bc

Di Sudut Kota Malang

book_age16+
444
IKUTI
2.5K
BACA
fated
twisted
sweet
male lead
multi-character
campus
city
lonely
love at the first sight
gorgeous
like
intro-logo
Uraian

"Aku bersyukur bisa kenal sama kamu." - Bima Andara.

Pertemuan Bima Andara dengan wanita asal Jakarta yang merantau di Kota Malang untuk berkuliah, sungguh tak disangka-sangka. Denisa Rahayu mampu membuat hati sedingin es milik Bima mencair hanya dengan tingkah konyol dan suara lembutnya. Dan untuk pertama kalinya pula, Bima merasakan jatuh cinta. Denisa adalah cinta pertamanya. Namun, sebuah rahasia besar dari Denisa, membuat mimpi Bima sirna. Apa rahasia yang disembunyikan Denisa dari Bima?

chap-preview
Pratinjau gratis
Bab 1
Bima Andara tampak memasuki kawasan kampusnya dengan berjalan kaki, karena ia selalu menaiki angkutan umum kemanapun ia pergi. Pria berusia 21 tahun itu sekarang tengah mengenyam pendidikan di Universitas Negeri Malang, Fakultas Ekonomi. Saat ini dia sedang dalam tahapan skripsi dan proposalnya sedang ia revisi karena permintaan dosen pembimbingnya. Bima sendiri masuk ke Universitas tersebut melalui jalur beasiswa. Ia sangat pandai dan selalu membantu mahasiswa lainnya dalam mengerjakan beberapa tugas seputar ekonomi. Hari ini, Bima berencana untuk menemui dosen pembimbingnya terlebih dulu, karena harus menunjukkan hasil revisiannya pada dosen tersebut. Bima terlihat begitu semangat saat berjalan menuju ruang dosen yang hendak dijumpainya. Di tangan kanannya sudah ada beberapa buku tebal serta proposal yang akan ia tunjukkan nanti pada dosen tersebut. Saat tiba di depan pintu ruangan, Bima mengetuk pintu terlebih dulu sampai orang yang ada di dalam mengizinkannya untuk masuk. Setelah diizinkan, Bima masuk sembari mengucap salam pada dosennya, Pak Sunarya. Ia duduk di seberang meja dosen tersebut. "Gimana proposalnya, Bima?" tanya Pak Sunarya. Bima lantas menyodorkan proposal miliknya yang sudah di revisi. "Sudah saya revisi sesuai dengan saran Bapak," jawabnya kemudian. "Bagus. Biar saya periksa dulu ya," ujar Pak Sunarya lalu membuka proposal tersebut dan membacanya dengan seksama. Pak Sunarya adalah dosen terfavorit di kalangan mahasiswa, karena keramahan dan keluwesannya dalam berinteraksi dengan mahasiswanya sendiri. Penjelasan yang disampaikan oleh Pak Sunarya juga sangat detail dan mudah dipahami. Tak heran jika banyak mahasiswa yang menginginkannya menjadi dosen pembimbing mereka. Menurut mereka, mahasiswa yang mendapat bimbingan dari Pak Sunarya adalah mahasiswa yang paling beruntung. Selain detail dalam menjelaskan, Pak Sunarya juga memberikan beberapa contoh ringan agar mahasiswa semakin mudah menyelesaikan tugas yang ia berikan. Bima adalah salah satu mahasiswa beruntung itu. Berkat Pak Sunarya, Bima bisa menyelesaikan revisi dari dosen pembimbing ke-duanya yaitu Pak Beni. Penjelasan Pak Beni tentang beberapa teori kurang dipahami oleh Bima, sehingga Bima berinisiatif menanyakan teori tersebut kepada Pak Sunarya. Dan sekarang, Bima berhasil menyelesaikan revisiannya berkat bimbingan Pak Sunarya. "Ini sudah bagus, cuma ada beberapa tulisan yang harus dirapikan lagi," ujar Pak Sunarya sambil menutup proposal tersebut dan menyerahkannya kepada Bima. "Oh, baik, Pak. Akan saya perbaiki." Bima menerima proposal tersebut dan menumpukkannya di atas buku tebal yang tadi ia bawa. "Masih ada yang mau ditanyakan? Kebetulan waktu saya sedikit lengang hari ini." Bima pun menggeleng sambil tersenyum. "Tidak, Pak. Terima kasih sudah menjelaskan banyak hal pada saya, Pak." "Iya sama-sama. Kalau masih bingung, bisa diskusi lagi sama saya lain waktu ya," kata Pak Sunarya membalas senyuman Bima. "Jangan sungkan-sungkan." "Iya, Pak. Kalau gitu, saya permisi dulu ya, Pak. Assalamualaikum," ucap Bima. "Wa'alaikumsalam," balas Pak Sunarya. Bima pun segera keluar dari ruangan Pak Sunarya dengan perasaan senang. Ia benar-benar bersyukur bisa melewati hal ini dengan mudah, berkat Pak Sunarya. Saking senangnya, Bima kembali melihat proposalnya dan tidak menyadari jika dirinya baru saja menabrak bahu seseorang. Orang yang ditabrak memekik keras hingga membuat Bima tersadar dan langsung menoleh ke belakang. "Maaf ya. Maaf," ucap Bima sambil membantu orang tersebut memunguti buku-bukunya yang berserakan di lantai karena ulah Bima. "Ayas (saya) gak sengaja." "Iya, gak apa-apa." Bima pun berdiri dan memberikan buku-buku tersebut. Saat kedua matanya bertemu dengan mata cokelat bening tersebut, tubuh Bima seketika kaku dengan detak jantung yang berdegub tak karuan. Wanita di hadapannya begitu cantik dan menghipnotis Bima dalam sekejap. Bima bahkan tidak sadar jika buku yang dipegangnya tadi sudah diterima oleh wanita tersebut. "Makasih banyak ya udah mau nolongin," ucap wanita tersebut. Bima tersadar dari lamunannya dan lantas mengangguk canggung. Ia mengusap tengkuk lehernya karena merasa bersalah sekaligus malu. "Sekali lagi, ayas minta maaf ya. Tadi gak lihatin jalan." "Iya santai aja. Aku gak apa-apa kok." "Ehm... kamu mahasiswa baru?" tanya Bima gugup. Wanita itu justru terkekeh. "Gak baru dong, Kak. Aku udah lama kuliah di sini. Aku aja kenal sama kakak. Nama kakak, Bima, kan?" Bima terkejut wanita itu mengetahui namanya. Kemana saja Bima selama ini? Sampai dirinya tidak tahu wanita tersebut sudah lama kuliah di kampus yang sama dengannya. Padahal Bima sering sekali berinteraksi dengan senior maupun juniornya di kampus tersebut. "Kalau gitu, aku duluan ya, Kak. Soalnya ada kelas. Permisi." Wanita cantik itu beranjak pergi dan membuat Bima kelimpungan karena belum sempat menanyakan namanya. Bima langsung mengejar dan berusaha memanggil wanita tersebut. Ia bahkan menjadi pusat perhatian karena teriakannya. "Tunggu!" Untung saja wanita itu mendengar dan langsung menoleh ke belakang. Dilihatnya Bima sedikit tersengal karena mengejarnya tadi. "Kenapa, Kak?" tanyanya heran. "Ehm... nama kamu siapa?" "Oh, nama aku, Denisa Rahayu. Panggil aja Denisa, Kak," jawab wanita yang bernama Denisa itu. Bima pun mengangguk. "Ayas Bima Andara. Salam kenal ya, Denisa." "Salam kenal kembali, Kak," balas Denisa ramah. "Aku pergi sekarang ya. Sampai ketemu lagi." Bima tersenyum sambil membalas lambaian tangan Denisa. Seketika Bima menggigit bibir bawahnya karena merasa ada yang lain dengan perasaannya. Bahkan ia terus memegangi dadanya sambil berjalan menuju kantin kampus. Bima duduk di salah satu bangku kantin dengan senyum manis yang tak pudar sedikitpun. Ia tidak sadar jika senyumannya menggoda para wanita yang ada di kantin tersebut. Selain kepintarannya, Bima juga dikenal sebagai mahasiswa tertampan dan sangat disukai oleh kalangan wanita di sana. Bahkan beberapa mahasiswi terang-terangan menyatakan perasaan mereka pada Bima, sampai membuat Bima malu sendiri. Saat tengah asyik dengan dunianya sendiri, tiba-tiba saja Bima tersentak karena pundaknya ditepuk oleh seseorang dari arah belakang. Bima pun menoleh ke belakang kemudian mendengus kesal setelah tahu siapa biang keroknya. "Kenapa lo?" tanya Kevin dengan logat khas betawinya. Maklum, Kevin Anggara berasal dari Jakarta dan merantau untuk berkuliah di Malang. Bima menggeleng. "Mana si Jojo?" "Gak tahu gue, dia dimana. Tadi sih katanya mau jumpain gebetan," jawab Kevin sambil duduk di samping Bima. "Lo ke kantin gak mesen makanan?" Bima menyengir sambil mengusap tengkuk lehernya. "Iya, aku belum pesan apa-apa." "Tumben banget. Biasa juga paling ngegas kalau pesan makanan." "Ya, sekarang lagi gak mood aja," ujar Bima beralasan. Kevin hanya menghela napas lalu memakan bakso pesanannya yang sudah disuguhkan dihadapannya. Ia sempat menawari Bima, namun Bima menolaknya. Sesekali Kevin memerhatikan Bima yang terus tersenyum sambil menopang dagunya dengan telapak tangan. Kevin merasa ada yang aneh dengan Bima hari ini. Kevin pun mencoba memanggil Bima, namun si pemilik nama justru tak menyahut sama sekali. Lagi-lagi, Bima kembali asyik dengan dunianya. Kevin menepuk jidat Bima karena kesal. Si pemilik jidat pun meringis sambil memelototi Kevin. "Sakit tahu!" Bima mengomel. "Lagian lo dipanggilin kagak nyahut. Kenapa sih lo?!" tanya Kevin dengan nada yang sudah sangat kesal karena tingkah Bima yang aneh. "Ngelamun mulu. Senyum-senyum lagi. Kayak orang gila." "Dih! Kok sewot?" "Ya sewot-laah! Coba lo manggil gue, tapi gue gak nyahutin lo! Berasa ngomong sama patung gue jadinya," Kevin mengomel. Bima terkekeh mendengar ocehan Kevin. "Ya, maaf." "Maaf lo gue terima. Tapi lo kudu jawab pertanyaan gue tadi," ujar Kevin memberi penawaran. "Lo kenapa?" Bima mulai duduk menyamping untuk berhadapan dengan Kevin. Sepertinya ia akan menceritakan kejadian tadi saat dirinya bertemu dengan Denisa pada Kevin. "Aku tadi ketemu sama bidadari." Kevin pun tersedak saat memakan baksonya. Setelah meminum air mineral, Kevin memegang kening Bima, memastikan apakah Bima sedang tidak sehat hari ini. Bima lantas menjauhkan tangan Kevin dari keningnya dan mendengus kesal. "Lo lagi halusinasi?" tanya Kevin. "Enggak. Aku beneran jumpa bidadari tadi," jawab Bima. Kevin memijat pelipisnya karena pusing. "Lo jangan ngomong aneh-aneh deh, Bim. To the point aja. Puyeng kepala gue dengerin omongan halu lo." "Ck!" Bima mendecak kesal. "Maksudnya aku tuh tadi ketemu sama cewek cantik." "Terus?" "Aku tuh gak sengaja nabrak bahu dia, terus buku-bukunya jatuh, terus...." "Terus lo ikut mungutin bukunya, terus gak sengaja lo pegang tangannya, terus lo pandang-pandangan, dan berakhir saling jatuh cinta. Tamaaaat," Kevin menyela ucapan Bima dengan nada yang dibuat-buat. "Makanya jangan kebanyakan nonton sinetron lo." Bima langsung menampol pundak Kevin. "Aku gak nonton sinetron ya. Nontonnya drama." "Sama aja, Bambang!" "Ck! Dengerin dulu kenapa sih?!" Bima semakin kesal. Kevin menghela napas lalu mengangguk pasrah. "Buruan deh cerita." Bima pun memulai cerita panjangnya dan Kevin mendengarkan sampai habis. Sesekali dahi Kevin mengkerut karena nama yang disebutkan Bima sangat familiar di telinganya. Kevin pun semakin mendengarkan penjelasan Bima sampai akhir. "Oh, Denisa! Gue mah kenal sama dia!" seru Kevin dengan semangat. "Hah? Kamu kenal?" "Ya jelas gue kenal, dia kan sepupuan sama cewek gue," jawab Kevin. "Maksudnya, Denisa sepupuan sama Vera?" Kevin mengangguk. "Iya. Mereka berdua itu sepupuan dan mereka juga merantau ke Malang untuk kuliah. Asalnya juga dari Jakarta, sama kayak gue." "Kalau gitu, kamu bisa dong bantuin aku." "Bantuin apaan?" tanya Kevin mendadak horor. "Bantuin aku deket sama Denisa. Please," Bima memohon. "Males. Usaha sendiri aja," tolak Kevin. "Tega banget sama gue." Kevin terkejut. "Tumben lo pake kata 'gue'?" "Ya kan aku mau belajar bahasa kalian juga," jawab Bima dengan senyum meresahkan. "Gue mendadak horor ngelihat senyuman lo, Bim." Kevin bergidik ngerih melihat senyuman Bima yang terkesan mengisyaratkan sesuatu padanya. "Iya deh, entar gue bantuin," lanjutnya pasrah. Bima pun bersorak kegirangan dan membuat Kevin malu karena orang-orang di kantin menoleh ke arahnya dan Bima. Kevin menghela napas berat dan memilih pergi meninggalkan Bima yang masih bersorak, tak tahu malu. Bahkan Bima tidak peduli dengan tertawaan mahasiswa lain saat melihat tingkah konyolnya itu. To be continue~

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

TERNODA

read
198.6K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.3K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.7K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.5K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
57.1K
bc

My Secret Little Wife

read
132.0K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook