Mata kecoklatan nya bergulir ke-sana kemari memutari kubangan tak terlalu besar tersebut, ini sudah ke sepuluh kali nya dia mengitari jari jemari nya menggaruk satu sama lain punggung tangan nya,
" ish, kenapa harus sekarang!" Gerutu nya jengkel, dia yakin badan nya akan di temukan bekas benjolan kemerahan seperti kulit tangan nya mulai memerah.
Saat itu juga Edbret Stone melangkah kan kaki nya berjalan setengah berlari memasuki rumah dia mawas diri jikalau di temui nya tadi adalah benar ular, walaupun itu hanya spekulasi nya sendiri, Edbret sama sekali tak mengetahui samar serta lirih sayup-sayup suara alunan nada menyerupai siulan.
Langit sekira nya masih terdapat cahaya terang dari sinar mentari saat itu seketika hening sepeninggal Edbret dari tanah di penuhi oleh pepohonan, langit melukis warna keabu-abuan ketara sekali akan hujan.
' tap.. tap.. tap..'
" Dari mana kau" tegur ayah tengah duduk di ruang tamu mendapati anak lelaki nya baru saja akan menaiki tangga, " bukan nya ayah, sudah pergi?"
Mendapati sosok lelaki dengan santai menumpukan kaki nya ke kaki lainnya serta cerutu tebal terselip antar jari tengah dan telunjuk mengapit agar tak jatuh. Baru kali ini Edbret Mendapati kepala keluarga itu merokok, setahu nya ayah nya sudah tak lagi merokok semenjak kakak wanita nya memiliki riwayat asma ketika kecil, aneh.
Tubuh kecil Edbret menegang menuruti kode yang di berikan ayah nya Prita itu kini menaik turunkan telunjuk nya memangil dia, Edbret merasa ada yang tak beres dengan sosok di hadapan nya, selangkah dua langkah ia berdiri tepat di hadapan pria yang tengah duduk dengan angkuh
" Kenapa tangan mu" Amstrong bertanya pada Edbret ketika anak tersebut tetap menyembunyikan ke-dua tangan di balik punggung, " ini tak ada apa-apa" bantah Edbret, menolak menunjukkan permukaan kulit yang mulai memerah karena alergi
Amstrong terdiam menatap tajam wajah Edbret, perasaan jantung terpacu seketika sang ayah memegang lengan nya, " Kau serius" ulang nya memastikan, tanpa se-persetujuan Edbret dia menarik tangan nya
" Ayahhh tidak!!" Jerit nya menolak paksaan ayah nya, seketika ia langsung menutup kelopak mata
" Ed!!" Panggil seseorang menyadarkan dirinya dari keterkejutan, kosong. Ayah nya tak ada sama sekali tak menunjukkan batang hidung nya, alias kosong. Sofa oren tadi nya di duduki sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda pernah ada yang duduk di sana sebelum nya, setelah sadar aakn keterkejutan nya Edbret berbalik mendapati sosok sang ibu, Seperti nya baru saja pulang ke rumah, entah baru dari mana wanita tersebut.
Tergesa sang ibu mendekat pada sang anak memegang wajah nya terlihat memucat, " kau tak ada apapun, kenapa kau Ed" brondong Anna Clarkson pada nya wanita itu meneliti kondisi sang anak dan cukup kaget mendapati leher anak nya kemerahan lalu menyingkap lengan panjang Edbret, tiap inci tubuh anak lelaki nya di penuhi kemerahan serta bentol-bentol di tubuh
" Kau habis dari mana? Apa kau terkena angin dingin? Cepat kau duduk di sini akan ku ambil kan obat" perintah Anna cepat, ia berlalu segera kembali dengan kotak putih bertuliskan p3k sebesar buku tulis beserta gelas berisi air
Edbret hanya mengamati ibu nya menatap lekat sosok nya tersebut dalam hati ia bertanya tanya, bukan kah tadi sosok ayah nya. Tempat dimana ibu nya duduki adalah diaman sosok menyerupai ayah nya tadi di sana, Anna mengambil beberapa tablet obat kuning, pink serta putih di sodorkan pada Edbret, dia tahu itu antiseptik serta obat alergi milik nya
" minum ini segera " Edbret menurut, melahap tiga pil sekaligus beserta air untuk memudahkan nya
Merasa anak lelaki nya menghela nafas lega serta tak se-tegang tadi barulah wanita berambut pirang memberanikan diri menanyai nya prihal tadi
" kau tadi kenapa berteriak" Edbret menggeleng menjawabnya rambut kecoklatan milik nya sampai ikut bergerak menjadikan berantakan,
" kau yakin?"
"Ehn, yah.. kurasa" entah kenapa tengkuk nya terasa gatal walaupun alergi nya sudah ia obati
" Ngh, ngomong-ngomong ayah kemana?"
" Bukan kah kau tau dia masih ada kesibukan dan mungkin pulang esok hari nya"
" Benar kah!" Suara nya hampir tercekat di leher, yang benar saja. Tak ingin berlama lama dia memilih undur diri dari tempat itu melanjutkan langkah nya menaiki anak tangga menuju kamar
Berpapasan di anak tangga dengan Yuline tak membuat mereka ingin bertukar sapa lebih tepat nya Edbret seorang karena saat gadis itu membuka mulutnya akan bertegur sapa, anak remaja tersebut melengos pergi mengambil langkah cepat hingga hentakan kaki terdengar ribut.
" Kenapa anak itu" ekor mata nya memindai tingkah adik nya hingga masuk kedalam kamarnya.
' brakkkk'
" Edbret!!" Jerit Yuline jengkel mendengar bantingan pintu, " siapa yang menutup pintu kamar Seperti itu" tanya ibu dengan wajah sedikit jengkel berada di bawah tangga
" Kurasa anak itu sedang kerasukan" tuding nya pada Edbret membalas pertanyaan ibu nya, Anna mengusap dahi nya, " ada apa dengan anak itu"
Yuline mengerutkan dahi, tak mengerti. Segera dia menuruni tangga menghampiri ibu nya, "memang kenapa?" Yuline bertanya dengan wajah amat penasaran mengekor pada Anna tengah mengembalikan kotak putih dalam laci dapur.
" Entahlah, mungkin dia lelah atau belum terbiasa di sini, kau Taukan dia tak begitu terbiasa dengan lingkungan baru" Yuline membenarkan ucapan barusan sambil mengigit pie di atas piring buatannya tadi.
" Kau tau... Dia,"
" Anak itu buat ulah apa" amat penasaran ibu nya sama sekali tak melanjutkan omongan nya
Apa aku harus cerita? Kurasa tak penting juga, mungkin Edbret kelelahan.
" Lupa kan, tadi dia hanya alergi saja mungkin mood nya menjadi buruk"
" What!!" Seru nya tak percaya itu akan menjadi topik obrolan mereka, " anak itu, pasti dia keluar saat udara dingin.. bersyukur tidak mati gatal-gatal" sumpah nya.
" Kalau itu bukan ayah, apa aku berhalusinasi?" Bocah tersebut tengah tidur terlentang dengan bantal bertumpuk mengganjal leher nya.
Bola bisbol ia remat walaupun sama sekali tak berefek apapun hanya menyalurkan rasa jengkel, dengan wajah tertekuk memandangi bola
Ia lemparkan benda bulat tersebut jauh memantul ke tembok dengan wallpaper corak
Apa alergi ku membuat aku berhalusinasi? Tidak mungkin sekali
Beranjak dari kasur segera Edbret segera melepas busana nya, menyisakan kolor abu-abu bergambar Ironman
Tercetak jelas lengan diaman makluk menyerupai ayah nya sempat memegang tubuh nya, terdapat bekas tangan kemerahan di sana, ia sama sekali tak berharap itu nyata bahkan saat di sentuh ia sama sekali tak merasa di cengkram hingga dapat meninggalkan bekas, hanya saja memang cukup kencang saja seperti normal nya orang.
" Ini tak benar, aku tak bermimpi kan" jari jemari Edbret menyentuh permukaan kulit nya dimana bekas tersebut di dapat kan...
" Fu*k!! It, ini konyol" umpat nya di depan kaca.