Bus mulai bergerak perlahan meninggalkan kawasan hutan harapan di Jambi. Mas Ser yang duduk di dekat jendela sedari tadi menatap ke luar seolah tak rela meninggalkan daerah yang selama ini menjadi tempat tinggalnya.
“Di kota nanti, semua akan jauh lebih baik. Mas Ser tidak perlu sedih harus berpisah dengan kampung halaman. Kapan-kapan jika aku ada waktu, aku akan mengajakmu kembali lagi ke sini,” hiburku, memancing Mas Ser berpaling menatapku.
“Kenapa kamu begitu baik padaku?”
“Sssttt!” Aku meletakkan jari di depan bibir, “Mas Ser pelan-pelan kalau ngomong. Entar kalau satu bus sampai dengar suara Mas Ser bisa gawat!” sambungku dengan suara bisik-bisik.
Tapi bukannya mengikuti ucapanku, Mas Ser tetap saja berbicara, “Tapi Jeha, sebenarnya hanya—”
“Diem Mas!” Aku memotong ucapannya sambil menangkup moncong mulutnya supaya berhenti bicara.
“Jeha kamu ngapain?”
Suara Rossa bagai sabaran petir hingga mengagetkanku. Gadis itu menangkap basah diriku sedang menutup mulut Mas Ser. “Ih main pegang-pegang bibir Masser segala! Hati-hati kena air liurnya loh, najis tau!” racau Rossa.
Tanganku sontak buru-buru melepas moncong mulut Mas Ser. Belum pernah aku terkena air liur Mas Ser, tapi Mas Ser kan seekor serigala bukannya anjing. Apakah air liur serigala sama najisnya seperti air liur anjing?
Penasaran dengan hal itu, akupun langsung browsing ke mbah google. Website id.quora.com mengatakan dalam bahasa arab serigala disebut Al-Zi’bu sedangkan anjing disebut Al-Kalb dan hadits-hadits yang menajiskan air liur anjing itu semua merujuk ke Al-Kalb sehingga Islam memandang serigala dan anjing itu berbeda dalam hal kenajisan yang berarti air liur serigala tetap najis tapi cukup dibasuh sampai bersih, tidak seperti anjing yang harus dicuci 7 kali dan salah satunya menggunakan debu atau tanah. Wallahu a’lam.
Terlepas dari itu semua, Mas Ser bukan salah satu dari keduanya. Dia hanya seorang manusia yang dikutuk menjadi serigala. “Ros, aku mau nanya.” Aku mencolek lengan Rossa yang duduk bersebrangan dengan kursiku.
“Nanya apaan?” Rossa menyimpan kembali ponselnya ke saku lalu duduk menyamping menghadap ke kursiku.
“Menurut kamu, gimana caranya manusia serigala berubah jadi manusia sepenuhnya?” tanyaku, mengundang kernyitan di dahi Rossa.
“Kalau di film-film yang biasa gue tonton sih, manusia serigala berubah jadi serigala waktu di bulan purnama,” jawab Rossa, yang syukurnya tidak curiga atau berpikir aneh tentang pertanyaan yang kuajukan.
“Bukan itu yang aku maksud. Maksudnya gimana cara mereka yang awalnya berbentuk serigala terus berubah jadi manusia?” terangku kemudian.
Rossa menyahut, “Kalau itu sih emang udah kekuatan mereka bisa berubah bentuk jadi manusia dan serigala.”
Tanganku menggaruk tengkuk yang tak gatal, bukannya mendapat jawaban yang sesuai keinginan, ujungnya aku malah dibuat bingung dengan pernyataan Rossa. “Jadi manusia serigala bisa berubah jadi manusia sesuka hati mereka gitu?” tanyaku lagi dengan ekspresi bingung.
Kepala Rossa mengangguk. “Kalau di film sih biasanya gitu.”
Kepalaku sontan menoleh ke arah Mas Ser sambil memicingkan mata curiga. Mas Ser yang peka dengan arti tatapanku langsung berkata, “Sumpah Jeh aku nggak punya kekuatan kayak gitu! Aku nggak bohongin kamu, aku emang gatau caranya kembali ke wujud manusia.”
Ekspresiku seketika terkejut. Mas Ser kalau bicara kenceng banget, Rossa pasti bisa dengar suaranya. “Jeh!” Rossa menepuk pundakku dan otomatis membuatku kembali memandangnya.
“Kamu barusan denger?” tanyaku, panik.
Kening Rossa berkerut, “Denger apaan? Denger suara ngoroknya Irfan?” Rossa menunjuk Irfan yang duduk tertidur nyenyak di kursi depanku.
“Tadi aku sudah mau bilang tapi kamu main potong duluan. Orang yang bisa dengar suaraku cuma kamu aja Jeha,” timpal Mas Ser.
Sementara mataku melotot kaget, “Kenapa baru bilang?!” bentakan itu aku tujukan pada Mas Ser, tetapi Rossa salah tangkap mengira ucapan itu diarahkan untuknya. “Ya kan lo bisa lihat dan denger sendiri, dari tadi tuh yang ngorok Irfan,” jawab Rossa.
Wajahku meringis, yang diajak ngomong siapa—yang jawab pun siapa? Hadeh… salah apa sih aku sampai ketiban sial ketemu siluman serigala begini. Tapi setidaknya sekarang aku bisa lega karena tidak ada orang lain yang bisa mendengar suara Mas Ser selain aku.
“Sekarang aku tanya lagi.” Aku menumpukan pandangan pada Rossa dan mengabaikan Mas Ser yang diam-diam menguping pembicaraan kami.
“Asal jangan tanya siapa jodoh gue, gue pasti bisa jawab,” celetuk Rossa.
“Yaelah, ge-er banget. Siapa juga yang mau nanyain jodoh kamu. Aku tuh mau nanya masih seputar film serigala yang tadi,” sosorku.
Yang kemudian dibalas Rossa, “Idih! Demen amat lo sekarang sama film fantasy begitu, biasanya lo kan suka horor.”
“Udah jangan banyak cincong! Sekarang jawab, masa sih di antara semua film yang pernah kamu lihat, nggak pernah nemu film serigala yang mencari cara supaya balik ke tubuh manusianya?” Aku mendesak Rossa mencari jawaban atas kebingunganku. Karena seperti yang gadis itu bilang sebelumnya, aku lebih suka nonton film genre horor atau drama korea daripada film fantasy luar negeri.
Ya mungkin saja dengan inspirasi film-film yang pernah Rossa tonton, itu bisa menjadi cara yang bagus untuk mengembalikan Mas Ser menjadi manusia seutuhnya.
“Ntar deh aku cari film yang punya alur begitu. Selama ini sih yang gue tahu kekuatan mereka lah yang bisa mengubah wujud serigala kembali ke tubuh manusia. Kecuali kalau dikutuk,” ujar Rossa.
“Iya yang dikutuk! Film apa yang kamu tahu soal itu?” Aku segera menyahut saat baru teringat bahwa Mas Ser juga dikutuk.
Lalu Rossa menjawab, “Contohnya dongeng pangeran kodok. Lo pasti tahu, itukan cerita dari Indonesia.”
Kenapa aku bisa melupakan cerita dongeng yang sensasional satu itu? Ceritanya mirip sekali dengan Mas Ser yang juga sama-sama dikutuk. Tapi setahuku, cara untuk mengubah pangeran kodok menjadi seorang manusia adalah…
“Pangeran kodok bisa berubah setelah mendapat ciuman dari seorang wanita yang tulus mencintainya.” Rossa mengutarakan apa yang baru saja kepalaku pikirkan.
Buset. Mataku mencuri pandang ke arah Mas Ser yang kebetulan juga sedang menatap diriku. Hanya persekian detik dan kami langsung memutuskan kontak mata dengan canggung.
Siapa yang bakalan mau berciuman bersama orang yang tidak dicintai? Apalagi bersama Mas Ser yang berbentuk seekor serigala, bisa najis nih mulutku!
Terlepas dari itu semua, masalahnya aku juga belum pernah berciuman dengan siapapun. O Em Ji! Ya kali’ first kiss-ku harus diambil oleh seekor serigala?
Belum tentu juga cara itu bisa berhasil mengembalikan wujud Mas Ser menjadi seorang manusia. Bisa rugi aku misal sudah melakukannya namun hasilnya sia-sia.
Pasti ada cara lain yang lebih masuk akal. Of course, selalu ada jalan disetiap permasalahan. Jangan panik, yang tenang Jeha…
BERSAMBUNG...