Waktu telah habis. Dan baunya seperti logam—tajam, dingin, dan getir. Delon berdiri di depan pintu lift yang masih tertutup. Setelan linen abu terang membalut tubuhnya dengan rapi, tapi garis kerah kemejanya masih menyimpan bekas genggaman tangan Keira. Di balik jaketnya, kulitnya masih hangat—merah oleh ciuman yang belum sempat menjadi kenangan. Tapi waktu tak pernah menunggu. Keira menyusul dari dalam apartemen. Rambutnya masih setengah basah, belum sempat dikeringkan. Ia hanya mengenakan kaus Delon yang kebesaran, dengan celana pendek lembut yang nyaris tersembunyi di bawah ujung kaus itu. Matanya tak berkaca, tapi sorotnya… seperti permukaan danau yang membeku perlahan. “Udah ganti baju, ya?” tanyanya pelan. Delon mengangguk tanpa suara. Tatapannya seperti milik pria yang baru saja

