Rumah baru

1091 Kata
Tas gendong itu melompat kiri kanan akibat dari anak itu berlari cepat. " hey! Yuline!" Panggil anak lelaki berambut kecoklatan, ia berlari mengejar kakak wanita nya sambil menenteng keresek berisikan kotak makanan, sebelah tangannya membawa kanvas hasil karya salah satu mata pelajaran di kelas nya. Yang di panggil menoleh membuat ketiga teman lainnya juga ikut berhenti, Yuline mendapati adik lelakinya menyodorkan kotak, " apa ini?" Herannya. " Kue kering, aku yang membuat mereka" Anak berkulit hitam dan dua lainnya orang kulit putih terlihat menahan suara tawa mereka, masih tak lazim anak lelaki terlalu feminim serta perhatian pada wanita berpredikat kakak kandung. Yuline menerima dengan canggung benda pemberian Edbret, Edbret berlari menjauh selepas memberikan bekal bagi Yuline, Yuline menengok geng nya. Mereka mulai tertawa lepas, tak sedikit mengoda hubungan kakak adik itu brother complex, tak jarang mereka menyimpulkan adik lelakinya adalah gay, keterlaluan?, Memang. Tapi Yuline tak berminat membela adik nya. Yuline tersenyum saja mendengar candaan teman sekelas tentang Edbret tanpa niat menyangkal, bel sekolah berbunyi keras para anak-anak berlarian masuk kelas, Yuline. Gadis itu membuang kotak berisi kue, buatan Edbret. . Sesampainya pulang ke rumah, Yuline hanya melirik Edbret tanpa minat, anak itu sedang asik bertukar cerita bersama gadis rambut merah, Emeliy. Anak keluarga Henley. Yuline menyapa ibu nya lalu sedikit bersenda gurau bersama si bungsu, anak itu tengah asik menonton tv dengan buku PR di meja. Merasa cukup membuang waktu, Yuline bergegas masuk kamar dari pintu terbuka lebar memperlihatkan anak itu tengah rajin mengerjakan tugas sekolah, Edbret sudah selesai berkunjung dari hunian keluarga Emeliy, Edbret melesat ke kamar Yuline " Bagai mana enak tidak buatan ku?" Kemunculan Edbret sontak menyebabkan Yuline terjungkal dari kursi, wajah cantiknya mulai memerah menahan kesal, " kau bisa mengetuk pintu dengan sopan nak" bergegas bangkit dari jatuh, Yuline kembali duduk, wajah Edbret berseri-seri, tentu Yuline membatin panik namun ia berhasil bersikap tenang. " Yah, kue mu enak" " Bagaimana rasanya" " Yah, coklatnya sangat lumer" asal nya, ia bahkan tak tau bentuk buatan Edbret. Senyum tadi luntur seketika, Edbret terdiam tak menanyai apapun, ia langsung pergi dari ruang kamar dengan wajah datar, ia membuat kue mocca kesukaan Yuline dan bukan coklat. *** "Bukankah dulu Edbret, suka sekali membuat kue?" "Entahlah mungkin dia bosan, kita potong-potong saja, nah. Ini untuk Eland, makan yang banyak ya" tangan putih Yuline mengelus lembut adiknya. Yuline menghela nafas, kembali menata potongan-potongan pie kedalam tiap piring. *** Semenjak kepergian Edbret dari kamar ku tempo hari, ia semakin menghindar bahkan sekedar menyapa balik, huft. Siapa peduli anak itu memang aneh dari anak umumnya, sedikit merasa bersalah melihat anak pendiam itu menjadi lebih diam. Hari ini aku pulang bersama teman wanita ku lainnya, kami mengobrol penuh riang, ekor mata ku menangkap sosok tak asing, Edbret dengan Emeliy, anak tetangga rumah. Aku mau menghampiri mereka dengan senyum sumringah menyapa kedua anak yang tengah duduk di ayunan, sebelum suara ku keluar, Edbret bersama anak berambut merah tadi pergi dari tempat mereka. Aku yakin bocah itu melihat aku, ia sempat menengok ke arah ku. Para gadis lainnya menghampiri diriku menanyai keadaan ku, aku hanya bilang bahwa semua nya baik-baik saja, aku salah menyapa orang, alibi ku tentunya. Sepulang sekolah aku dan Edbret menaiki mobil ayah, kebetulan jadwal pulang kami sama untuk hari ini. Diam. Tak ada yang berbicara ayah pun hanya berbincang dengan kalimat pendek. " Ada apa dengan kalian" khawatir ibu melihat Edbret langsung masuk ke kamar tanpa sepatah katapun, sedang Yuline terdiam saja, Edbret memang bukan anak banyak bicara tapi melihat aura tak menyenangkan insting ibu pasti tahu. " Tak ada apa-apa, Bu." *** Suara ketukan pintu mengintrupsi kegiatan remaja pria itu, ia dengan terburu membereskan kekacauan di buat, buku gambar serta krayon di lemparkan ke kolong " Ed, boleh aku masuk" merasa di abaikan, gadis itu membuka pintu coklat tak di kunci. Mendapati adik nya tengah duduk terdiam terlihat sibuk dengan buku tulis, mereka belum resmi pindah sekolah ke Inggris jadi untuk sementara mereka belajar mandiri. " Ini untuk mu" Ia melihat tanpa minat melihat sepiring pie di letakan ke mejanya. " Bawa pergi, aku tak suka pie" " Kusus untuk mu aku buatkan pie karamel" Edbret masih mendiamkan kakaknya tanpa minat, " atau kau mau pie apel? Aku tadi juga membuat pie apel" Edbret dengan wajah datarnya cukup menganggu bagi Yuline, Edbret pergi dari sana, menyisakan sepi untuk gadis pirang. Kakinya melangkah lebar-lebar. Lebih memilih berada ke tempat temuannya kemarin dari pada berada satu atap dengan saudara nya. Suasana masih cukup terang di tambah angin segar, di bawah pohon rindang membuat anak lelaki itu sangat nyaman, dirinya memiliki tempat favorit. Di bawah pohon tinggi terdapat kayu bekas pohon tumbang di bawahnya, di situlah Edbret merebahkan badan, tempatnya berada tak jauh dari kubangan temuannya, sambil membayangkan bahwa dirinya adalah sosok Edward Cullen vampir tampan atau Jacob black manusia serigala sexy, tokoh makluk fiksi dari twilight. Dengan berbekal kenarsisan bocah ingusan, Edbret kini berdiri di dekat kubangan air, melihat pantulan bayangan dirinya, sosok bocah lelaki berambut coklat dengan mata almond, calon pria tampan di masa mendatang inernya. Blub.. blub.. Kaget akan genangan mengeluarkan gelembung dari dalam nya, apa ada ikan? Tapi ini terlihat cukup dangkal dan tak cukup besar untuk ikan hidup di sana, pikirnya " Apa jangan-jangan, ada anaconda bersemayam di sana" ngerinya. Dengan keingintahuan anak Burnette, mencari potongan kayu sekiranya cukup panjang Ranting menjuntai panjang ia temukan dekat sana, dengan berhati-hati ia mencoba menusukkan ke arah gelembung tadi muncul, nihil, tak ada sesuatu keras ataupun bagian tubuh ular hanya air tanpa ujung, bukannya kayu sepanjang hampir dua meter tadi dapat dengan mudah mengenai dasar air setidaknya lumpur yang ada di bawah sana akan terasa menganggu pergerakan. Edbret sejurus kemudian melempar kayu tadi ke sembarang arah, dirinya beralih mengambil kerikil kecil ia punguti bebatuan yang ada. Plung.. Suara kerikil sama sekali tak terdengar dasarnya, ia beralih mencari batu cukup besar, sebesar kelapa ia pungut. Sok-sokan berhayal menjadi Edward Cullen ia malah kepayahan mengangkat bebatuan tadi, dengan sekuat tenaga dilepaskan bebatuan besar ke tengah-tengah kubangan, ia yakin sudah melempar barang berat ke sana. Tak ada suara batu menyentuh dasarnya, baru di sadari air kubangan itu cukup jernih tapi juga cukup gelap untuk melihat dasar. " Apa ini sumur?" Kalimat yang cukup realistis ia lontarkan, jika rumah hunian mereka rumah kuno, tak menutup kemungkinan bahwa kubangan di depan itu adalah bekas galian sumur, agak aneh memang tak ada pembatas di sekitarnya seperti sumur pada umumnya dan cukup besar kalaupun di katakan itu sumur, apa ini bekas galian emas? Atau peninggalan bangsa viking, berlebihan kalau bangsa viking sampai menjajah inggris? Lalu ini apa? Galian bawah tanah?,
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN