Alana menghempaskan tubuhnya di atas beatcover bermotiv bunga. Ia meraih remote AC dan menekan tombol ON. Kesejukan AC membuatnya terasa nyaman tanpa beban yang menghimpit dadanya. Beberapa kali ia mengatur napasnya untuk menetralkan pikirannya. Akhirnya ia bisa menarik napas lega karena kembali menang balap motor. Uang kemenangan balap motor akan ia sumbangkan ke panti asuhan. Tempat Alana berbagi rezeki. Sebenarnya mamanya melarangnya berbagi rezeki menggunakan uang hasil balapan, tapi dukungan Vita dan Keyla membulatkan tekadnya menyumbangkan uang itu ke panti asuhan. Lagipula dia mendatkan uang karena berjuang menang balapan, pastinya membutuhkan keahlian dan keberanian agar menang balapan. Andai saja dia takut dan tidak menggunakan strategi, pastinya kalah balapan.
Selama ini, Alana belajar balapan secara otodidak. Alana menggunakan emosi dan sakit hatinya untuk memacu semangatnya berlatih balapan sampai dia sering dirawat di rumah sakit. Namun, seiring berjalannya waktu, Alana pandai mengendalikan motor dengan kecepatan tinggi. Dari situlah Alana mulai memenangkan balap motor, bahkan di awal kemenangannya dia menyerahkan uang hasil balapan pada teman balapnya yang kalah. Tentunya sikap Alana membuat sesama pembalap heran dengan jalan pikiran Alana.
Ponsel Alana berbunyi, dilihatnya nama Keyla tertera di layar ponselnya.
"Halo"
"Cantik, ntar pulang kuliah nonton yah."
Alana menghela napas. Sebenarnya ia malas meladeni Keyla, ia yakin pasti Keyla mengajaknya nonton film cinta. Tapi jika ia menolak, Keyla pasti akan mogok membantu menjaili Vanes.
"Oke, tapi gratisan ya," sahut Alana datar.
"Siap cantik. Oya lukanya udah di obatin kan? Tidurnya jangan kemaleman ya. Pokoknya aku nggak mau kamu sakit."cerocos Keyla.
"Iya ini mau tidur," potong Alana mematikan ponselnya.
Alana mengambil air mineral yang ia letakan di atas meja rias. Raut wajahnya sayu memandang lukisan ilalang yang memeluk dinding. Ia masih ingat betul saat melukis ilalang itu bersama ayahnya.
Alana yang berumur 12 tahun menghampiri ayahnya yang sibuk dengan kanvas dan kuasnya. Seketika sang ayah merengkuh Alana dalam pangkuannya.
"Ayah mau lukis apa?" tanya Alana manja.
"Ayah mau ngelukis ilalang nak. Kamu bantuin ayah ngelukis yah." Ayah mulai menyiapkan tinta-tinta dan kuasnya.
Alana mengangguk. "Ilalang kan jelek, yah. Mendingan lukis rumah, pemandangan atau hewan."
Ayah terkekeh. "Jika melukis harus mempunyai arti nak. Walaupun ilalang itu sederhana tapi ia kuat. Ia mampu bertahan di padang pasir ataupun tanah yang tandus," ucapnya bijak.
"Kalau gitu Alana mau seperti ilalang," sahut Alana tersenyum manis.
Ayah tersenyum seraya mengacak rambut Alana. Ia menuntun Alana melukis ilalang. Sesekali Ayah menjaili Alana dengan mencolekkan tinta ke wajah Alana. Alana pun tidak mau kalah, ia membalas ayahnya serupa.
Alana menitikkan air mata mengingat kejadian itu. Hatinya rapuh dan sangat merindukan kehadiran ayah tercintanya. Namun kebencian atas trauma masalahnya memaksanya tidak membutuhkan sosok ayah.
"Mungkin, cukup kanvas ini yang terindah dalam diri ayah," gumam Alana perih.
***
Jam kuliah situs osteologi berakhir. Keyla dan Vita menuju lapangan outdor. Mereka membawa toa untuk mengumpulkan mahasiswa menyaksikan Vanes yang akan mensyairkan puisi.
"Guys, jangan sampe ketinggalan aksi nekat Vanes yah," pekik Keyla mantap.
"Di jamin siang ini akan bersejarah dalam hidup Vanes dan kita semua," sambung Vita ceria.
Mahasiswa berdatangan menuju lapangan outdor. Sementara Alana datang bersama Vanes. Setelah memberikan kode pada Vanes agar tidak melawan, Alana dan kedua sahabatnya pergi dari lapangan.
Sebenarnya mahasiswa sudah mengetahui bahwa Alana yang menjaili Vanes, namun mereka tidak berani melawan Alana. Terkadang mereka maupun Vanes berharap ada seorang pemberani yang melawan Alana dan membebaskan mereka dari kejailan Alana. Namun apalah daya, tak ada yang mampu menyaingi Alana. Setiap ada yang berusaha melawan Alana, Alana malah menantang seseorang itu dan menyiutkan nyali melawan Alana.
Vanes meneliti guratan pena yang Alana tulis. Matanya membulat dan peluh membasahi tubuhnya. Ia enggan membaca puisi buatan Alana, namun jika ia menolak penderitaan malah bertambah besar.
"Vanes, baca atau kamu akan malu seumur hidup?!" pekik Alana mengagetkan Vanes.
Vanes mengangguk. Ia mengatur napasnya lalu sekejap memejamkan matanya.
Kumbang, engkaulah duri yang semu Menusuk hati yang di manja kalbu
Namun racun kau sematkan dalam relung hatiku.
Aku berjanji takkan mengenalmu lagi.
Cinta!
Cinta hanyalah luka yang nyata. Ia nampak dan tak mau ku kenal lagi.
Alana bertepuk tangan penuh kemenangan. Ia puas karena Vanes sang 'Ratu Cinta' yang di kagumi kebanyakan laki-laki secara langsung menolak cinta. Sekarang ia tidak akan jenuh karena tidak lagi melihat Vanes bersama kekasihnya. “Dunia pasti akan tentram tanpa cinta,” Alana membatin.
Puisi Vanes membuat Viky, kekasih Vanes murka dan menghampiri Vanes. Mereka berdebat dan tak ada yang mengalah, sampai akhirnya Viky meminta Vanes berhenti mengerjarnya karena dia akan akhiri hubungan mereka.
Sementara itu, Alana tersenyum puas ketika menyaksikan Viky, Kekasih Vanes bertengkar dengan Vanes. Diam-diam Alana menghampiri Vanes dan berdiri di belakang Viky.
"Aku nggak nyangka kamu tega mutusin aku kaya gini,"ucap Viky kecewa.
Vanes menggeleng. "Aku bisa jelasin semuanya. Aku cinta sama kamu."
"Oke, mulai sekarang aku nggak akan ganggu kamu lagi." Viky menatap Vanes tajam.
"Ma maksud kamu?" tanya Vanes lirih.
"Kita putus!" sahut Viky penuh penekanan lalu beranjak pergi.
"Waw, drama banget si. Mending kamu jadi artis aja deh," ejek Alana.
Vanes menatap Alana sayu. Ia menitikkan air mata lalu melemparkan secarik kertas pada Alana.
"Kamu pasti akan dapat balasannya," ancam Vanes lalu berlalu.
Alana menghela napas panjang. Ia mengambil ponsel di saku celana jeansnya. Ia mengupload Video Vanes membaca puisi ke You tube.
***
Sebenarnya Alana senang karena pulang kuliah hujan deras dan tak bisa menonton. Namun lantaran keras kepala Keyla dan Vita, acara di lanjutkan malam harinya. Selama ini Alana sanggup mengatasi apapun masalah yang menghampiri, sayangnya ia tak sanggup menghalau keras kepala kedua sahabatnya.
Sabtu malam, Bioskop yang berdiri kokoh di jalan Sudirman ramai dikunjungi pasangan muda dan ABG. Keyla dan Vita membawa Alana berlari-lari menuju salah satu pintu bioskop yang sudah dibuka, pertanda bahwa film akan diputar. Malam ini Keyla dan Vita mengajak Alana menonton Film Ikatan Cinta Belia yang baru ditayangkan.
