Langit Jakarta malam itu tak ada bedanya dengan neraka bagi Elang Atmadja. Lampu kota berkedip-kedip di balik jendela kaca apartemen penthouse yang sepi. Gelas kristal berisi whisky sudah pecah di lantai, dan cairan amber-nya merembes membasahi karpet mahal, bercampur dengan jejak-jejak luka yang tak terlihat di kulit—tapi menganga dalam batin. Elang duduk bersandar di dinding, kemejanya setengah terbuka, dasi terlepas seperti tak ada gunanya lagi. Botol minuman keras tergeletak miring di dekat kakinya, sudah hampir habis. Matanya merah, basah, nyalang, tapi kosong. Ponselnya menyala tanpa henti—mention, gosip, komentar netizen, dan notifikasi berita yang menayangkan foto ayahnya dan... Keira. Wanita yang pernah ia cintai begitu dalam. Wanita yang dulu ia khayalkan menjadi ibu dari anak

