Chapter 8

1338 Kata
"Disini kentangnya bagus-bagus." Popy sedang melihat Aliza yang menggali kentang. Aliza yang mendengar ucapan Popy mengangguk. "Nggak ada yang busuk." Timpal Aliza. Tak Tak Tak Popy berjalan maju menuju ke arah Bushra. "Ubi jalarnya juga terlihat bagus, lucu-lucu, ukurannya nggak terlalu besar." Bushra yang sedang memegang dua buah ubi jalar mengangguk. "Iya kak, bagus, yang ini warna ungu, aku suka yang warna ungu." Lalu Popy berjalan ke arah Ari yang sedang berusaha mencabut wortel. "Ck ck ck!" Popy berdecak sambil menggeleng-gelengkan kepalanya ke arah Ari. Dia sedang menilai cara Ari mencabut wortel. "Kamu cabut wortel nggak kasihan sama wortelnya?" Ari yang sedang mencabut wortel menoleh ke arah sang kakak sepupu. "Emang wortelnya kenapa kak?" "Ck ck ck!" "Kasihan wortelnya kamu remas kepala wortel dan daunnya kaya gitu, tidak berperikemanusiaan." Popy menilai Ari. "Eoh?! Apa yang tidak berperikemanusiaan kak Poko? Mau cabut wortel kaya gimana lagi yang menurut kak Poko itu benar?" Ari bertanya ke arah Popy. "Mari Poko contohin." Popy meletakan keranjang anyamannya di samping Ari, lalu dia ikut jongkok dan mengambil penggali. "Ambil penggali, lalu garuk tanahnya, nah, udah kelihatan setengahnya, terus kamu cabut-longgar, cabut-longgar, kaya gini...nah! Wortelnya bagus kan, terlihat sehat, nggak stres, masih utuh lagi dengan daunnya." Ujar Popy mempraktekan cara mencabut wortel. Ari yang melihat sang kakak sepupu makan hati. "Belajar dari mana kak Poko?" "Oh itu rahasia." Jawab Popy. "Sshh..." Ari hanya bisa menghembuskan napas dongkol dari dalam paru-parunya. "Ppfftt!! "Hahaha-hmmp!" Liham dan Bilal menelan tawa mereka. Melihat tingkah kakak perempuan mereka terhadap Ari, membuat mereka tak kuat menahan tawa. Popy mempraktekan cara mencabut wortel lagi lalu setelah dia yakin bahwa Ari bisa mencabut wortel sesuai tata cara mencabut wortel, Popy mengangguk yakin dan ia berbalik berjalan ke arah tempat lain kebun. Sesampainya di tempat lain kebun itu, Popy membulatkan matanya. "Alan!" Popy melotot ke arah sang adik. "Eh! Kak Poko ngagetin Alan aja." "Pakai gunting!" Popy melotot ke arah Alan. "Apa yang harus pakai gunting, pakai tangan kan jadi." Ujar Alan. "Hah! Kamu petik tomat gimana itu? Batangnya juga ikut kamu petik, oh! Kamu tarik yah buah tomatnya kasar!" Popy menghardik Alan ketika melihat Alan menarik buah tomat dari batang pohon tomat. "Isshh..." Alan meringis. "Nggak kok kak Poko," elak Alan. "Halah bohong kamu, pantesan bunda selalu larang kamu ke kebunnya bunda, kamu toh yang sering rusakin tanamannya bunda? Perusak kamu," Popy mencibir ke arah Alan. "Salah lagi..." celetuk Alan pelan. "Ya memang kamu salah, sini! Lihat Poko cara petik tomat yang benar, ambil gunting, pegang buah tomat dengan tangan apa saja yang kamu mau, kalau Poko pakai tangan kiri, lalu kamu gunting tangkainya seperti ini, nah! Jadi kan, gampang kan." Popy memperlihatkan tomat yang dia petik ke arah Alan. Alan mengangguk tanda mengerti. Popy manggut-manggut melihat kinerja Alan yang menurutnya memuaskan. Beberapa sayuran sudah duduk di keranjang anyaman Popy. Wortel yang masih dengan daun segarnya, lobak merah bulat kecil, selada merah, tomat dan beberapa daun rempah seperti rosemary, peterseli, daun coriander dan tak lupa juga Popy sedang memetik daun perilla. Sret "Eoh?!" Popy menoleh ke samping kirinya. Nibras tersenyum sambil memberikan beberapa tangkai bunga campur. "Ini?" Popy memandang Nibras bingung. "Mawar hitam dan beberapa krisan ini cocok jika kau memegangnya." Ujar Nibras. Popy melihat bunga yang di maksud Nibras. "Mawar hitam ini adalah favorit nenek buyutku, nenekku Lia juga suka bunga ini." Ujar Nibras. "Oh..." Popy manggut-manggut. Cekrek "Eh!? Gaishan! Ngapain potret-potret sembarangan?" Popy melotot ke arah Gaishan. Gaishan, sepupu yang hanya berbeda lima bulan itu tersenyum puas dengan hasil gambar yang ia potret. "Poko, gambar ini bagus, kebetulan tema perusahaan aku untuk pameran bertema the sweet gardening, temanya ada sepasang laki-laki dan perempuan sedang memetik sayur." Gaishan tersenyum ke arah Popy. "Heh?! Tapi kenapa harus Poko yang jadi modelnya? Kan di perusahaan Gaishan juga ada model yang cantik." Ujar Popy. Gaishan manggut-manggut. "Memang benar banyak yang cantik, tapi kurang alami." "Bagusnya itu yang alami aja, kaya Poko, lihat deh manis banget senyumnya, eh itu juga isi di dalam keranjang Poko juga bagus, ditambah topi dan kain bali yang Poko pakai, jadi sempurna deh, Poko memang yang terbaik." Puji Gaishan. Popy yang mendengar pujian Gaishan tersipu malu, ia tersenyum malu-malu. "Iihh Gaishan bisa aja deh, Poko kan jadi malu, ya kan kak Ibas?" Popy menyenggol Nibras di sebelahnya. Nibras tersenyum ketika melihat senyum Popy. "Apa yang di bilang Gaishan itu benar, apapun yang dipilih olehmu itu sempurna, seperti orangnya, sempurna." "Iihh kak Ibas! Poko kan jadi malu, ah!" Tak Tak Tak Popy berlari entah ke arah mana, ia menutup bibirnya dengan bunga yang diberikan oleh Nibras. "Hahahahahaha!" Gaishan tertawa terbahak-bahak. "Ceilee! Wajahnya Poko merah!" "Hahahahaha!" "Gaishan! Isshh!" Popy berlari-lari kecil sambil menahan senyum malu-malu. "Malu-malu lagi, ck!" Gaishan kembali membuka tawanya. "Hahahaha!" ♡♡♡ "Sshhh...huh..." terdengar helaan napas seorang pria. Ben sedang duduk di ruang kerjanya, dia baru saja pulang dari rumah pamannya. "Basri..." gumam Ben. "Randra Adilan Basri..." Ben mengetuk-ngetuk jari telunjuknya di atas meja kaca kerjanya. "Ruiz tidak pernah mengadakan kerja sama dengan Basri Group, selama ini kami juga tidak pernah saling berseteru." Lama ia berkutat dengan pikirannya, berusaha mengingat dimana dia pernah menyinggung Basri, Group perusahaan raksasa yang telah merambah dan mendapat pijakan stabil sampai ke Eropa, terutama Paris. Produk elektronik yang diproduksi oleh Basri bahkan menjadi dominan di asia. "Basri...jangan-jangan..." Ben tersadar dari pikirannya. "Popy!" ♡♡♡ "Sut! Sut! Poko!" "Ck! Katanya kita mau barbecue, kok malah tidur?!" "Poko!" "Pokoo," "Pookoo..." "Pooookoooo," "Hus...Gaishan nih apa-apaan sih manggil-manggil Poko terus." Popy bangun dari tidur siangnya. "Ini udah jam enam sore, katanya selesai metik sayur kita buat barbecue, tapi kok malah tidur sih." Gaishan duduk di sebelah ranjang Popy. Sret Popy bangkit dari tempar tidur. "Poko capek, tadi kita petik sayur dan keliling kebun lama juga, dua jam yah? Eh tiga jam," ujar Popy. Dia bangkit mengikat rambutnya yang merupakan warisan dari sang ibu, merah bata. Sret Tak Tak Tak Popy berjalan ke kamar mandi. "Mau kemana? Nggak jadi acara barbecuenya?" "Mau cuci muka, banyak iler," ujar Popy. Gaishan manggut-manggut. "Baguslah kalau kamu sadar diri." "Hiss.." Popy mencebik kesal ke arah Gasihan sambil masuk kamar mandi. ♡♡♡ "Kak Alam," "Hm?" Alamsyah menyahut panggilan Popy. "Siapa yang sembelih ayam ini?" Popy bertanya ke arah Alamsyah yang sedang mencabuti bulu ayam. "Kak Alam sendiri," jawab Alam. Popy manggut-manggut. "Ooh..." "Ayamnya teriak nggak?" Twek Alamsyah melirik ke arah Popy. "Hehehe...nanya doang kak," Popy menyengir. "Kak Poko," "Hm?" Popy menyahut panggilan Ari. "Kulitin ini dong, wortel." Pinta Ari. Popy menoleh ke arah Ari yang sedang memegang beberapa buah wortel. "Oh iya, sekalian kentang yang Aliza panen tadi," lanjut Ari. Ari meletakan keranjang yang berisi wortel dan kentang. Lalu dia berbalik lagi berjalan menjauh dari Popy. Setelah satu menit, Ari kembali lagi dengan beberapa keranjang dan satu nampan berisi bebek yang baru saja disembelih oleh Ibrahim. Popy melihat isi keranjang yang dibawakan Ari, terdapat ubi jalar, tomat, dan beberapa sayur lainnya. "Sekalian kak Poko cuciin yah? Ari mau ke sana dulu mau bantu kak Rahim." Ari berjalan menjauh dari arah Popy. Popy melihat beberapa keranjang yang ada di bawah kakinya, pandangannya membulat ke arah leher bebek yang masih meneteskan darah. Sret Sret Cepat-cepat dia meraih ponselnya, terlihat dia sedang memanggil seseorang. Beberapa detik kemudian panggilan tersambung. "Halo Poko, ada apa?" "Om Agil! Om Agil! Poko mau lapor!" "Hm? Ada apa?" "Om Agil! Om Agil! Ari nyuruh Poko potong leher bebek! Hiii masih hidup!" "Apa?!" Agil di seberang telepon cengo. "..." diseberang telepon. Beberapa detik kemudian. "Ariansyah Jamaludin Baqi!" Sret Brak Alamsyah yang berada di samping Popy membuang ayam yang telah bersih dari tangannya, lalu cepat-cepat dia meraih bebek yang ada di kaki Popy. "Papa! Ini tadi maksud Ari, Alam yang potong! Bukan Poko kok! Ya kan Poko?!" Alam menggertakan giginya. "Hmmmm..." Popy terlihat berpikir, lalu dia melihat Ari berlari terbirit-b***t ke arahnya. Tak Tak Tak Sret Sret "Papa! Ari tadi salah orang!" Tak Tak Tak Ariansyah menyeret tiga buah keranjang sekaligus berlari ke arah Ibrahim yang sedang membilas pisau setelah menyembelih bebek. ♡♡♡ "Kamu ada-ada saja," Nibras memberikan potongan d**a bebek panggang ke arah piring Popy. "Eh?! Kak Ibas, makasih kak." Popy menyegir ke arah Nibras. "Ini tadi bebek yang kamu lapor ke om Agil, dan bebek ini juga yang membuat Ari hampir memakan seluruh bulu-bulunya." Nibras tertawa geli ke arah Popy. Popy menyengir tanpa dosa. "Siapa suruh Ari mau nyuruh Poko buat cuci bebek? Baru tadi kan masih ada darahnya lagi, kalau Poko cuci bebeknya tiba-tiba bebeknya teriak gimana?" "Pfftt!" Nibras menahan tawa. Cuk "Eoh! Sakit kak Ibas, hidung Poko jangan di cubit-cubit," Popy mengusap-ngusap hidungnya. "Siapa suruh kamu terlalu imut," Popy tersenyum malu-malu. "Anak siapa ini? Hm? Ada lagi yang sepertimu?" Nibras mengambil beberapa sayuran panggang dan meletakannya di piring Popy. "Yah anak Ayah Ran dan bunda Momok lah," sahut Popy gembira. "Kalau kak Ibas mau yang kayak Poko lagi, boleh kok," "Hm?" Nibras melirik ke arah Popy sambil menaikan sebelah alisnya. "Nanti suruh ayah Ran dan bunda buat adek bayi lagi," "Pfftt!" "Hahahahahaha!" Nibras tak kuasa menahan tawa. "Hahahaha!" Gaishan dan yang lainnya tertawa mengeluarkan air mata. "Cukup! Cukup satu Poko saja, jangan ada dua!" "Hahahahaha!" Gaishan berguling-guling di kaki meja taman. ♡♡♡
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN