bc

Diceraikan Saat Hamil

book_age18+
110
IKUTI
1.0K
BACA
HE
stepfather
doctor
drama
bxg
cheating
multiple personality
affair
like
intro-logo
Uraian

"Indah... Itu namaku, dan aku ingin berbagi cerita hidupku denganmu. Tahun ini, aku menginjak usia 23 tahun, dan baru saja menyelesaikan kuliah kedokteran. Hidupku nyaris sempurna, banyak pria yang tertarik padaku, termasuk beberapa dari keluarga kaya. Namun, ada satu hal yang membuatku merasa takut, yaitu kutukan janda. Orangtuaku bercerai saat aku berumur 7 tahun, dan aku adalah anak ketiga dari 3 bersaudara, semuanya perempuan.

Ketika aku memberitahu ibuku bahwa ada seorang pria yang melamarku, ibuku berkata, "Indah, cobalah bekerja dahulu, jangan langsung menikah." Kutukan janda ini membuatku bertanya-tanya, apakah aku akan lolos dari nasib yang sama seperti ibu dan kakak perempuanku yang akhirnya menjanda?

Namun, aku percaya bahwa takdir dan kehidupan setiap orang berbeda. Kutukan janda mungkin hanya kepercayaan yang ada dalam budaya atau kepercayaan tertentu, dan itu tidak berarti bahwa itu pasti akan terjadi padaku. Aku memiliki kendali atas hidupku sendiri dan aku dapat membuat keputusan yang tepat untuk diriku sendiri.

Aku tidak akan membiarkan ketakutan akan kutukan atau kekhawatiran masa depan menghalangi langkahku untuk meraih kebahagiaan. Aku akan fokus pada pengembangan diri dan mengejar karierku sebagai seorang dokter. Jika ada pria yang datang dalam hidupku, aku akan mengambil keputusan dengan bijak dan mengikuti kata hatiku.

Hidupku adalah milikku sendiri, dan aku memiliki kekuatan untuk membentuk masa depanku. Aku tidak akan membiarkan ketakutan menghalangi langkahku dalam meraih kebahagiaan dan kesuksesan yang aku inginkan. Aku percaya bahwa aku akan menemukan jalan hidupku sendiri yang penuh makna.

chap-preview
Pratinjau gratis
Bertemu mantan
"Indah, pilihlah tas yang kamu mau," ujar Dion Victory sambil membawaku ke sebuah toko tas terkenal di sebuah mal. "Aku tidak melihat semua model tas di sini, Bang," bisikku pada Dion Victory. Kami kemudian keluar dan pergi ke tempat biasa kami bersama Sania Wijaya Kesuma untuk membeli tas. "Aku ingin yang ini, Bang," ujarku menunjuk tas yang aku sukai. "Ini barang murahan, Indah. Tidak bermerk. Bagaimana kita tahu daya tahannya?" kata Dion dengan nada yang meragukan. Aku menggigit bibirku dan melotot padanya, tidak percaya dengan kata-kata yang baru saja keluar dari mulutnya. "Kita putus, Bang," ujarku sambil melangkah pergi, merasa kesal dengan sikap arogannya. "Indah," Dion Victory mengejarku dan menahan tanganku. "Lepaskan, Bang! Aku tidak tahan dengan sikap aroganmu!" ujarku sambil menghempaskan tangannya. "Kamu benar-benar keras kepala, Indah. Aku belum pernah bertemu dengan wanita sepertimu yang memilih sesuatu yang terlihat murahan." Dion Victory mengeluarkan kata-kata yang membuatku semakin geram. Tanpa berkata apa-apa, aku meninggalkannya. Aku berjalan dengan cepat, tanpa sekalipun menoleh ke belakang. Dia tidak mengikutiku. **** Seminggu kemudian aku mengajak Sania Kusuma Wijaya pergi menjual emas dari Dion Victory. "Kamu putus lagi?" tanya Sania Kusuma Wijaya ketika kita berada di dalam mobil. Sania Kusuma Wijaya, wanita berdarah Tionghoa yang cukup imut, polos, dan baik hati. "Iya... Habis dia terus memaksa aku untuk membeli barang bermerk untuk dipakai. Katanya aku keras kepala dan berbeda dengan wanita lain yang hanya menurut saja," jawabku dengan nada ketus. "Mau ke toko emas mana ini, Indah kamu jual?" tanya Sania. "Aku sudah berkomunikasi dengan senior kita yang orangtuanya memiliki toko emas di Pringgan. Katanya di sana menerima emas dengan harga yang lebih tinggi," aku menjawab sambil memegang gelang emas yang akan kujual. Sesampainya di toko emas milik senior kami di kampus, aku menyebutkan nama senior kami. Gelang emasku dihargai sebesar 5 juta, padahal seharusnya hanya 4,5 juta di toko lain. Aku pun menjualnya dengan perasaan senang. "Ayo kita makan enak untuk merayakan penjualan gelang emas pemberian mantan," kataku sambil tertawa, menghitung uang yang telah kudapatkan. "Makan di mana?" tanya Sania Kusuma Wijaya sambil menyetir mobilnya keluar dari parkiran. "Mari kita makan bakso di Methodis, aku yang bayar," ujarku dengan bangga. Sesampainya di tempat makan, kami bertemu dengan seorang alumni universitas kedokteran lain, Rangga Baxtier namanya. Kami pernah bekerja bersama saat menjadi co-assistant di rumah sakit umum daerah H. Amri Tambunan. Bang Rangga sedang makan bersama dengan seorang temannya. "Halo, Indah, Sania. Bagaimana kabarnya?" tanya Bang Rangga Baxtier sambil tersenyum. "Kami sehat, Bang. Bagaimana denganmu?" balasku. Bang Rangga Baxtier dulu dikabarkan memiliki ketertarikan padaku, tapi aku tidak tertarik pada pria yang sering mengonsumsi alkohol dan perokok berat. Dia tidak pernah berhenti mencoba mendekatiku saat kami menjadi co-assistant dulu. "Sehat, Bang. Abang bagaimana?" balasku. Bang Rangga Baxtier dulu dikabarkan naksir padaku, tapi aku tidak tertarik pada pria yang sering mengonsumsi alkohol dan perokok berat. Dia tidak pernah berhenti mencoba mendekatiku saat kami menjadi co-assistant dulu. "Abang lagi menunggu internship ini," ujar Bang Rangga Baxtier sambil menghembuskan asap vape yang wangi bubblegum. "Dapat di mana, Bang?" tanyaku. "Di Palembang, Indah. Indah sudah internship?" tanyanya lagi. "Bulan depan internship-nya di Balige bersama Irena dan Haga. Sania kebetulan beda gelombang, masih 3 bulan lagi," jelasku sambil memesan bakso. "Ohhhh... Indah, sekarang sudah punya pacar?" tanya Bang Rangga Baxtier dengan adap tokok nya yang mengepul. Aku sudah sangat tidak mengharapkan pertanyaan ini akan terlontar lagi dari mulut abang itu yang sudah sering kudengar saat co- assistant kemarin di pakam. Bang Rangga Baxtier sering datang ke kostan kami dengan alasan mengajak kami makan bersama dengan kawan pria kami yang satu lingkungan kost. "Belum bang.. Baru saja putus , ya kan Sania?" aku mencari pertolongan pada sania kusuma wijaya "Iya, Bang. Lagi pengen sendiri, Indah ini. Bolak-balik pacaran lalu putus. Bosan dengarnya, Bang," ujar Sania meskipun matanya masih fokus pada layar handphone. Sania Kusuma Wijaya berpacaran dengan pria non-Chinese beragama Muslim yang ditemuinya saat co-assistant di Rumah Sakit Putri Hijau. Tak heran sih, Sania sendiri tidak seperti kawan Chinese lainnya di kampus yang selalu bergerak dalam satu kelompok. Dia sendiri dengan style-nya memakai sepatu sport, ransel, dan celana kain panjang, selalu bergaul dengan suku Batak, Nias, Karo, dan Jawa. Pesanan kami datang, aku dan Sania pun sibuk menyantap makan siang kami. Bang Rangga pun pergi ke kasir untuk membayar pesanannya dan pergi duluan. "Abang duluan ya." ujar nya melambaikan tangan nya. "Aduh kenapa sih harus jumpa abang itu di sini.Tidak capek apa dia ngejer- ngejer aku dari dulu." jerit ku dalam kekesalan "Makanya jangan terlalu diladeni cowok tu" ujar sania kusuma wijaya menonton drakor. "Yah mana mungkin, kita kan pernah satu rumah sakit San." tawa ku Setelah menghabiskan semangkok bakso dan es tebu kami, aku pun memanggil abang jual bakso untuk membayar pesanan kami. "Berapa bang semuanya.?" tanya ku pada abang itu "Sudah dibayar abang tadi mbak." ujar nya membuat ku terkejut "Ohh ya?" tanya ku memastikan "Iya mbak, kalau tidak ada yang dipesan, saya pamit dulu ya." ujar abang itu meninggalkan meja kami dan pergi ke pelanggan yang baru saja datang "kok hoki kali kita hari ini ya sania, dapat duit, sekarang makan gretong di bayarin sama sugar brother." cibir ku "Hmmm.. Sudah? Mau kemana lagi ?" tanya Sania Kusuma Wijaya tersenyum melihatku "Ayo lah kita ke petisah dulu lihat- lihat baju, kali ada yang buat aku tertarik buat beli." sahutku Hari pun berlalu dengan cepat, setelah membeli beberapa helai pakaian untukku dan ibuku, aku mengisi bensin mobil Sania karena menemaniku berkeliling medan. "Makasi ya San." aku turun dari mobil dan memanggil orang rumah untuk membukakan pintu kemudian sania pun pergi. "Indah habis darimana saja? ini apa?" tanya ibu ku melihat kantong plastik yang kubawa cukup banyak "Ini buat ibu dan ini punya ku. Ibu sudah makan?" tanya ku pada ibu dan menyodorkan kantong plastik berisi pakaian yang kubeli untuk ibu "Banyak sekali uang mu Indah, dapat darimana?" tanya ibu mukanya terlihat pemasaran "ibu tidak perlu tahu. Yang penting kita bahagia dan indah tidak minta sama ibu." ujar ku melepaskan sepatu dan masuk ke dalam kamar merebahkan tubuhku Aku merasa sedikit bersalah telah menjawab ibu seperti itu, namun aku juga tidak suka terus ditanyain uang darimana. Ibu ku hanya seorang penjahit, tapi mampu menyekolahkan kami bertiga sampai sarjana. Kakak ku dua- duanya sudah menikah jadi di rumah tinggal aku dan ibu ku berdua. Setahun ini aku akan intersip dan meninggalkan ibu sementara. Tiba-tiba handphone ku berdering , itu dari nomor tidak di kenal. Aku pun menekan tombol reject, lalu nomor itu menelpon lagi hingga 20 kali. Akhirnya aku pun mengangkat nya, ternyata itu mantan ku, minta maaf sudah kasar padaku dan minta balikan. "Abang janji tidak akan mengulanginya lagi." sahutnya di telepon dengan nada memelas "Hmmmm..." aku hanya berdeham, masih berpikir keras apalagi aku baru saja menjual gelang emas dari nya. "Nanti malam abang jemput ke rumah buat makan malam ya." bujuknya "Ya sudah .. Ini terakhir kalinya ya bang." ujarku kemudian mematikan handphone dan memejamkan mata tertidur pulas hingga suara klakson mobil membangunkan ku Aku melihat jam di handphone ku dan sudah jam 7.30 malam. Aku pun langsung buru- buru bangun dari tempat tidur dan ke kamar mandi mandi, kemudian mengambil salah satu kemeja warna coklat dengan celana jeans. "Kamu mau pergi sama siapa Indah?" tanya ibu ketika aku pamit pergi dengan beliau "Dengan Dion bu, sudah dulu ya bu." aku mencium kedua pipi ibu ku dan naik ke mobil pajero dion "Pergi dulu ya tante." ujar Dion Victory dari mobil pada ibu aku ketika ibu ku mengantar ku keluar rumah "Jangan malam- malam pulang nya ya nak dion. Tidak bagus dilihat tetangga." ujar ibu ku "Siap tante." Dion Victory pun menginjak pedal gas mobilnya dan mobil melaju kencang ke arah jalanan "Baru juga seminggu , kamu sudah minta balikan, tumben." sahutku menatap Dion Victory yang serius menyetir mobil "tidak ada yang rewel , tidak ada lawan gadoh ku, tidak ada yang bertanya kabar ku, sepii." ujar Dion Victory tersenyum Ketika kami tiba di parkiran mall, handphone Dion Victory terus berdering. Aku mengambilnya dari tangannya dan melihat namanya "Tunanganku". "Ini maksudnya apa?" tanyaku dengan rasa marah. "Aku bisa jelaskan, Indah. Ayo kita makan dulu," jawab Dion dengan nada coba menenangkan. Lalu, seorang wanita mendekati mobil Dion dan mengetuk jendelanya. "Tunggu sebentar," ujar Dion sambil menghampiri wanita itu. Tidak lama kemudian, Dion kembali ke mobil. "Siapa itu?" tanyaku dengan rasa curiga. "Ah, bukan siapa-siapa," jawab Dion dengan coba mengalihkan perhatian. Tanpa bisa mengendalikan emosi, aku spontan menampar wajahnya. Dion terkejut dengan tindakanku. "Kali ini akan kumaafkan perselingkuhanmu, Dion Victory," ucapku dengan suara penuh kekecewaan. Kami berjalan dalam diam ke marugame udon, syukur nya hari itu cukup sepi. "Ehhh Indah..." sapa seseorang yang suara nya ku kenal di belakang ku ketika dion sedang memesan makanan kami "Bang Rangga.." aku pun terpaksa berbalik dan menyapa nya "Siapa itu indah?" tanya Dion Victory sedang membayar di kasir "Ahhhh ini..." aku pun bingung menjawab pertanyaan Dion Victory "Kenalin, Rangga Baxtier teman co-assistant indah waktu di rumah sakit umum daerah di pakam." bang Rangga menyodorkan tangan kanan nya pada Dion Victory untuk bersalaman "Saya dion , pacar nya Indah." jawab Dion Victory menyalam bang rangga "Pacar? Bukan nya Indah baru putus sama pacar nya ya?" tanya Rangga Baxtier menatap ku yang semakin kebingungan memberi jawaban

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.8K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.4K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.6K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

TERNODA

read
198.7K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
58.9K
bc

My Secret Little Wife

read
132.1K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook