Memori

1198 Kata
' Tok.. Tok.. Tok..' " Ed, kau di dalam" terdengar bahwa Yuline yang berada di luar. " Kenapa dengan anak itu" monolog nya mencoba membuka kenop pintu, bisa di pastikan Edbret sama sekali tak ingin orang lain menganggu nya. " Aku pusing harus berhadapan dengan anak itu, astaga tuhan! Buka Ed, makan malam mu" teriak Yuline dari luar tak lupa tangan nya setia mengendor pintu Gadis berambut pirang itu berusaha mengendor pintu membangun kan si empu jika ia tengah tertidur saat ini. Merasa tak mendapat respon apapun dari penghuni kamar Yuline memilih melangsungkan acara makan malam mereka tanpa Edbret Sedang orang di maksud, Edbret. Sama sekali tak terlelap ataupun ia tadi tak mendengar bahwa kakak nya berada di balik pintu tadi berteriak, dia beranjak dari kasur mengambil headphone merah kepunyaan nya. " Dear God the only thing I ask of you is to hold her when I'm not around When I'm much too far away We all need that person who can be true to you I left her when I found her And now I wish I'd stayed 'Cause I'm lonely and I'm tired I'm missing you again oh no Once again~" nyanyian ia lantunkan sesuai lirik tengah di dengar dari alat tersambung pada benda bernama mp4 Lagu milik Avenged Sevenfold mengalun dengan suara sumbang Edbret benar-benar masa bodoh masih enggan untuk merespon gedoran pintu. Yuline mengentak kaki menuruni tangga wajah cantik nya tertekuk menampakan wajah menakutkan terlukis dari ekspresi nya " Edbret di mana?" " Dia tak mau turun" cetus nya jengkel Eland sesekali mencuri pandang pada gadis langsing di sebelah nya, nampak sekali wajah nya masam, sebagai anak bungsu, Eland terlalu masa bodoh ia melanjutkan makan toas milik nya sudah hampir habis. " nah itu dia anak nya" sindir Yuline pada Edbret, Edbret hanya berdecak sebal menyahuti kakak nya " Kalian jangan bertengkar terus, dulu kalian tak begitu kan" lerai Anna pada kedua nya, Edbret tak begitu peduli dia ikut bergabung bersama dengan lainnya bahkan ia tak berniat meminta maaf karena terlambat. Eland bergantian menatap kedua nya bergantian, "kalian sudah dewasa daripada aku, lebih baik kalian berhenti telingaku sakit mendengarnya nya " sarkas si bungsu pada kedua kakak nya Yuline mengulir kan bola mata nya merasa bosan dengan suasana makan nya, beranjak ia dari kursi hingga membuat bunyi kayu bergesekan dengan lantai rumah, Engan berkata banyak Yuline berpamitan undur diri menyisakan setengah dari bagian makan malam nya " Yuline, kau belum menghabiskan makan mu" namun ucapan Anna bagai angin lalu, Yuline melenggang pergi dari sana tak menggubris ibu nya Anna hanya menghela nafas melanjutkan makanan di piring ia juga menengok sekali menatap putra nya tengah menikmati lasagna buatan nya Eland bergantian menyusul Yuline segera usai melahap habis makan di piringnya cepat, kini hanya tersisa dua orang mereka saja, tak ada percakapan lebih di antara kedua nya hanya gesekan ataupun dentingan suara garpu bertemu piring tak lebih, " Elbert.." pangil Anna memecah sepi "...." " Kau tau suasana rumah ini terasa cukup dingin dan-" " Karena aku? maaf kalau keberadaan ku membuat kalian muak, dan makan malam ku sudah selesai" potong nya pada ucapan sang ibu, ia terlalu malas mendengar ceramah suka rela diri nya langsung pergi meninggalkan Anna sendirian di sana, Engan mendengar ucapan Seperti kaset rusak selalu itu-itu saja sampai hafal, mungkin jika Ayah nya tahu tingkahnya Seperti ini bisa di bayangkan betapa marah nya pria itu. Anna tercenung kedua tangan nya menopang kepalanya, sorot mata nya tandus dari mata berkantung ia mengusap cepat air mata yang ingin keluar dari sana. " Kenapa ini sulit sekali " gumam Anna segera beranjak membereskan piring-piring sebagai masih terisi menu masakannya belum habis semua nya. 'brakk' daun pintu di tutup nya kuat Edbret bersandar pada bilah pintu kamar nya, nafas nya tersengal badan kecil nya runtuh ke lantai, rambut bergelombang milik nya makin kusut di Jambak oleh jemari putihnya " Kau itu harus seperti kakak mu, minimal lihatlah Eland. Anak seusia dia sudah dapat menguasai pelajaran bahkan dia bisa masuk kelas akselerasi!" Ejek Amstrong menuding prilaku salah satu anak lelaku nya malas-malasan. Pandangan mata sang ayah syarat akan kecewa menatap nya, bahkan kala itu dia juga bekerja keras untuk bisa mengikuti kelas seni gambar. " Ibu, bagaimana masakan ku? Enak bukan.. bagai mana kalau aku jadi chef terbaik" agak lama menjeda ia mengatakan keinginannya setelah pamer hasil karyanya, Ratatoullie. Masakan Italia tersebut sangat mengoda selera hanya dari aroma serta menjadikan lapar mata dari segi penataan yang rapi, dalam hati Edbret membumbung semangat mendapati ibunya memuji masakan nya setelah menelan sendok-an pertama. Anna memancing kan mata biru nya, di susul gelakan tawa tanpa memperhatikan anak kecil yang tengah menatap nya harap. " Kau melucu?" "....." " Di keluarga kita tidak ada chef, my darling, ibu memuji mu karena memang enak untuk anak seusia mu, tapi... Kau lebih penting mengurusi nilai mu saja" Saat itu sayap di bangun milik nya rasa nya patah, mungkin ia akan mengelem sayap nya ataupun memperbaiki nya agar bisa sedikit terbang, harap nya. " Astaga!! Edbret, kau apakan tepung itu!!" Jerit Yuline menghentikan aksi adik nya, anak itu sama sekali tak memberantakkan dapur, semua rapi tertata dengan aman, bahkan di lakukan oleh anak lebih pendek dari nya kini tengah di dapati baru Saja mengeluarkan kue dadi oven Wajah Edbret tampak kebingungan melihat Yuline melihat dia heran, masa bodoh dengan tampilan kakak perempuan nya ia menaruh seloyang sponge cake ke meja melepaskan sarung tangan merah nya menghampiri si pelaku Yang tadi nya teriak-teriak. " Ada apa?" " Kau yang membuat ini semua" kagum nya mencolek permukaan roti panas " Kau merusak roti ku" marah Edbret menangkis tangan usil Yuline " Kelihatannya enak, aku minta ya nanti" puji Yuline langsung berlari mendengar Omelan panjang lebar dari Edbret tak terima hasil buatan nya terdapat bakteri di hasilkan oleh Yuline, reaksi kesal tak lama berubah senyum tipis dengan pipi bersemu merah, ia merasa sedikit di hargai. Tapi hari itu kenapa kau membuang kue ku? Kenapa " Bukan nya itu adik nya Yuline?" " Yang mana, yang mana?" Heboh lainnya mulai mengamati seseorang yang di maksud si 'adik' dari siswi berprestasi di sekolah tersebut. Edbret tentu mendengar namun ia hanya berwajah cuek tak berekspresi lebih pipi merah nya tapi tak bisa menutupi ekspresi senang nya, ia bangga. " Tampan nya.." Puji dan puja samar-samar terdengar dilempar kan pada anak SMP itu. " Eh, tapi ku dengar dia gay" " Kenapa kau berfikir begitu?" " Dia tak pernah terlihat berkencan hanya bermain dengan Emeli atau siapa itu nama nya" " Tapai kurasa dia bukan gay... Tapi brother complex" lalu di setujui oleh lainnya, tadinya pujian berubah kalimat menyakitkan Edbret beranjak pergi dari sana, menahan emosi, toh ia tak berniat melabrak kakak kelas nya terlebih itu perempuan bisa-bisa statement di lontarkan akan menjadi asumsi publik Lalu apa yang bisa ku banggakan? Tak ada. Edbret berjalan lunglai memilih merebahkan kepalanya di atas meja belajar, pikiran nya tengah kacau balau hati nya terasa pengap Sedikit lega ia rasakan ketika kata-kata protes seperti tadi pertama kali nya dapat terlontar dari mulut nya untuk membentengi diri nya sendiri dari ujaran tuntutan dari sang ibu setidak nya keberanian tadi muncul ketika ayah mereka memang tidak berada di sana untuk menghukum dirinya, momentum yang pas menurut nya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN