kedua

1791 Kata
pagi menjelang siang, asrama putri mulai disibukan dengan memasak, karna sudah waktunya makan siang. Tapi masih ada santriwati yang masih duduk termenung sibuk dengan pikirannya. gadis itu adalah annisa yang duduk sendirian menatap ke sekeliling nampak sepi. ketika ia menatap kebawah melihat orang-orang berlalu lalang berjumpa dengan keluarga mereka masing-masing. hari Minggu adalah hari dimana banyak santriwati libur dari kegiatan sekolah dan kegiatan pesantren. santri-santri mendapatkan izin pergi dari pesantren untuk sekedar jalan-jalan, namun tetap harus menaati peraturan yang telah berlaku, seperti jam pulang dan tempat yang mereka tuju agar dapat dipantau oleh pengurus pesantren. pesantren hari ini banyak orang tua yang menjenguk anaknya, serambi masjid dan aula sangat ramai, annisa yang masih setia duduk memperhatikan orang-orang yang bercakap-cakap, ia melihat wajah teman-temannya nampak bahagia dan juga ada yang nampak sedih, namun bagi annisa itu bukan urusannya. Annisa yang melihat kebahagiaan teman-temannya menjadi merindukan keluarganya. "semoga Allah melindungi ibu dan kedua kakakku, aku kangen banget sama mereka, kapan ya ibu bisa kesini?, ya Allah kenapa menahan rasa rindu begitu berat", ucap Annisa lirih tanpa terasa air matanya jatuh membasahi pipi. Tanpa annisa sadari dari kejahuan ada seseorang yang memperhatikannya dari kejauhan, orang itu dapat merasakan apa yang annisa rasakan saat ini, dia adalah ustadzah Lala. putri dari kyai usman dan nyai rahmawati. Lala widhatul Khusna umur 27 tahun bertubuh tinggi, cantik dan baik hati. ia adalah seorang guru ilmu fikih di sekolah MAN ( madrasah Aliyah negeri) tepatnya annisa dan nafa sekolah. walau ia sudah berumur namun masih lajang. sempat kyai usman menjodohkannya dari sahabat beliau namun ia tak pernah mau. masih pengen mencapai cita-citanya kata ustadzah Lala. ketika ia hendak melangkah mendekati annisa namun ia urungkan karena tak mau menganggu annisa yang menampakkan raut kesedih di wajah cantiknya lalu ustadzah Lala melanjutkan langkahnya untuk melanjutkan kegiatannya. annisa sangat merindukan keluarganya yang jarang menjenguk dirinya di pesantren. apa lagi saat ini hari Minggu yang biasannya orang tua santriwati menjenguk anaknya, Namun bagi orang tua Annisa mungkin bisa dibilang 1 tahun sekali atau setengah tahun sekali itu pun kalau keluarganya mempunyai uang untuk menjenguk Annisa, karena keluarganya sanggat sederhana. bisa menuntut ilmu disini sudah Alhamdulillah pikirnya. Annisa saat ini belajar agama dan sekolah di pesantren Kediri Jawa timur. bisa dibilang cukup jauh bagi keluarga Annisa yang saat ini berada di Semarang Jawa tengah. jika ibu annisa ingin menjenguk anaknya membutuhkan uang yang tidak sedikit, ibunya harus mengeluarkan uang extra untuk ongkos dan uang saku Annisa. dari pada uangnya buat ongkos, mending uangnya bisa dikirim ke Annisa pikir ibunya annisa. ibu Annisa memang janda yang harus memenuhi kebutuhan tiga anaknya. ia mempunyai usaha laundry yang penghasilan yang Alhamdulillah cukup untuk membiaya anak dan kebutuhan sehari-hari. walau bagaimanapun ibu Annisa sangat bersyukur bisa mencari rezeki untuk bisa membiayai anak-anaknya sampai sarjana nanti. anak pertama laki -laki namanya Rangga umur 29 tahun yang berkerja di luar jawa, kedua perempuan bernama Aisyah umur 27tahun yang masih kuliah semester akhir sambil bekerja di cafe dan yang terakhir anak ketiga bernama Annisa umur 17tahun masih sekolah menengah keatas. umur Annisa dan kakak- kakaknya di bilang cukup jauh. namun Annisa tak pernah ambil pusing soal masalah umur, tetapi yang masih menjadi penasaran kenapa wajah Annisa dengan kakaknya sangat berbeda. sama ibunya pun tak banyak kemiripan, terus Annisa mirip siapa pikirnya. lama kelamaan Annisa sudah menjadi terbiasa masalah seperti itu. walaupun saat ini annisa jauh dari keluarga tapi ia masih bersyukur mempunyai teman dan sahabat yang selalu mendukung dan menghibur ketika ia sedih. Tetapi Annisa berharap semoga suatu saat nanti Allah SWT mengabulkan doa-doa nya yang selalu ia panjatkan kepada-Nya. Annisa jadi teringat ibunya yang selama ini berkerja banting tulang untuk membiayai kebutuhan anak-anaknya. coba aja kalau ia mempunyai seorang Ayah mungkin ibunya tidak akan berkerja keras seperti ini pikir annisa. semenjak ia kecil tidak tau entah kemana ayahnya, kata kakak-kakak nya udah meninggal dunia tapi Annisa masih penasaran ingin melihat wajah ayahnya seperti apa. tapi itu adalah hal yang sangat mustahil baginya. karna selama ini ia hidup dengan ibu tercinta serta kakak-kakak yang paling ia sayangi. tak pernah ada foto atau kenangan masa kecilnya dulu. hingga Annisa tak berani untuk bertanya terlalu dalam masalah ayahnya, ia takut membuat ibunya cemas. mungkin suatu saat nanti ia akan mencaritahu sendiri pikir Annisa. dari ia kecil hingga dewasa Annisa merasa iri kepada teman-teman sebayanya yang mempunyai ayah untuk menjadikan pahlawan bagi mereka. Annisa selalu berfikir positif bahwa ayahnya sudah tenang disurga-Nya Allah pikirnya dulu waktu ia masih kecil. lama kelamaan annisa disibukan oleh kegiatan sekolah hingga ia dapat melupakan tentang seorang ayahnya. semenjak Annisa lulus sekolah dasar ia sudah ingin masuk ke pesantren, dan Alhamdulillah Allah mengabulkan doanya. akhirnya ia bisa masuk ke pesantren. annisa dipesantren tidak akan mengecewakan ibunya yang sudah berusaha memenuhi kebutuhan nya termasuk biaya sekolah dan menuntut ilmu agama dipesantren. Annisa akan berusaha dan berjuang untuk bisa sukses suatu saat nanti annis. saat ini Annisa sedang melihat ke arah serambi masjid yang dipenuhi orang-orang yang sedang berjumpa dengan orangtua mereka. Annisa memandang dari atas asrama merasa melihat sahabatnya Nafa. saat itu ia melihat sahabatnya Nafa bertemu dengan ayah, ibu dan adiknya, wajah nafa bersinar sangat bahagia, senyumnya tak pernah pudar dari bibirnya. Annisa merasa iri dengan sahabatnya itu, tapi tak mengapa annisa melihat sahabatnya bahagia ia juga ikut bahagia, biar ia merasakan sendiri apa yang ia rasakan saat ini, biar semua yang ada didekatnya bahagia. ketika Annisa ingin pergi kekamar namun ia urungkan karena ada seseorang yang memanggil dirinya. " mbak Annisa dipanggil sama ibu nyai suruh ke dalem" kata Nita teman se asrama. " ah iya saya segera kesana, terimakasih ya mbak nita" jawabnya. " iya sama-sama, buruan kamu udah ditunggu" serunya. " ok" jawab Annisa. Tanpa berlama-lama ia pun segera pergi ke dalem yang telah diperintah oleh temannya tadi ketemu ibu nyai rahmawati. ketika sampai di depan pintu Annisa mengucapkan salam. " assalamualaikum. . . ." ucap Annisa. " walaikumsalam nduk ayo masuk sini" jawab ibu nyai Rahmawati. kemudian Annisa masuk ke ruang tv dalem, disana sudah ada ibu nyai Rahmawati, Gus hasan dan ustadzah Lala. Annisa berjalan berjongkok untuk menghormati yang lebih tua darinya. kemudian duduk disebelah ibu nyai rahmawati. sesaat annisa merasa sungkan untuk bertanya, namun ia juga penasaran kenapa ibu nyai rahmawati memanggilnya. " ada yang bisa Annisa bantu ibu" kata annisa sungkan. kalau diasrama ibu nyai tidak mau di panggil dengan sebutan Hajah, nyai apapun itu beliau tidak mau, beliau maunya dipanggil dengan sebutan ibu, karena pengen dekat dengan murid-murid nya, sama seperti pak kyai usman beliau pun juga ingin sama seperti ibu nyai rahmawati dekat dengan murid-murid nya. mereka sudah menganggap santrinya seperti anak sendiri. " gini lo nduk, tadi ustadzah Lala bilang sama ibuk katanya tadi lihat kamu lagi murung, ada apa nduk??" tanya ibu nyai Rahmawati " kok bisa ya ustadzah Lala tau" batin Annisa. Tatapan Annisa beralih menatap ustadzah Lala, tapi yang ditatap hanya tersenyum saja. sedangkan Gus Hasan sibuk dengan buku - buku yang ia baca, ia tidak tertarik apa yang tiga perempuan itu bahas didepannya. mereka berdua adalah anak dari bapak kyai usman dengan ibu nyai Rahmawati, yaitu Gus Hasan dan ustadzah Lala, walaupun beliau adalah putra putri dari mereka tetap rendah hati, dan saling menghormati sesama. namun berbeda dengan Gus Hasan, ia nampak dingin dan tegas tapi tidak mengurangi ketampanannya, bisa di bilang sangat tampan, tapi sebenarnya ia juga baik seperti kakaknya yaitu ustadzah Lala. Hasan Abdul Aziz bertubuh tinggi, kulit sawo matang dan tampan, umur 25 tahun. diumurnya yang masih muda ia sudah membantu berkerja di kantornya kyai usman, berbeda dari sang kakak yang memilih menjadi seorang guru. Gus Hasan menjabat menjadi CEO, karena kyai usman sudah tak mampu lagi untuk mengurus perusahaan diusia yang tak muda lagi, beliau memilih untuk lebih dekat kepada sang pencipta dan mengajarkan ilmu agama kepada santri-santri. Gus Hasan adalah pemimpin yang jujur dan tegas maka tak heran banyak investor yang ikut bergabung di perusahaannya. Tampan adalah kata yang tepat untuk Gus Hasan, ia menjadi dambaan bagi santriwati dan wanita dikantornya. namun bagi Gus Hasan tak pernah menangapi apa yang selalu ia dengar dari yang bukan mahramnya. "apa yang sedang kamu fikirkan nduk?" tanya Bu nyai rahmawati. " tidak ada yang saya fikirkan ibu" jawab Annisa pelan " kamu kangen sama keluarga kamu nduk? tanya ibu nyai rahmawati lagi. Annisa yang mendengar pertanyaan ibu nyai rahmawati menjadi bimbang apakah ia cerita atau tidak, tapi kalau cerita ia malu karena ada Gus Hasan dan ustadzah Lala. Annisa menatap Gus Hasan yang sendang membolak-balikkan buku yang ia baca. "hmm. . . mboten ibu saya hanya belum bisa hafalan tadi" jawab Annisa lirih. " kamu tidak berbohong kan nis?" tanya ustadzah Lala. Annisa menatap ustadzah Lala sekejap lalu menunduk " saya tidak berbohong ustadzah" jawab Annisa. " kamu kangen sama keluarga kamu nduk, kalau kangen kamu bisa telfon ibu kamu pakek hp ibu nduk?" tanya ibu nyai rahmawati. " mboten ibu nanti saja kalau saya sudah kangen sama ibu saya" jawab annisa menunduk. " ya sudah kalau begitu nis kamu boleh kembali kekamar atau mau bantu - bantu masak juga boleh, bentar lagi masuk waktu makan siang, habis itu nanti kita sholat Dzuhur berjama'ah" kata ibu nyai. dengan senyum Annisa langsung mengangguk dan berkata. " nggih ibu" lalu beranjak dari duduknya dan mulai berjongkok untuk lewat menuju dapur. ketika Annisa baru sampai dapur tiba- tiba Annisa di kagetkan kedatangan Nafa dengan senyum dibibirnya. " hayo. . . darimana kamu nis?" tanya Nafa. " astaghfiruallah fa kamu ngagetin aja sih" jawab Annisa sambil usap dadanya. " habis tadi aku cariin kamu gak ada" jawab Nafa asal. Annisa melihat Nafa sambil geleng-geleng kepala. " emang ada apa cari aku fa? tanya Annisa. " kamu dapat oleh - oleh dari ibuku, katanya kamu harus dikasih gitu, kok aku jadi bingung ya, yang jadi anaknya itu kamu atau aku sih nis!" seru Nafa dengan nada kesal. " fa gak boleh kaya gitu sama ibu kamu sendiri" jawab Annisa. " ya habisnya ibu lebih memperhatikan kamu sih"jawab Nafa kesal. berdebatan itu udah biasa bagi Nafa dan Annisa, karena Nafa sudah menganggap Annisa seperti saudaranya sendiri. dulu waktu libur sekolah Annisa diajak Nafa main kerumahnya untuk liburan bersama dengan keluarga Nafa, dengan senang hati Annisa menerima ajakan itu sampai mereka menjadi seperti keluarga sendiri. " udah jangan bilang kaya gitu fa, bagaimana pun seorang ibu tetap akan sayang sama anaknya, kamu harusnya bersyukur masih diberi keluarga utuh yang sayang sama kamu, coba kamu lihat masih ada orang lain yang tidak seberuntung kamu fa" kata Annisa. " kamu benar nis" jawab Nafa menyesal. "ya udah ayo kita bantu - bantu lalu nanti makan bersama-sama" ajak Annisa lalu Nafa menganguk sambil berjalan menuju teman - temannya yang sudah di dapur. ~~~~~••••••••••••~~~~ bersambung. . . .
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN