Ide Melamar Kerja

1037 Kata
Setelah Cahaya pergi, Bintang fokus mengobati luka di tangannya, baru setelah itu mulai menikmati sarapan yang Cahaya antarkan. Di suapan pertama, Bintang melambatkan gerakan mulut untuk memperjelas rasa makanan. “Masakan ini buatan Bunda, bukan buatan Cahaya. Kayanya gue harus suruh dia masak buat gue, minimal satu minggu sekali, biarpun di rumah ada lauk. supaya dia terbiasa ngelayanin selera gue," ujar bintang lalu melanjutkan makannya sampai habis tak tersisa. Setelah itu Bintang bergegas merapikan diri dan memakai tas ransel lalu berjalan keluar kamar menuju garasi rumah. Saat tiba di garasi, Bintang berharap Cahaya sudah selesai mencuci motor. Namun, jangankan selesai, dicuci saja belum, bahkan motor CBR itu masih tertutup cover. Ia justru melihat Cahaya sedang mengelap motor lain yang ada di garasi rumah. “Dia ga nyuci motor gue?” gumam Bintang kemudian melangkah mendekati Cahaya yang sedang berjongkok. “Ay, kenapa motor gue belum dicuci?” tanyanya kesal. Cahaya yang sedang membersihkan velg motor dengan kanebo langsung berdiri begitu mendengar suara kesal Bintang. “Ini udah selesai, Kak,” balas Cahaya sambil mengusap keringat di seluruh wajah dengan punggung tangan. “Selesai apanya? Cover motor gue aja ga Lo buka, gimana mau lo cuci!” Seketika kening Cahaya berkerut heran. “Loh, ini motor Kak Bi, ‘kan?” Cahaya menunjuk motor matic yang baru saja ia cuci bersih. “Itu motor Prita bukan motor gue! Motor gue yang itu!” Bintang menunjuk motor di dekat tembok. Cahaya langsung menoleh ke tepat yang Bintang tunjuk sampai ia melihat body motor besar yang masih ditutupi cover. “Jadi motor Kak Bi yang itu?” tanya Cahaya dengan mata terbelalak. “Iya!! Motor siapa lagi kalo bukan motor gue!” bentak Bintang. Cahaya langsung menunduk ketakutan. “Maaf, Kak, Aya ga tau. Aya kira itu motor Om Aryo.” “Ayah ga suka motor gede gitu!” Cahaya mendongak perlahan, memberanikan diri menatap Bintang lagi. “Maaf, Kak, Aya bener-bener ga tau. Aya cuci sekarang, ya?” Cahaya langsung membungkuk, mengambil selang yang ada di dekat kakinya untuk mencuci motor Bintang. “Udah, ga usah!” hardik Bintang lalu melangkah menuju motornya. Cahaya berjalan mengikuti Bintang sambil menarik selang. “Ga apa-apa, Kak, Aya ga bakal lama nyucinya,” bujuknya. “Ini udah jam delapan. Gue udah mau berangkat sekarang, Ay!” ucap Bintang ketus sambil membuka penutup motor. Cahaya tersenyum sambil menunjukkan ekspresi tidak enak hati karena harus membuat Bintang marah lagi. “Rapihin ini!” perintah Bintang sambil menyerahkan cover motor yang baru ia buka. Cahaya langsung menaruh selang air yang ia pegang lalu menanggapi cover motor yang Bintang berikan untuk dilipat sesuai perintah. “Ambil helm gue di lemari bufet!” perintah Bintang sembari menaiki motor. “Iya, kak!” Cahaya langsung mempercepat gerakan kedua tangannya agar bisa secepat mungkin melaksanakan perintah Bintang. “Udah itu taro dulu!” tegur Bintang saat Cahaya mengutamakan melipat cover daripada mengambil helm. “Iya, Kak!” Cahaya langsung melangkah ke dalam rumah karena takut kena marah lagi. Namun, karena langkah buru-buru itu, ia lupa untuk hati-hati hingga salah satu kakinya tidak sengaja menarik lilitan selang sampai ia jatuh dengan posisi berlutut. "Aww!!" teriak Cahaya ketika lututnya menyentuh lantai lebih dulu dengan cukup kencang. Bintang panik melihat Cahaya jatuh , hingga ia bergerak cepat turun dari motor. Namun, begitu kedua kaki sudah menginjak lantai, ia justru berhenti bergerak karena tidak mau menunjukkan kepedulian hingga ia mengurungkan niat menghampiri Cahaya, malah memilih memarahi. "Lo bodoh banget, sih, Bisu! Jalan ga bisa liat-liat. Kalo pipa patah karena selangnya lo tarik, gimana?" Cahaya dengan cepat beranjak bangun tanpa bisa merasakan sakit di lutut lama-lama karena berubahnya panggilan dari mulut Bintang untuk dirinya, yang ia yakini kemarahan Bintang bertambah karena perintahnya tidak cepat-cepat dikerjakan. "Maaf, Kak, aya ga sengaja." Cahaya kembali melangkah buru-buru. "Bisu, pelan-pelan jalannya, ntar lo jatuh lagi!" teriak Bintang sedikit kencang. Cahaya langsung menghentikan langkah lalu menoleh ke belakang. "Iya, Kak, Aya bakal hati-hati. Aya ga bakal jatuh lagi." Setelah itu ia kembali berjalan. “Ambil tisu juga, Ay!” teriak Bintang. " Iya, Kak." Bintang kembali menaiki motor lalu menstarter manual motornya untuk memanaskan mesin selagi menunggu Cahaya datang membawa helm. “Ini helm sama tisunya, Kak!” ujar Cahaya sambil menyodorkan bersamaan dua benda yang tadi Bintang minta. Bintang mengambil helm untuk dia pakai, tapi tisu ia biarkan tetap di tangan Cahaya. “Tisunya ga, Kak?” “Tisunya buat bersihin keringet lo. Gue ga suka liat muka berminyak lo itu,” celetuk Bintang. Cahaya memajukan bibir bawah karena tersinggung dengan ucapan Bintang tanpa berani protes. Satu tangannya kemudian bergerak mengambil tisu. Namun, ketika jemari sudah menyentuh tisu dan siap menarik helaiannya, tangan Bintang secepat mungkin mengambil beberapa helai tisu itu, padahal helm full face-nya belum terpasang sempurna. Bintang kembali turun dari motor lalu mendekati Cahaya dengan mimik kesal. “Cuma disuruh nyuci motor aja keringet lo sebanyak ini, apa lagi gue suruh nyuci mobil ayah!” ucap Bintang ketus sambil membersihkan seluruh wajah Cahaya dengan tisu. “Biar Aya aja yang bersihin, Kak, Aya bisa sendiri.” Cahaya berusaha menghentikan tangan Bintang di wajahnya karena risih dengan posisi berdiri terlalu dekat. “Gue aja!” tolak Bintang ngotot tanpa menghentikan gerakan tangannya. Cahaya tidak bisa melawan lagi dengan membiarkan Bintang membersihkan seluruh wajah sampai selesai. Ia hanya memejamkan mata sambil merasakan lembutnya tisu yang mengenai kulit. "Udah!" ujar Bintang ketus. “Terima kasih, Kak.” Bintang kembali menaiki motor yang kali ini di barengi dengan memainkan gas tanpa membalas ucapan Cahaya. “Minggir!” usir Bintang saat motor akan melaju karena Cahaya berdiri tepat di depan motor. Cahaya langsung mundur beberapa langkah, mempersilahkan motor Bintang melaju. Setelah itu ia mengambil cover motor yang tadi ia taruh untuk lanjut melipat lalu merapikan selang air yang tadi ia tarik. Setelah selesai Cahaya kembali masuk ke dalam rumah untuk mengerjakan apa yang bisa ia kerjakan. Namun, melihat seluruh bagian rumah sudah rapi dan merasa tidak ada teman untuk bicara, ia memutuskan ke kamarnya. Di dalam kamar Cahaya langsung berbaring di tempat tidur dan melamun sampai kembali teringat ucapan Diva yang menyebut ia pengangguran hingga ia berpikir untuk mencari kerja. “Bener, aku harus kerja! Numpang di rumah orang lain tanpa menghasilkan uang pasti dianggap benalu,” ucap Cahaya membenarkan pikirannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN