teman sekelas yang melihat adegan ini dari kejauhan, mencoba mengambil perhatian Rey.
"Rey, kamu baik-baik saja?"
Tanya Alicia
"Tidak apa-apa. Biarkan saja."
"Oh, tentu saja dia tidak apa-apa. Dia lebih suka hidup dalam dunianya sendiri, tanpa peduli pada siapa pun."
Saut Mark
"Setidaknya duniaku bebas dari kebisingan yang tidak penting."
Mark dan temannya tertawa lagi, mencoba menunjukkan kelemahan Rey. Namun, sikap apatis Rey seolah-olah menjadi pelindung tak terlihat yang menghalangi kata-kata mereka untuk merusaknya.
Setelah mereka pergi, Alicia mendekati Rey dengan ekspresi prihatin.
"Rey, kamu tidak perlu membiarkan mereka seperti itu. Kita bisa melaporkan mereka ke guru atau..."
"Tidak perlu, Alicia. Mereka tidak sepadat dengan apa pun yang saya baca di buku-buku saya. Biarkan saja."
Rey memotong ucapan Alicia
Meskipun Rey tampak tak tergoyahkan, Alicia bisa merasakan bahwa di balik apatisnya, ada sesuatu yang terpendam
Alicia melihat Rey dengan penuh kepedulian, mencoba memahami lebih dalam apa yang mungkin terjadi di balik keheningan dan apatis Rey.
"Rey, aku tahu kamu suka dengan duniamu sendiri, tapi tidak apa-apa memiliki teman. Aku yakin banyak orang yang ingin mengenalmu lebih baik."
"Apa gunanya? Apa gunanya seorang teman? Bahkan bayanganmu saja akan meninggalkan mu saat kamu jatuh ke dalam kegelapan. Lebih baik sendiri daripada berurusan dengan drama itu."
Ekspresi Rey tidak berubah sedikitpun
"Tapi, Rey, tidak semua orang buruk. Aku ingin menjadi temanmu, dan aku yakin ada yang lain di luar sana yang juga ingin. Kamu lebih dari sekadar 'si pendiam' di pojok kelas."
Rey hanya mengangkat sebelah bahunya, seolah-olah tidak peduli, tapi matanya mengungkapkan sesuatu yang berbeda, sepotong keingintahuan yang terselip di antara lapisan apatisnya.
"Kenapa kamu begitu apatis, Rey? Apa yang terjadi?"
Tanya Alicia dengan wajah penasaran
Rey diam sejenak sebelum mengatakan sesuatu
"Hidup ini penuh dengan kekecewaan, Alicia. Lebih baik tidak berharap terlalu banyak."
"Tapi tidak semua orang akan membuatmu kecewa. Aku percaya bahwa ada orang-orang baik di luar sana. Dan aku yakin kamu punya banyak hal hebat yang bisa dibagikan dengan dunia."
Rey menggangguk
"Aku hanya bosan dengan semua ini, Alicia. Biarkan aku sendiri."
Alicia merasa seolah-olah telah menyentuh bagian dari tembok yang mengelilingi Rey. Meskipun dia tahu bahwa memahami Rey bukanlah hal yang mudah, dia merasa yakin bahwa di balik sikap apatis itu, ada seseorang yang perlu dicapai dan dimengerti.
"Baiklah, Rey. Tapi ingatlah, aku di sini jika kamu butuh teman. Kita bisa membaca buku bersama atau hanya duduk-duduk tanpa harus banyak berbicara."
Rey hanya mengangguk sebagai jawaban, dan Alicia pergi meninggalkannya di bangku pojok, sementara keheningan sekolah melingkupi kehadirannya yang merenung.
Setelah Alicia pergi, Rey kembali ke bukunya, mencoba menyelam kembali ke dalam dunianya yang sunyi. Namun, suara tawa dan candaan teman sekelas masih menghantui pikirannya.
Di jam istirahat, Rey memilih untuk tidur di bangku pojok halaman sekolah seperti biasa. Sambil berbaring, dia melihat langit biru di atasnya, berharap bisa terbang bebas dari semua kebingungan di dunia ini.
Teman sekelasnya, Lisa, yang sebelumnya jarang berbicara dengan Rey, mendekatinya dengan senyuman kecil.
"Rey, bolehkah aku duduk di sini?"
Tanya Lisa
Rey hanya mengangguk, memberi izin tanpa banyak kata.
"Aku melihat tadi Mark dan teman-temannya mengganggumu. Maaf ya, mereka kadang suka berlebihan."
"Tidak apa-apa. Aku sudah terbiasa."
"Tapi tidak seharusnya kamu harus terbiasa dengan itu. Semua orang punya hak untuk merasa nyaman di sekolah ini."
Rey hanya tersenyum kecil, tanpa menanggapi lebih lanjut.
"Aku tahu kamu suka membaca. Punya rekomendasi buku bagus untukku?"
"Tentu, ada satu buku bagus yang baru saja k****a. Ini tentang petualangan di dunia fantasi yang menarik."
"Terima kasih, Aku akan cek di perpustakaan nanti."
"Tidak masalah."
Lisa tetap duduk di sana, mencoba membuka pembicaraan dengan Rey. Meskipun pada awalnya Rey tetap pendiam, Lisa tidak menyerah.
"Apa yang kamu lakukan di luar sekolah, Rey? Apa hobi atau kegiatan favoritmu?"
"Tidak banyak, sebenarnya. Tidur, kupikir.."
"Memangnya tidur itu hobi ya..? Mungkin suatu saat kita bisa melakukan sesuatu bersama. Aku yakin kita bisa menjadi teman baik."
Rey mengangkat alisnya, dia masih acuh tak acuh dengan apa yang dikatakan oleh Lisa
"Siapa tahu."
Lisa tersenyum puas, dan mereka melanjutkan percakapan mereka, menciptakan ikatan kecil di tengah-tengah keheningan yang biasa melingkupi Rey. Meskipun masih cenderung pendiam, ada sedikit kehangatan yang mulai merembes dari dirinya.
Ketika percakapan antara Rey dan Lisa semakin ramai, Alicia yang melihat dari kejauhan merasa ada sesuatu yang tidak biasa. Dengan langkah-langkahnya yang cepat, dia mendekati mereka, mencoba menyembunyikan perasaan cemburunya.
"Hei, apa yang sedang dibicarakan di sini?"
Alicia menghampiri mereka
"Hanya berbicara tentang buku dan hobi."
"Ya, Rey memberiku rekomendasi buku yang bagus."
Alicia mencoba tersenyum, namun matanya tidak bisa menyembunyikan kekecewaan. Dia sudah terbiasa menjadi satu-satunya orang yang mencoba mendekati Rey, dan sekarang rasanya seperti ada orang lain yang berusaha masuk ke dalam dunia yang biasanya hanya dimiliki olehnya.
"Oh, itu bagus. Aku juga suka membaca. Mungkin suatu hari kita bisa membaca bersama."
"Kenapa tidak?"
"Tentu, semakin banyak orang yang suka membaca, semakin baik."
Saut Lisa
Namun, meskipun percakapan berlanjut, Alicia merasa ada jarak yang semakin membesar di antara Rey dan dirinya. Ia merasa terpinggirkan dari dunia yang biasa ia bagi dengan Rey.
"Baiklah, aku akan pergi ke perpustakaan dulu. Lihat kalian nanti."
Alicia berjalan pergi dengan senyuman palsu, mencoba menyembunyikan rasa cemburunya. Rey melihatnya pergi, namun sepertinya tidak menyadari betapa penting peran Alicia dalam hidupnya.
"Dia selalu saja seperti itu, terlalu peduli."
"Kamu tidak suka?"
Tanya lisa dengan ekspresi heran
"Bukan itu. Hanya kadang aku merasa terlalu banyak perhatian."
"Setiap orang punya caranya sendiri menghadapi teman. Mungkin dia hanya ingin membantu."
Rey mengangguk, tapi pikirannya tetap melayang pada kehadiran Alicia yang baru saja pergi. Sementara itu, Alicia berjalan menuju perpustakaan dengan hati yang agak berat, bertanya-tanya apakah dia masih akan menjadi bagian penting dari dunia Rey atau tidak.