BAB 14 — Namamu Masih Hidup di Ingatanku

671 Kata
Sejak pertarungan dengan Caelthorn, Reyhan merasa sistemnya mulai berubah. Lebih tenang, lebih... manusiawi. Tapi juga lebih senyap. Seolah-olah sistem itu tahu, akhir sedang mendekat. > “Misi Terakhir: Sang Arsitek” Lokasi: Tidak Teridentifikasi Instruksi: “Tunggu... dia akan datang.” Selama seminggu, Reyhan menunggu. Di kampus, di taman, bahkan di dalam mimpinya — tak ada petunjuk. Sampai suatu sore yang biasa, hujan turun tipis. Reyhan berteduh di halte sepi, mengenakan jaket hitam dan ransel kecil. Lelah. Bukan karena fisik, tapi karena tak tahu lagi mana yang nyata dan mana yang takdir. Dan saat ia menunduk… sebuah suara terdengar. “Jadi kamu beneran masih hidup, Reyhan.” Reyhan membeku. Suaranya… lembut. Tapi menyimpan luka yang sama seperti dirinya. Ia menoleh — dan melihat sepasang mata yang begitu ia kenal, namun hampir ia lupakan. Raine. Gadis yang dulu sering muncul dalam mimpinya. Gadis yang menangis sambil menggenggam jam pasir berdarah. Gadis yang... tak pernah ada di dunia nyata. Atau begitulah yang ia kira. “Raine…?” suaranya nyaris tidak keluar. Gadis itu tersenyum samar. Payung di tangannya hampir terjatuh, tapi Reyhan langsung menahannya. “Jadi ini bukan mimpi?” bisik Reyhan. Raine mengangguk. “Ini pertama kalinya kita bertemu… dalam dunia yang kau anggap nyata.” Reyhan menarik napas tajam. “Tapi… kamu siapa sebenarnya? Kenapa aku selalu mimpi kamu? Kenapa sistem tak pernah menyebutmu satu kali pun?” Nara memandang langit yang kelabu. Hujan turun pelan-pelan, seolah memberi ruang bagi rahasia yang akan tumpah. “Aku bukan bagian dari sistemmu. Aku adalah... yang tertinggal. Dari sistem yang gagal. Aku dulu milik Subjek 001 — Reyhan pertama. Tapi saat dia menghilang, aku... ditinggalkan di antara dimensi. Tak bisa mati. Tak bisa hidup penuh.” Reyhan mengingat satu nama dalam daftar yang ia lihat di Menara Amarta. > Subjek 001: Hilang Keterangan: Dibawa bersama entitas bernama Raine. Kakinya lemas. “Jadi kamu bukan manusia... tapi kamu juga bukan sistem...?” “Aku jodoh yang seharusnya tidak pernah lahir,” jawab Raine tenang. “Tapi entah kenapa, setiap kali sistem baru muncul… aku bermimpi tentangmu. Dan kamu… selalu mencariku.” Reyhan terdiam. Dadanya sesak. Selama ini, semua yang ia jalani — luka, kekuatan, pertarungan antar versi diri — ternyata menuju satu titik: Raine. > “Sang Arsitek tak akan kau temukan lewat kekuatan,” ujar Raine, melangkah lebih dekat. “Tapi lewat orang yang tak seharusnya ada… tapi tetap bertahan.” Reyhan menatap wajahnya — bukan dengan mata sistem, tapi sebagai manusia. Perasaannya bergolak. Seolah semua potongan puzzle di hidupnya mulai menyatu. “Aku ingat kamu,” ucap Reyhan pelan. “Waktu kecil. Aku pernah koma dua minggu. Dan dalam mimpiku, ada kamu. Kita main di padang bunga. Kita... tertawa.” Raine mengangguk. “Itu sistem yang mencoba memadamkanku… tapi malah menghubungkan kita. Lewat luka masa kecilmu.” Hening. Lalu, Raine menggenggam tangan Reyhan — dan dunia sekeliling berhenti. Sistem langsung muncul. Suaranya bergetar: > “WARNING: Entitas bernama Raine tidak dapat dianalisis.” “Potensi bahaya — atau penyelamat.” Reyhan memejamkan mata. “Aku gak peduli. Dia nyata… bagiku.” Tiba-tiba, layar muncul di langit. Kali ini bukan perintah. Tapi pilihan. > 🔘 Terima takdir sebagai Inti Sistem — hilangkan semua yang tak stabil (termasuk Nara). 🔘 Tolak sistem — hilangkan semua kekuatan, tapi simpan manusia di sekitarmu. Raine menatapnya. “Kalau kamu pilih aku… kamu akan kehilangan semua.” “Kalau aku kehilangan kamu, gak ada yang layak aku pertahankan,” jawab Reyhan. Lalu tanpa ragu — ia menyentuh pilihan kedua. Dunia bergetar. Sistem menjerit. Ribuan data runtuh. Cermin-cermin di Menara Amarta pecah. Ribuan versi Reyhan… menghilang seperti debu. Dan dalam satu hembusan terakhir, sistem berkata: > “Kamu memilih cinta... bukan kendali. Maka kamu bukan sistem. Kamu... tetap manusia.” --- Saat dunia kembali tenang, Reyhan dan Nara duduk di halte yang sama. Hujan reda. Tak ada lagi notifikasi. Tak ada lagi suara dalam kepala. Yang tersisa hanya tangan mereka yang saling menggenggam. Dan dalam diam, Reyhan tahu: Jodohnya bukan yang sempurna. Tapi yang tetap ada, bahkan setelah dunia runtuh.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN