Tania Bab 8

1371 Kata
Delon duduk di sebelah Tania yang terlihat tidak nyaman karena si pria itu terus menatap dengan tatapan seolah ingin menelanjanginya. Delon segera merangkul Tania. “Are you okay, Honey?”  Tania mendekatkan wajahnya ke d**a Delon. Memainkan kerah baju Delon dengan manja. “Tiga hari, pria itu membuntuti aku,” bisiknya.  Alis Delon terangkat, dia menatap mata Tania yang tak jauh dari wajahnya.  Tiba-tiba pria tadi yang berdiri tak jauh dari tempat mereka berada, berkata dengan keras, “Saya mau perawan.” Tanpa menoleh pada Wawan. Mata nakalnya tetap mengarah pada Tania.  Wawan mengangguk. “Mohon maaf, Pak. Kita kehabisan stok. Kalau rasa perawan, mau?”  Pria hidung belang itu memainkan jenggotnya. “Kalau tidak ada, saya mau dia.” Telunjuknya mengarah pada Tania. Membuat Delon terlonjak. Dia segera berdiri membelakangi Tania. “Dia pacar saya,” tegasnya.  Pria itu tersenyum miring. “Ayolah … jika setiap malam dia bersamamu, izinkan dia menghabiskan satu malam saja bersamaku. Aku yakin dia tak akan pernah menyesal.” Tania bangkit. Dia maju selangkah dan menampar pria b******k itu dengan keras.  Delon merasakan napas Tania terengah menahan emosi. Dia pun geram, dengan kasar dia menarik kerah baju pria buncit itu. “Kau dengar baik-baik. Dia hanya milikku,” ucap Delon tepat berjarak lima senti dari wajah pria itu. Pria itu mendecih. “Berapapun yang kalian minta saya akan membayarnya dua kali lipat.” Dia mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya. Delon menggosok hidungnya dengan jari. Emosinya mulai meluap. “Kurang ajar!” Satu tinju mendarat di rahang pria itu hingga terpelanting.   “Semalam saja. Masa kamu tidak mau berbagi. Berapa sih? Kamu minta berapa? Satu miliar? Dua miliar? Sudah saya katakan saya akan membayarnya dua kali lipat.” Pria itu bersikukuh, Meski sudah mendapat tamparan dan satu tinju.  Wawan memang mata duitan dia segera mengirim pesan pada Mami Inne, bahwa ada yang menawar Tania dengan harga tinggi. Darah delon semakin mendidih, dia berjalan ke arah pria yang baru saja bangkit itu. Satu tinju kembali mendarat di perut pria itu. “Asal kau tahu, berapapun harga yang kau tawarkan, dia tetap punyaku,” teriakkan Delon memancing seluruh pasang mata.  Tak gentar pria itu berjalan ke arah Wawan sembari meringis menahan sakit di pipi, rahang dan perutnya. “Kemana saya harus mendatangi mucikarinya?” ucapnya lagi. Dia benar-benar tidak memperhatikan peringatan Delon.  “Mami Inne, Pak,” jawab Wawan singkat.    “Kalau saya minta gadis itu pada Mami Inne, apa dia akan memberikannya?”  “Bisa, Pak.” Wawan mengangguk cepat.  Delon benar-benar marah. “Wawan!” Satu tendangan mendarat di perut Wawan. Tubuh kurusnya terpental dengan jarak yang cukup jauh hingga punggungnya mengenai kursi besi.  “Aaah ….” Wawan meringis memegangi pinggangnya. Delon sudah sangat kesal dengan tingkah Wawan yang merupakan seorang penjilat. Satu tendangan tidak cukup, tak akan ada yang peduli jika Delon membunuh Wawan malam itu juga. Dia mengangkat kerah baju Wawan dengan tangan kirinya. Tangan kanan mengepal, hingga satu tinju mendarat di rahangnya. Seperti memukuli samsak, Delon belum puas, dia terus melakukannya. Wawan tak bisa melawan, jika dia melawan, melayanglah nyawanya malam ini.  Dan benar saja tak ada yang berani menghentikan Delon. Semua perempuan mejerit ketakutan melihat pertikaian itu. Namun. Tania berlari ke arah Delon. Memeluknya dari belakang. Jantung Tania berdebar, takut jika dia terkena pukulan yang tidak di sengaja. Dia tidak ingin Delon khilaf dan sampai menghilangkan nyawa orang.  Tania benar-benar terkejut dengan semua tindakan Delon untuk membelanya. Jantung Delon berdebar, darah mendidih itu sedikit tenang. Delon menjatuhkan tubuh pengkhianat itu dengan kasar. Dia segera berbalik memeluk Tania. Tak peduli jika semua pasang mata menatap mereka. Dia segera menarik tangan Tania untuk keluar dari neraka itu.   Tania terkesan. Sembari melangkah dia terus memandangi lengannya yang ditarik Delon. Belum pernah ada yang melindunginya hingga sebesar ini. Sesaat dia teringat almarhum Rega. Rega yang selalu berkorban besar untuknya. Meski waktu itu Tania selalu mengabaikan pengorbanan Rega.  Tidak akan terjadi lagi, dia tidak akan mengabaikan setiap pengorbanan Delon. Dia akan sangat berterima kasih, karena Delon lah yang menerima Tania sebagai dirinya sendiri. Dia tidak ingin menyesal untuk kedua kalinya.  Pria hidung belang itu hanya melotot. Betapa brutalnya Delon, dia bagai seekor singa.  *** Delon menggenggam erat tangan Tania sembari merebahkan tubuh mereka berdua di lantai paling atas gedung apartemen, dan itu memang cocok untuk mereka berdua menenangkan diri. Menatap langit gelap bertaburan bintang-bintang.  “Maaf,” ucap Delon sembari menatap langit. Tarikan napas Delon yang bersahut angin membuat Tania menoleh. “Untuk apa?”  “Kamu jadi terlibat di situasi seperti ini.”  “Maksud kamu?”  Delon segera duduk memeluk lutut. Tania pasti belum tahu. “Mami Inne itu germo.”  Tania menarik napas. “Ya, aku udah dengar.”  Delon menoleh dengan jawaban datar Tania. Tania memang mendengar saat pria tadi ingin mendatangi mucikari dan Wawan menyebut nama Mami Inne.  “Terus kenapa kamu membiarkan ibumu melakukan kejahatan seperti itu?” Delon menggelengkan kepala. “Dia ibu angkatku.” Tania bangkit dari tidurnya dan duduk mengikuti Delon. “Jadi?”  Delon mengangguk. “Suatu malam, Mami menemukanku di pinggir jalan, sendiri. Saat itu usiaku 10 tahun.” Delon kembali mengenang masa-masa sulit itu. “Aku di bawa pulang. Di kasih makan, bahkan Mami merawatku dengan baik dan menyekolahkanku. Dulu aku tidak tahu pekerjaan dia apa. Tapi, dia kerap gonta-ganti lelaki.” Tania terperangah menatap Delon. Apa itu kecurigaan Tania selama ini? “Hingga aku beranjak Dewasa dan setelah lulus SMA, Mami memintaku bekerja di club sekaligus membantu untuk mengelolanya. Aku tidak tahu kalau klub juga merupakan tempat para jalang menjual kenikmatan pada pria hidung belang.” “Kapan kamu tahu itu?” tanya Tania penasaran. “Setelah aku mengelolanya, sekitar lima tahun yang lalu.” Tania menghela napas. Dia menatap kuku kakinya.  “Aku hanya merasa perlu membalas budi, atas apa yang telah Mami Inne korbankan,” ucap Delon tetap pada posisinya.  Dengan cepat Tania menoleh. “Jadi, sebagai bentuk balas budi, kamu akan memberikanku pada Mami Inne?”  Delon menatapnya. dia tahu Tania tak sepolos itu, perempuan itu pasti melihat apa yang telah Delon lakukan untuknya. “Tentu saja tidak, Honey.” Delon memberi jeda. “Itulah kenapa aku memintamu untuk menjadi pacarku, membuat tato dan menciummu di depan mereka. Itu hanya agar mereka tahu, bahwa kamu hanya milikku.”  Delon tidak menyebut pacar-pura-pura, dia memang menganggap Tania adalah pacarnya, hal itu membuat hati Tania menghangat. Dia kembali menatap kuku kakinya untuk menyembunyikan senyum tipisnya. “Maaf, karena aku b******k, telah mencuri kesempatan dalam kesempitan.” Tania menghela napas. Tidak buruk. Delon hanya menikmati bibirnya. Dia tidak memaksa atau mencari kesempatan untuk membuat Tania tidur bersamanya.  “Kalau aku tidak melakukan itu, aku yakin kamu tidak akan bertahan hingga sejauh ini. Setiap Mami datang menemuiku, dia selalu membujukku agar aku mau menyerahkanmu. Sudah banyak pria yang menginginkanmu.”  Tania terkesiap mendengar penjelasan Delon secara detail. Dia memang tidak begitu bisa membaca situasi. Tania hanya fokus pada apa yang ada di depan mata. Nyatanya, bahaya lebih besar dari yang dia pikirkan. “Itu juga sebabnya, Mami selalu berpesan agar kamu jangan sampai hamil.” Tania bergidik ngeri. Wanita tua itu benar-benar iblis berwujud manusia.  “Itu juga alasannya kenapa aku berpenampilan seperti ini, aku tidak ingin ada perempuan yang mendekatiku. Aku tak ingin ada korban selanjutnya setelah Giselle.”  “Giselle?” Delon menarik napas. “Diam-diam Giselle dijual tanpa sepengetahuanku. Dia dibawa, diperkosa p****************g. Sementara Mami yang menerima uang. Aku gagal menjaga Giselle.” Jantung Tania mencelus. Dia prihatin dan turut berduka. Belaian lembut mendarat di punggung Delon. Kemudian tangan Tania masuk ke sela lengan Delon dan memeluknya. “Makasih Delon, sudah melindungi dan membantuku selama ini.” Tania menarik napas.  Delon menoleh dan tersenyum.  Tania masih bersandar di lengan Delon tanpa merubah posisi. “Delon, kamu harus bekerja sama dengan polisi untuk mengungkap kasus ini.”  “Polisi mau saja di bayar Mami Inne.” Delon tersenyum miring. “Kasus Giselle memang murni bunuh diri, mereka tidak melakukan apapun untuk mengusutnya.  “Tidak semuanya Delon. Datanglah ke kantor Polisi, ungkapkan semuanya. Jadilah bagian dari mereka dalam penyelidikan kasus ini.” Delon mengangguk paham.  “Aku yakin kamu bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk,” ucap Tania lembut. “Aku mendukungmu dalam kebaikan,” imbuhnya. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN