D E L A P A N

1177 Kata
 Semua yang ada di taman itu menunggu kalimat apa yang akan Sean katakan. "Suka-suka gue lah!" Sean menarik tangan Lea. "Ayo, pulang!" Dengan tubuh yang menjadi lemas karena mendengar ucapan Sean, Lea pun mengikuti suaminya itu dengan langkah tertatih. Kelvin yang mendengar jawaban Sean pun hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. "Dasar orang aneh!" teriak Kelvin yang sebal dengan jawaban Sean. Kelvin pun hendak pergi dari taman itu, dia juga ingin pulang ke rumahnya. Namun ketika pemuda itu bangkit dari duduknya, tiba-tiba saja kakinya menyenggol kantong plastik berisi belanjaan milik Lea. "Gue harus minta maaf nanti," gumam Kelvin lalu membawa kantong-kantong itu. ***** Sean terus saja menyeret Lea, tak peduli jika wanita yang sudah menjadi istrinya itu hampir terjatuh karena tak bisa mengikuti langkah kakinya yang begitu cepat. Mereka akhirnya sampai di dalam lift. Sean pun menekan tombol yang bertuliskan angka delapan belas, lantai di mana unit mereka berada. Ada sedikit perasaan berdesir di dalam hati Lea karena Sean masih saja menggenggam tangannya. Namun semua perasaan itu buru-buru Lea tepis. Sean benar-benar tak main-main dengan syaratnya yang tak ingin satupun orang tahu tentang hubungan mereka. Cukup satu kali Lea merasa percaya diri. Kini wanita itu hanya bisa menundukan kepalanya. Setelah terdengar bunyi dentingan, pintu lift itu pun terbuka. Sean menarik kembali tangan Lea dan berjalan dengan cepat ke unit mereka. Sesampainya di unit mereka, Sean pun segera mengunci pintunya. Lea hanya diam, takut jika dia berbicara nanti, Sean akan menjawabnya dengan kalimat khas pemuda itu sejak mereka putus. Makian. Sean menarik Lea, melemparkan tubuh istrinya itu ke atas sofa hingga Lea jatuh terduduk di atasnya. Beruntung sofa itu empuk. Kalau tidak, apa yang akan terjadi pada bayinya nanti? "Gue enggak ngerti!" Sean bertolak pinggang. Sesekali tangannya bergerak untuk menyugar rambutnya frustrasi. "Mau lo apa, sih?!" bentak Sean yang merasa kesal. Lea hanya bisa diam. Selain diam, istri Sean itu hanya bisa menangis sekarang. Jadi Lea berpikir, dari pada dia menangis lagi di hadapan Sean, lebih baik dia diam saja. Karena jika dia membuka mulutnya yang berusaha dia kunci rapat-rapat, hanya suara isakan yang nanti akan terdengar. "Jawab, Anjing!" bentak Sean. Pemuda itu pun menghampiri istrinya. Mendengar kalimat yang terlontar dari bibir Sean, Lea pun terlonjak. dia benar-benar ingin menangis sekarang. "Gue emang enggak cukup, ya, buat lo?!" Sean menghampiri Lea lalu mengurung tubuh istrinya itu dengan kedua lengannya yang berada di sisi kanan dan kiri tubuh Lea. "Liat gue!" bentak Sean lagi. Mau tidak mau, Lea pun mengangkat kepalanya, menatap langsung manik mata Sean yang menatapnya begitu tajam. Cup. Tiba-tiba saja sebuah benda kenyal mendarat di bibir ranum Lea. Sean mencium bibir istrinya itu. Mendapat serangan dadakan, Lea pun di buat terkejut bukan main. Sean mengigit bibir bawah Lea hingga istrinya yang menjadi dua kali lebih kaget itu membuka mulutnya. Sean pun memasukan lidahnya, mengabsen setiap deretan gigi yang ada di dalam mulut Lea. Sementara Lea masih saja diam dengan keterkejutannya, karena dia tak pernah mendapatkan hal seperti itu dari Sean selama mereka berpacaran dulu. Sean terus saja memainkan lidahnya di sana hingga akhirnya Lea mendorong tubuhnya karena sudah kehabisan napas. Seakan sadar dengan apa yang telah di perbuatnya, Sean pun segera mengusap kasar bibirnya. "Liat! Gimana gampangannya lo jadi cewek, Le!" seru Sean. Mendengar kalimat yang Sean lontarkan, kali ini pertahanan Lea benar-benar sudah runtuh. Air matanya akhirnya tumpah, membanjiri wajah cantiknya. "Jangan mentang-mentang tubuh lo itu udah di pake sama orang lain, lo jadi gampang buat di pegang-pegang! Masa iya sih lo diem aja waktu digituin?! Dasar murahan!" Setelah berteriak seperti itu, Sean pun berlalu meninggalkan Lea yang menangis sesegukan di atas sofa. Sean masuk ke dalam kamarnya dan mengambil kunci mobilnya. Setelah itu Sean pergi, ingin menumpahkan penyesalannya sekarang. Sungguh sebuah hari pertama pernikahan yang luar benar-benar buruk untuk Lea. ***** Setelah hampir dua jam menunggu, Sean akhirnya membuka pintu kamarnya lagi. Namun istrinya yang tak kunjung pulang itu akhirnya membuat Sean khawatir. "Apa gue terlalu kasar, ya?" tanya Sean pada dirinya sendiri. Pemuda itu lalu keluar dari kamarnya dan menghampiri tempat tidur istrinya--sofa. Menyadari jika ponsel milik istrinya tertinggal di atas meja kaca, Sean pun segera kembali ke kamar dan mengganti pakaiannya "Nyusahin aja jadi orang!" gumam Sean yang sebenarnya khawatir. Selama hampir dua jam mengurung diri dikamar menunggu Lea, sebenarnya Sean gunakan waktu itu untuk memikirkan semuanya lagi. Seandainya saja Sean tidak menuruti keinginan orang yang sangat dicintainya itu untuk memacari Lea, mungkin pada akhirnya Lea takkan dendam karena dia putuskan begitu saja dan merekayasa kehamilannya, pikir Sean. Sejujurnya Sean pun merasa sedikit bersalah dengan Lea, mengingat bagaimana istrinya itu selalu menurutinya ketika mereka berpacaran dulu. Sean ingat betul jika mereka tak pernah berkomunikasi ketika mereka sudah berada di rumah masing-masing setelah pulang sekolah karena perintahnya. Sean juga tidak pernah mengajak Lea pergi keluar untuk sekadar jalan-jalan. Lea tak pernah marah padanya. sekadar merajuk pun tidak. Wanitanya itu selalu saja tersenyum meskipun dia sengaja membuat wanitanya kesal, dia ingin Lea yang mengakhiri hubungannya karena dia sudah berjanji takkan memutuskan hubungannya dengan Lea. Dengan langkah cepat, Sean pun meninggalkan unit apartmentnya. Pemuda itu benar-benar merasa bersalah sekarang. Setelah sampai di luar gedung apartment, Sean berjalan ke sembarang arah. Pemuda itu benar-benar tidak tahu di mana istrinya berada sekarang. Setelah berputar-putar dan tak menemukan Lea disekitaran gedung, Sean akhirnya memutuskan untuk menyebrang dan mencari Lea. Hingga akhirnya langkah kakinya terhenti ketika melihat seorang pemuda memegang lengan istrinya. Sean kesal melihatnya. Melihat wajah ketakutan Lea, melihat bagaimana Lea berusaha melepas tangan pemuda yang tak dikenalnya itu, melihat bagaimana pemuda itu terlihat begitu tertarik pada istrinya. Sean tahu dia tak cemburu. Katanya. Sean hanya tak suka melihat itu semua. Hanya tak suka. Tolong garis bawahi. Sean lalu menghampiri Lea dan menyeret istrinya agar pulang. Entah mengapa dia merasa bodoh karena hampir saja keceplosan berbicara tentang statusnya. Dia pun memikirkan itu disepanjang jalan pulang menuju rumahnya dan istrinya. Sesampainya di apartment, tiba-tiba saja Sean menjadi kesal karena memikirkan istrinya yang sepanjang perjalanan tadi hanya diam. Udah pergi enggak bilang-bilang, pegang-pegangan lagi sama cowok. Najis! Batin Sean. Entah mengapa bisikan batin Sean membuat pemuda itu menjadi kesal setengah mati. Sean pun melempar istrinya ke atas sofa. Dia tahu mungkin dia akan melukai Lea, tetapi siapa yang tahu jika kehamilan istrinya itu hanya sekadar rekayasa, kan? Semakin kesal karena tak mendapatkan respons apa-apa dari Lea saat bertanya, Sean pun mengurung istrinya dengan kedua lengannya yang dia tempelkan pada kepala sofa. Sean benar-benar ingin Lea menjawabnya, bukan mendiamkannya. Mata yuSean pun menatap bibir Lea yang tak ingin berbicara padanya itu. Tubuh Sean yang tiba-tiba saja kehilangan kendali karena merasa tertarik pada bibir ranum itu pun mencium istrinya. Namun lagi-lagi Lea hanya diam saja meski dia tahu jika istrinya itu tengah terkejut. Sean yang kesal itu pun menggigit bibir Lea hingga akhirnya istrinya itu membuka mulutnya. Sean segera menjelajah ke dalam mulut Lea dengan lidahnya. Entah mengapa bibir Lea terasa memabukan dan ciuman itu terasa begitu familier, seakan dia pernah melakukannya sebelumnya. Sean tidak pernah berciuman sebelumnya, yang dia tahu ini adalah ciuman pertamanya. Bahkan dengan orang yang begitu dicintainya dulu, Sean benar-benar tak pernah berbuat lebih dari berpegangan tangan. Saat berpacaran dengan Lea pun, dia bahkan tak pernah mengenggam tangan Lea. tetapi mengapa rasa bibir Lea begitu familier di mulutnya? Masih menikmati ciumannya dengan kepala penuh pertanyaan, tiba-tiba saja Lea mendorong tubuh Sean. Sungguh terlihat jelas jika istrinya itu sudah kehabisan napas. Merasa malu karena begitu menikmati ciuman dengan istrinya, Sean yang salah tingkah itu langsung menghardik Lea hingga istrinya itu menangis. Sean yang mendengar tangisan Lea itu akhirnya merasa bersalah. Pemuda itu pun memutuskan untuk pergi. Klab mungkin akan menjadi tempatnya malam ini. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN