Apakah orang ketiga akan hadir di dalam hubungan kita?
_Ali
***
20 menit menunggu taxi tapi, belum juga muncul. Pesan taxi online pun, namun tidak juga datang-datang dari tadi. Aisyah sudah capek menunggu, tempatnya kuliah sangat tidak efektif. Kendaraan jarang berlalu lalang, mungkin itu alasan kenapa banyak yang tidak mau kuliah di kampusnya.
Coba aja ia nurut kata Ali, kuliah bersama Ali. Pasti kejadiannya tidak bakal jadi begini. Ia pun akan lebih banyak menghabiskan waktu bersama Ali. Namun mau gimana lagi. Papinya yang sudah memilihkan kampusnya. Kampus yang islami. Sedangkan kampus Ali internasional modern. Mahasiswa-mahasiswinya bebas dan tanpa aturan yang mengekang. Dan lingkungan kampusnya terbilang bebas. Mana mau papinya mengizinkan kuliah di sana. Kalau Ali diberi kebebasan sama orang tuanya, dan juga Ali memang direkomendasikan ke kampus itu. Soalnya itu kampus terbaik dan ternama. Kampusnya juga ternama, tapi nomor 2.
"Hem." Aisyah menghela nafasnya.
Tak lama kemudian. Mobil audi hitam berhenti di depannya. Ia kira itu taxi online yang ia pesan. Namun, saat seorang cowok keluar dari dalam mobil itu, ternyata bukan. Itu mobil Andra.
"Hai Syah," sapa Andra dengan ramah.
"Hai," balas Aisyah dengan biasa aja.
"Masih ingat dengan aku, cowok yang dulu pakek kaca mata ke sekolah?"
"Masih," jawab Aisyah. Tentu saja ia masih ingat, karena wajah Andra gak ada yang berubah sedikitpun. Masih sama seperti dulu, berwajah ganteng dengan senyum tipis dan berlesung pipi. Hanya satu yang beda, yaitu tidak berkaca mata lagi. Dan cowok itu terlihat lebih tampan tanpa kaca mata. Aisyah bukan memuji, tapi kenyataannya memang begitu adanya.
"Syukur deh, aku kira kamu udah lupa."
"Mungkin, kalau kamu ganti nama," ucap Aisyah membuat Andra tertawa padahal gak ada yang lucu.
"Bye the way, kamu ngapain masih di sini?" tanya Andra.
"Nungguin taxi," jawab Aisyah. Jujur, Aisyah malas bertemu Andra. Ada rasa gimana gitu. Kalau ketemu sama cowok yang pernah mengungkapkan perasaan padanya, pasti ia jadi gak enakan. Malu sama grogi jadinya. Dulu kan, ia sama Andra sempat dekat waktu SMA kelas sepuluh. Jadi ada perasaan gak nyaman kalau ketemu lagi. Apalagi bertahun-tahun putus kontak, dan sekarang Andra tiba-tiba datang dan mencoba mendekatinya lagi.
"Gak dijemput? Aku dengar, kamu udah menikah kan, terus suami kamu mana? Kenapa dia gak jemput kamu?"
Ditanya gak dijemput pula, bikin Aisyah jadi down lagi. Mau ia jawab apa pertanyaan Andra? Andra bahkan tahu ia sudah menikah. Entah tahu darimana. Cowok itu kayaknya serba tahu soal dirinya. Kalau ia bilang suaminya masih di kantor. Pasti Andra mikirnya suaminya gak perhatian, gak sayang, nanti Ali dijelek-jelekin. Aisyah gak mau kalau suaminya buruk di mata orang lain. Pokoknya hanya ia yang harus menilai Ali, dan orang lain tidak berhak.
"Suami aku lagi sakit," jawab Aisyah berbohong. Kalau alasannya begini kan, Andra tidak akan berfikiran yang macam-macam tentang suaminya. Jadi aman.
"Ohh, kalau gitu, aku aja ya, yang antar kamu pulang," tawar Andra.
"Gak usah repot-repot, bentar lagi taxi yang aku pesan datang kok," tolak Aisyah secara halus.
"Gak mungkin datang, kamu pasti pesan taxi-nya udah dari tadi, kan. Tapi gak dateng juga, artinya taxi yang kamu pesan gak bakal datang. Sebaiknya aku anterin kamu pulang, daripada kamu sampai sore nunggu di sini."
Aisyah diam aja, ia gak menanggapi. Ia sibuk melihat kiri-kanan, siapa tahu ada taxi yang lewat. Jadi ada alasan untuk nolak Andra. Sayang, satupun mobil taxi gak ada yang terlihat. Jalanan sepi, hanya beberapa kendaraan bermotor saja yang berlalu lalang.
"Mau ya, aku anterin?" tanya Andra sekali lagi.
"Ya udah deh," jawab Aisyah pasrah. Daripada ia mati berdiri nungguin taxi, sebaiknya ia pulang dianterin Andra.
Andra pun mengangkat kedua sudut bibirnya membentuk senyuman. Aisyah balas, namun hanya sedikit.
Andra membuka pintu mobilnya untuk Aisyah. Aisyah pun masuk dan Andra menutup pintu mobilnya lagi. Setelah itu, dia membuka pintu mobilnya untuk dirinya sendiri. Mereka berdua pun sudah di dalam mobil sekarang. Dan sama-sama duduk di depan. Aisyah duduk di sebelah Andra yang menyetir mobil.
Dalam hati Andra berbunga-bunga. Dia senang Aisyah menerima ajakannya. Sudah lama sekali dia merindukan momen bersama Aisyah. Akhirnya kesampean juga.
***
"Ali, makasih ya udah anterin aku," ucap Aurel. Kini dia dan Ali sudah sampai di rumah Sakit Medika. Tapi mereka masih di dalam mobil. Ali hanya mengantar sampai parkiran.
Ali senyum. "Iya sama-sama," balas Ali. Ia senang bisa bantuin orang. Setidaknya dapat pahala.
"Mau mampir dulu nemuin mama aku," tawar Aurel.
"Kapan-kapan aja," tolak Ali secara halus.
Mimik wajah Aurel berubah, jadi sedikit masam karena kecewa. Harapannya tak sesuai kenyataan. Ali malah bilang kapan-kapan. Aurel tahu kok itu hanya alasan. Hanya penolakan yang dilakukan secara halus.
Aurel membuka pintu mobil dan keluar dari mobil Ali. Dia melangkah menuju ke pintu mobil depan, lalu mengetuk kaca jendela mobil Ali.
Ali membuka kaca jendela mobilnya. "Ada apa lagi?" tanya Ali.
Aurel membungkuk mau berbicara dengan Ali. Supaya ngobrolnya saling melihat wajah satu sama lain. "Atas tanda terima kasih aku, aku mau ajak kamu makan malam, besok," ucapnya.
Ali diam sejenak. Ia diajak makan malam. Lama-lama sepertinya Aurel ngelunjak padanya. Tadi minta anterin, sekarang ngajak makan. Apa Aurel ada maksud terselubung? Entahlah, Ali gak tahu juga. Ia gak boleh berpikiran negatif tentang orang lain. Apa lagi kegeeran.
"Aku gak janji," balas Ali.
"Kenapa, sibuk ya?"
"Iya. Aku ada acara lain."
"Acara apa?"
"Tradisi bersama orang spesial di rumah," jawab Ali. Malam besok adalah malam minggu. Dan ia sudah punya acara sendiri setiap malam minggu. Acara yang sudah ia mulai dari tiga tahun yang lalu. Melakukan hal-hal yang menyenangkan bersama orang tercintanya. Dan orang itu adalah Aisyah.
"Aku bakal tetep tunggu kamu, di kafe dekat kantor. Besok malam jam delapan. Aku harap kamu datang. Bye Ali, makasih," ucap Aurel lalu pergi bergitu saja. Bahkan Ali belum mengiyakan. Gadis itu sengaja supaya Ali gak bisa menolak.
"Dia pergi, belum sempat ditolak. Gimana ni?" tanya Ali pada dirinya sendiri. Sudahlah, gak ia pikirin. Ia menghidupkan mesin mobilnya dan berlalu pergi.
***
Ali mematikan mesin mobilnya. Ia sudah sampai di rumah. Ada pemandangan yang berbeda hari ini. Sebelum keluar dari mobil. Ali membuka kaca mobilnya dan melihat jelas ada mobil lain terparkir di depan rumahnya. Mobil hitam, dilihat dari plat mobil. Ali memastikan itu bukan mobil orang tuanya dan bukan pula mobil orang tuanya Aisyah. Lantas, itu mobil siapa?
Ali menutup kaca jendela mobilnya. Lalu mengambil tas kerjanya dan keluar dari mobil. Ia melangkah ke arah rumahnya, sambil sesekali melirik mobil yang asing itu. Mobil yang gak pernah ia lihat sebelumnya. Dalam hati Ali terus bertanya-tanya siapa pemilik mobil itu.
Ali sudah menginjakkan kakinya di teras rumah. Ia lihat pintu rumah terbuka lebar, tak seperti biasanya. Ali mengucapkan salam saat sudah di depan pintu.
"Assalamualaikum," salam Ali.
"Waalaikumsalam," sahut seorang dari dalam. Suara cowok dan Ali mengeryitkan alisnya. Bingung itu suara siapa.
Ali masuk dan mendapati seorang cowok yang mungkin seumuran dengannya. Cowok itu sedang duduk di ruang tamu, menyapanya dengan senyuman. Ali balas namun dengan senyum miring. Sumpah, Ali gak kenal dengan orang itu, dan sangat asing bagi Ali.
"Dia siapa?" Batin Ali bertanya.
Ali menyelonong masuk tanpa bertanya langsung siapa cowok itu. Ali berjalan menuju ruang tengah yang bersampingan dengan ruang tamu. Hanya terbataskan dengan tembok dinding. Lalu Ali melempar tas kerjanya ke sembarang tempat dan menimbulkan suara gaduh. Suara itu sampai membuat sang tamu sentak kaget dan seorang wanita yang sedang membuat minuman di dapur juga ikutan kaget.
Dalam tas itu gak ada laptopnya. Makanya Ali seenak jidat melemparnya. Tas itu hanya berisi dokumen-dokumen dan buku-buku yang tebal. Makanya pas dilempar menimbulkan suara yang cukup keras. Ali sengaja melakukan itu, ia kesal ada laki-laki yang gak ia kenal datang ke rumahnya. Apalagi di rumah pasti hanya ada Aisyah, dan pasti cowok itu datang karena Aisyah yang membawanya. Gimana kalau Aisyah di apa-apain sama cowok itu, itulah yang ia khawatirkan.
"Ali, kamu apa-apaan sih!" Aisyah yang baru saja datang dengan membawa minuman langsung marah-marah ke Ali. Walau bersuara pelan, namun intonasinya marah. Ali pun sadar, kalau Aisyah sedang marah padanya.
Ali diam aja, gak membalas ucapan Aisyah. Ali malah sibuk melepaskan jasnya. Lalu melemparkan jasnya itu dengan sembarangan. Terus membuka dasinya dan melemparkan juga dasi itu ke sembarang tempat. Dan kini, tas, jas, dan dasinya tergeletak di lantai. Aisyah yang melihat itu memberikan tatapan marah ke Ali. Sebelumnya Ali mana pernah bersikap begitu.
"Ali, simpan dengan rapi," pinta Aisyah.
"Enggak mau," tolak Ali.
"Ali! Simpan gak!"
"Enggak," ucap Ali dengan menatap Aisyah.
"Aku marah," ucap Aisyah.
"Aku gak peduli," ucap Ali.
Aisyah menatap Ali dengan geram. Ia kesal, Ali jadi pembangkang. "Al-"
Cup
Ali mengecup pipi Aisyah. Membuat sang empu menjadi kikuk dan ucapannya jadi terpotong.
Ali senyum. Aisyah masih terdiam tanpa ekspresi.
"Sini minumannya, biar aku yang anterin," ucap Ali dan ia mengambil minuman yang tengah Aisyah pegang untuk diberikan ke Andra.
Ali pun menyelong pergi dengan membawa minuman yang Aisyah buat barusan. Sedangkan Aisyah hanya mematung melihat sikap Ali yang aneh sekali.
Sampai di ruang tamu. Ali meletakkan minuman yang ia bawa. Lalu ia duduk. "Silahkan diminum," kata Ali dan ia melempar senyum ke tamu yang gak ia kenal itu.
"Makasih," ucap Andra, dia pun senyum. Dan dia pun menggapai gelas yang berisi minuman yang disuguhkan untuknya.
Belum sempat gelas itu Andra sentuh, namun Ali lebih dulu mengambilnya dan meneguknya. "Enak minumannya," ucap Ali dengan enteng, lalu tersenyum sinis ke Andra.
Aisyah yang berdiri di sebrang sana, menyaksikan perbuatan Ali yang tidak terpuji. Ia hanya bisa menggeram dan menggerutu tak jelas memarahi Ali dalam hati. Andra gak lihat, hanya Ali yang lihat keberadaan Aisyah.
Ali tahu, istrinya itu marah tapi Ali gak peduli. Ia terus meneguk minumannya sampai benar-benar gak tersisa. Baru ia letakkan kembali gelas yang kini sudah kosong itu. Ia menggapai tisu yang di atas meja, kemudian mengusap bibirnya yang basa karena habis meminum jus apel yang sangat enak. Apalagi diminum saat siang hari, sungguh memberikan efek yang meyegarkan untuknya.
"Ali!" teriak Aisyah geram namun dalam hati. Ia kesal dengan perbuatan Ali.
Ali hanya senyum tanpa merasa berbuat dosa.
Di sisi lain, Andra meneguk salivanya. Tangannya juga mengepal. Matanya menatap Ali dengan nanar. Dia sangat kesal dengan perbuatan cowok yang merebut minumannya, dia dipermainkan oleh cowok itu. Cowok yang entah siapa, namun kemungkinan besar itu suaminya Aisyah. Ingin rasanya dia menonjok wajah cowok itu, tapi dia sadar diri dia dimana sekarang. Tempat ini tidaklah pas untuk memukul seseorang. Apalagi Aisyah nanti bakal tahu. Maka dia hanya harus menahan diri. Intinya sabar. Akan ada saatnya nanti untuk balas dendam, namun bukan di sini, pikir Andra.
****