Lampu dalam bioskop sudah dimatikan, tapi film utama belum diputar, pada saat itu baru diputar film-film yang akan tayang berikutnya. Dengan panduan lampu di anak tangga berwarna hijau, Vita, Alana dan Keyla naik ke deretan kursi paling atas. Keyla meminta maaf pada Alana karena kursi Alana terloncat 2 nomor. Akibatnya Alana menekuk wajah dan langsung duduk di kursi nomor 16. Alana memposisikan badannya dengan nyaman, melepas sendal, ia menaikkan kaki dan bersila di kursi. Setelah itu ia asik bermain games di ipednya.
Seorang pemuda bertopi silver duduk di samping Alana. Ia sejenak melirik Alana menggunakan ekor matanya. Pemuda itu -Diaz- mulai membuka plastik popcorn. Ia mengambilnya sedikit, mengunyahnya perlahan dan mendesah nikmat.
Alana hanya menggeleng-gelengkan kepala tatkala ia mendengar percakapan romantis pada film. Sementara ke dua matanya masih fokus menatap layar iped.
"Apa enaknya si nonton film cinta? Drama banget," gerutu Alana.
"Dasar cewek aneh," gumam Diaz datar.
Mendengar perkataan Diaz, Alana menghentikan kesibukannya. Ia menoleh ke arah Diaz dan menatapnya tajam.
"Kamu ngatain aku?" tanya Alana geram.
Diaz tidak berkomentar. Ia malah asik melahap popcorn seraya menatap layar besar di hadapannya.
"Hey, kamu tuli ya. Aku lagi ngomong sama kamu." Alana mulai kesal melihat wajah Diaz tanpa ekspresi.
"Jadi cewek harus pinter dong. Bukannya kamu yang lagi nonton tapi malah main games, ucap Diaz dingin.
"Bodo." Alana menjawab tanpa menoleh. Ia tetap memandang ke layar Ipednya.
Sepanjang film ditayangkan, Alana tertidur setelah jenuh bermain games. Alana tidak memperhatikan semua penonton beranjak pergi dan lampu bioskop sudah dinyalakan. Sementara Vita dan Keyla datang menghampiri Alana yang tertidur pulas.
"Alana bangun, pulang yuk." Vita mengguncangkan tubuh Alana yang tertidur pulas.
Alana menggeliat. "Udah selesai yah," sahutnya dengan mata sedikit terpejam.
"Udah dari tadi," Keyla menimpali. "Kamu malu-maluin ih, nonton masa tidur."
"Salah siapa ngajak aku nonton film ginian." Alana membela diri lalu memaksukkan ipednya ke dalam tas.
Vita menghela napas berat. "Ayo pulang," ucapnya sambil melangkah keluar diikuti Keyla.
Alana menggelengkan kepala. Ia hendak beranjak, namun ia urungkan karena mendapati sepucuk surat dengan amplop berwarna biru di pangkuannya. Perlahan-lahan Alana membuka amplop biru itu dengan cepat dan membaca isinya.
Kamu emang beda dari cewek lain. Kamu pasti sangat mengerti makna cinta makanya kamu berdusta tak mau menganggap cinta. Atau, kamu merindukan cinta?!
"Sial. Siapa sih yang nulis ginian?" Alana langsung merobek surat yang baru saja dibacanya. Dilemparkannya surat itu ke tempat sampah.
"Apa mungkin yang nulis cowok blagu tadi?!" tebak Alana dengan dahi berkerut.
Tiba-tiba saja ponsel Alana berbunyi. Alana langsung mengambil ponsel di dalam saku celana jeansnya. Nama ‘Mama’ tertera di layar ponselnya.
"Halo ma, ada apa?" seru Alana.
"Cepat pulang nak. Ada yang mau mama bicarain." Bu Rista berbicara dengan cepat, dia tampak terburu-buru.
Alana melihat jam berwarna silver yang melingkar manis di tangan kirinya. Jarum jam menunjukkan pukul 10 malam.
"Iya ma. Ini aku habis nonton film ci..." Alana menahan kalimatnya. Ia menggigit bibir bawahnya karena hampir saja keceplosan kalau ia telah menonton film cinta. Mama bisa ngetawain aku kalau tau aku nonton film cinta.
"Nonton film apa sayang?" Suara Mama terdengar penasaran.
"Film cindai ma, ituloh film misteri," ucap Alana lega.
"Owh itu. Ya udah cepat pulang ya."
"Oke ma." Alana mematikan ponselnya dan bernapas lega.
***
Keesokan harinya kampus gempar lantaran Video Vanes membaca puisi tersebar. Banyak mahasiswa menjadikan Vanes sebagai bahan perbincangan. Apalagi liker video Vanes sangat banyak.
Sementara Alana dan kedua sahabatnya bahagia. Mereka senang karena kejahilan mereka pada Vanes sukses. Alana mengajak Keyla dan Vita ke kantin dan mentraktir mereka.
"Gils, aku seneng banget karena aksi kita sukses," seru Alana senang.
"Iya dong, kan aku sama Keyla patner hebat," sahut Vita bangga.
"Iya. Kalian emang sahabat terbaik aku." Alana tersenyum, lalu merengkuh Keyla dan Vita.
Tak berapa lama banyak mahasiswa berlarian keluar dari kantin. Ada pula yang heboh merapikan rambut, menyemprotkan parfum ke seluruh tubuh lalu berlarian keluar.
"Gila, baunya menyengat banget," gerutu Alana sambil terbatuk-batuk karena bau parfume yang menyengat.
"Ada apa sih? Kok heboh banget." Keyla memandang sekeliling heran.
"Kalian nggak mau liat mahasiswa baru anak Rektor?" tanya seorang cewek menghampiri Alana.
"Kurang kerjaan banget," sahut Alana datar.
"Dia ganteng banget loh. Baru pulang dari Prancis." Suara cewek itu bersemangat lalu berlalu.
Sejenak Keyla dan Vita memandang Alana dan melemparkan seulas senyum penuh arti. Alana hanya menggeleng-gelengkan kepala lalu mengarahkan telunjukknya ke arah pintu. Kode bahwa ia mengizinkan Keyla dan Vita melihat mahasiswa baru itu.
"Yes," ucap Keyla senang.
"Kita duluan ya." Vita menepuk bahu Alana lalu mengajak Keyla keluar.
Lima belas menit kemudian Alana beranjak dari tempat duduknya. Ia juga penasaran seperti apa sosok pemuda yang dalam sekejap mampu merebut perhatian mahasiswa. Dalam hati Alana, ia takut pemuda itu akan menggantikan kepopulerannya di kampus. Aku nggak akan biarin dia berkuasa. Alana membatin.
***
Alana mengikuti mahasiswi yang berhamburan menghampiri Diaz. Ada yang mengajak jabat tangan Diaz, berfoto maupun memberikan hadiah pada Diaz.
Alana menajamkan matanya menatap Diaz. Beberapa langkah ia menghampiri Diaz karena merasa pernah melihat wajah Diaz. DEG! Ingatannya menuju gedug bioskop di saat seorang pemuda mengejeknya. Loh, itu kan cowok blagu itu, Alana membatin.
Sementara itu Diaz jengah karena di kelilingi mahasiswi yang membuatnya kesal. Diaz berusaha keluar dari kerumunan tapi setiap kakinya melangkah selalu di halangi. Akhirnya Diaz mendorong Keyla yang kebetulan berdiri di hadapan Diaz.
Perlakuan Diaz itu membuat semua orang tercengang. Kaum adam saling berbisik menggunjing Diaz karena sikapnya, sikapnya tidak mencerminkan anak seorang Rektor. Sementara Diaz melenggang pergi tanpa rasa bersalah.
"Blagu banget tuh cowok. Nggak bisa di biarin." Alana geram, ia mengepalkan tangan menahan amarah.
Alana berlari kecil menghampiri Keyla. Ia dan Vita memapah Keyla dan mengajaknya duduk.
"Kita harus buat cowok itu nggak banyak tingkah," ucap Alana kesal.
"Udahlah nggak usah cari masalah sama dia. Dia itu anak dosen," sahut Keyla menenangkan.
"Di kampus ini aku yang berkuasa. Dan aku akan jadiin dia sasaran aku seperti Vanes." Alana tersenyum bangga seraya melipatkan tangan di dada
"Kalau kita kena batunya bisa repot, Alana," seru Vita cemas.
"Kita liat aja nanti." Alana tersenyum manis.
***