Jika kau memiliki perasaan itu, rasa yang hadir dengan ditandai banyaknya kupu-kupu yang berterbangan di dalam perutmu, maka aku akan mencoba untuk mendorongmu. Aku tidak memiliki perasaan itu, tetapi waktuku hanya sebentar dan aku sudah menunggu begitu lama untuk mendekatimu.
Seperti yang sudah aku katakan sebelumnya, aku akan memberitahumu segalanya. Alasan kenapa aku memilihmu, kenapa Oleander Kai bisa memiliki ketertarikan kepadamu, dan apa hubungan kalian di masa lalu.
Krystal El Dearni, aku akan melindungimu dan mengurangi emosi tidak berguna di dalam hatimu. Kau akan memiliki sinar yang lebih kuat, seperti halnya Kai, aku akan membuatmu menjadi lebih hebat.
-Monster in My Dream-
***
Aku tidak banyak berbicara dan karena itu mereka menyebutku berkelas dan sombong. Tentu saja ada yang memujiku, tetapi pujian tanpa celaan itu belum bisa dikatakan sebagai hidup. Keseimbangan sangat diperlukan, karena itu aku tidak terlalu peduli dengan perkataan orang.
Kau tahu? Bahkan meskipun ada seratus orang yang mencelamu, kekuatan dari satu orang yang memujimu itu sangat berharga. Hidup itu membutuhkan keseimbangan, dan aku tidak akan menyerah hanya karena perkataan orang.
“Bu Krys itu sering sekali pergi ke kantor kepala sekolah, kan? Aku rasa mereka memiliki hubungan yang.. kalian mengerti maksudku, bukan? Aku rasa istri dari kepala sekolah kita perlu mengetahui ini.”
Hati orang lain bisa iri kapan saja, hanya saja beberapa dari mereka pandai menahannya dan menganggap semuanya sebagai angin lalu, lalu sebagian dari mereka lagi menggerutu sendiri dan ada banyak bagian lainnya yang mempengaruhi orang lainnya seperti ini.
“Mungkin ada urusan penting diantara mereka.”
“Tidak mungkin, mereka pasti memiliki hubungan terlarang. Kalian tahu kepala sekolah kita masih cukup tampan dan dia sangat kaya, siapa yang tidak ingin menjadi kekasihnya?”
“Bu Krys tidak akan melakukan itu,” bela Kinan.
Mereka semua tidak tahu jika aku berdiri di luar kantor sejak tadi, jadi mereka akan bergosip dengan leluasa sementara aku akan mendengarkan itu semua sambil tersenyum.
“Bu Kinan, kenapa kau selalu membelanya? Dia bahkan tidak pernah memperlakukan kita dengan baik.”
“Bu Ida, ibu tidak ingat siapa yang menggendong anak ibu ketika dia pingsan di lapangan tiga bulan yang lalu?” ucap Kinan lagi. “Kenapa ibu selalu melupakan kebaikan-kebaikan seperti itu?”
Suara deheman terdengar. “Aku tidak memintanya untuk melakukannya. Tetapi karena itulah suamiku memarahiku untuk pertama kalinya.”
“Itu bukan salah Bu Krys,” sahut yang lainnya. “Saat itu Bu Ida sibuk menjaga keponakan kepala sekolah kita, bahkan ibu tidak tahu kalau anak ibu pingsan, bukan?”
Sudah aku bilang hidup itu adil.
Aku berjalan dengan tenang dan masuk ke dalam kantor, aku melirik perkumpulan guru perempuan itu dan tersenyum sebagai sapaan sebelum duduk di kursiku.
“Ah,” kataku, sedikit menyaringkan suara. “Kepala sekolah kita memanggil bu Ida, sepertinya ada sesuatu yang terjadi kepada keponakannya karena saudara kepala sekolah juga datang hari ini.”
Mereka semua menatapku lalu menatap bu Ida yang langsung heboh. Guru yang sudah berusia hampir empat puluh tahun itu langsung berdiri dan merapikan pakaiannya, dia menatapku sekilas sebelum pergi dengan tergesa-gesa.
“Ada apa, mbak?” tanya Kinan padaku.
“Entahlah,” jawabku karena aku benar-benar tidak tahu pasti. “Tetapi sepertinya ada masalah dengan ulangan matematikanya.”
“Ah,” Kinan mengangguk-angguk paham. “Bu Ida yang bertanggung jawab pada pelajaran matematikanya, ah.. dia pernah menyalahkanku karena anak-anak kelasku memiliki nilai matematika yang kurang memuaskan dulu. Hah, akhirnya Tuhan menjawab do’aku.”
Aku mendengus geli. “Sudahlah, itu urusannya. Lebih baik kita bersiap karena kurang dari lima menit lagi bel masuk akan berbunyi.”
Kinan tersenyum senang, dia memang merupakan guru perempuan paling muda di sini dan sisi imutnya belum hilang. Bahkan di mataku, aku terkesan bagaimana dia bisa begitu imut dan tegas di saat yang bersamaan, bahkan dia berpikiran terbuka.
“Mbak naik taksi ke sini, kan?” tanya Kinan lagi.
“Ya,” jawabku. “Kenapa?”
“Awalnya aku mau ikut mbak, tunangan aku tidak bisa menjemputku hari ini.”
“Bagaimana dengan bu Lai? Kau bisa ikut dengannya.”
“Bu Lai diantar suaminya pagi tadi, aku sudah bertanya padanya sebelum ini.”
Aku terkekeh. “Lalu kau bisa naik taksi denganku.”
Kinan mengacungkan jempolnya, dia setuju dengan ucapanku.
Setelah itu bel masuk setelah istirahat berbunyi. Aku segera mengambil buku dan berangkat ke kelas, begitupun dengan guru-guru lainnya. Bagiku, kegiatan paling menyenangkan di sekolah adalah mengajar, terlalu lama istirahat membuatku tidak nyaman, apalagi berada di ruang guru.
“Padahal kau bisa melemparkan bom kepada wanita tua itu, kenapa kau tidak melakukannya dan malah mendengarkan dia berbicara omong kosong tentangmu?”
Aku berhenti tepat di depan kelas ketika suara yang sangat aku kenal terdengar. aku menoleh ke kanan dan ke kiri tetapi dia tidak ada di sini. Ah benar, aku hanya bisa melihat wujudnya di dalam mimpiku.
“Diamlah,” ucapku sambil menghela napas. “Jangan membuatku terlihat seperti orang bodoh dengan berbicara padaku tanpa memperlihatkan wujudmu.”
“Aku bisa memberi pelajaran kepada wanita itu.”
“Hauh,” keluhku. “Jangan lakukan apapun dan tolong diam. Kau menggangguku.”
Setelah memastikan bahwa suara itu tidak akan terdengar lagi, aku membuka pintu kelas dan menyapa murid-muridku yang langsung berhamburan kembali ke tempat duduknya masing-masing.
Hah, rasanya sangat menyenangkan melihat wajah polos mereka. Tapi jika sudah begini, aku jadi mengingat perkataan Kei tentang masa kecil Kai. Aku harap dia akan segera menceritakan tentang itu kepadaku.
“Oke.. jadi siapa di sini yang sudah mengerjakan tugas nomor dua?” tanyaku kepada murid-muridku. “Ayo siapapun maju!”
Tetapi aku harus menahan rasa penasaranku dan fokus mengajar terlebih dahulu.
***
“Mbak, terimakasih, ya?”
Aku melambaikan tanganku kepada Kinan setelah taksi yang kami tumpangi sampai di depan rumahnya. Dia mengatakan terimakasih berulang kali karena tadi aku mengatakan bahwa dia tidak perlu membayar ongkos taksi karena aku yang berkata akan mengantarnya pulang.
“Hati-hati, mbak!” teriak Kinan dan aku mengangguk di dalam taksi.
“Jalan, pak.”
Selama di dalam taksi, aku mengeluarkan ponsel dan earphone ku sebelum kemudian menghidupkan lagu. Aku melihat keluar jendela dan mengamati orang-orang yang berlalu lalang dengan kendaraan mereka masing-masing.
Taksi berhenti, aku sedikit melirik dan ternyata kami berada di lampu merah. Banyak kendaraan berhenti, sampai kemudian sebuah mobil berwarna putih berhenti di sebelah taksi yang aku kendarai.
“Oh?” aku menegakkan tubuhku, bahkan tanpa sadar aku juga menurunkan kaca jendela taksi. “Oleander.. Kai?”
Mungkin dia merasa seperti ada yang mengawasi jadi dia menoleh. Raut wajahnya juga terkejut sebelum detik berikutnya dia tersenyum lebar.
Demi kesopanan, aku menundukkan kepalaku dan memberinya senyuman sebagai sapaan. Laki-laki itu tersenyum sangat lebar, dia bahkan menunjuk samping kepalanya. Apa yang dia maksud?
Dia menunjukku, lalu jarinya mengarah kepada kepala bagian sampingnya. Ah, dia bertanya tentang kondisiku?
Bagaimana caranya mengatakan bahwa aku baik-baik saja?
Tit.. Tit..
Aku terkejut ketika bunyi klakson mobil terdengar bersahutan, aku menatap ke depan dan ternyata lampu hijau sudah menyala. Aku melihat Kai melambaikan tangannya sebelum mobilnya kembali melaju, begitupun dengan taksi yang aku kendarai.
Kebetulan seperti apa tadi?
“Kau tersenyum?”
Aku langsung menoleh kepada supir taksi, aku hampir bertanya apa maksudnya tetapi beruntunglah aku sadar bahwa suara yang aku dengar adalah suara Oliver Kei. Hah, monster dengan aura hitam dan dingin ini membuatku hampir gila.
“Krys, kau tidak menjawabku?”
Tidak akan, jika aku berbicara sendiri, aku akan menyandang predikat sebagai orang gila.
“Kejar saja Oleander itu, dia tidak akan berada di rumah sakit hari ini.”
Tidak akan, aku tidak akan terpancing.
“Krys, dia akan menuju sebuah restoran yang tidak jauh dari sini,” Oliver Kei menyebut nama sebuah restoran terkenal. “Pergilah ke sana dan akan aku ceritakan semuanya di dalam mimpimu. Akan aku perlihatkan seperti apa masa lalu kami padamu.”
Auh, sial.
“Pak, jalan terus ke restoran XXX.”
“Baik, neng.”
Setelahnya suara Oliver Kei menghilang. Sial, dia bisa muncul kapan saja dan dimana saja dengan suaranya. Hah, terasa sedikit aneh tetapi entah kenapa ini membuatku bersemangat. Kalian tahu perasaan bangga karena hanya kalian yang memiliki perbedaan di antara yang lainnya.
Tetapi apakah ‘perbedaan’ ini menguntungkanku? Mari kita lihat ke depannya.
***