"Van!" panggil Adev yang melihat senyum Vania terbit.
Dengan cepat Vania langsung menolehkan wajahnya lalu mengangkat alisnya, seolah bertanya kenapa.
"Kamu tau kenapa aku mau kita naik bianglala ini? Kamu tau kenapa aku ajak kamu ke sini?" tanya Adev seolah memberikan teka-teki kepada Vania, membuat Vania menggeleng lemah sambil mengerutkan keningnya.
"Bianglala kehidupan. Aku mau kamu mempelajari kehidupan ini layaknya bianglala, kadang di atas, kadang di bawah. Kita gak bisa selamanya berpijak di sini, di tempat yang sama, entah itu di atas maupun di bawah. Kita gak bisa minta sama sang pengendali supaya membuat kita terus berada di atas, nanti banyak dari mereka yang marah, yang mencak-mencak karena tidak bisa merasakan bagaimana rasanya berada di atas. Hidup itu gantian tempat, Van. Hidup itu gak boleh egois. Harus bersabar saat di bawah, dan jangan pernah sombong saat di atas."
Vania melangkahkan kakinya menuju ke arah Adev. Gadis itu berwajah datar sekali, entah marah atau bagaimana. "Dev, makasih ya." Di ujung perkataannya Vania memberikan senyuman manisnya kepada Adev.
Adev yang mendengar ucapan Vania akhirnya bisa bernapas dengan lega, ia kira Vania akan marah. Ia kira Vania akan kecewa karena yang Vania butuhkan adalah pengertian.
"Sama-sama, Van," ucap Adev sambil mengacak rambut Vania.
Bianglala sudah berhenti saat ini, mereka semua akhirnya turun satu persatu. Adev masih setia menggandeng Vania, membawa gadis itu ke sana ke sini untuk mencari makanan yang bisa membuat mereka mengingat masa lalu.
"Mau makan gulali?" tanya Adev yang berada tepat di depan penjual gulali. Pria itu menawarkan gulali yang membuat Vania mengingat masa kecilnya. Mengingat betapa bahagianya ia saat kecil.
"Mau!" seru Vania dengan bahagia.
"Gulalinya dua ya, Pak." Adev memesan gulali kepada penjual tersebut.
Adev dan Vania menyaksikan bagaimana penjual gulali membuat makanan yang akan mereka makan dan nikmati. Bagaimana proses membuat makanan manis yang sangat nikmat itu.
Adev dan Vania menerima gulali mereka masing-masing yang diberikan oleh penjual. Mereka berdua menikmati dengan sangat nikmat.
"Kamu tau filosofi dari gulali?" tanya Adev di tengah-tengah acara makannya.
Vania menggeleng pelan. Ia tidak menyukai filosofi, karena dulu menurutnya ia hanya akan bahagia dengan keluarga, namun dugaannya salah. Filosofi juga sangat dibutuhkan. Filosofi juga sangat penting di kehidupannya. Filosofi lah yang akan membuatnya semangat menjalani hidup seperti ini.
"Gulali ini manis karena terbuat dari sesuatu yang manis juga. Gulali ini enak karena prosesnya yang cukup terbilang lama. Gulali ini bisa kita kaitkan dengan manusia. Manusia yang baik pasti datang dari hati yang baik pula. Manusia yang baik juga pasti datang dari prosesnya. Proses mereka memperbaiki langkah, proses mereka menjalani kehidupan, dan lain sebagainya." Benar, apa yang dikatakan Adev memanglah suatu kebenaran. Manusia perlu fondasi dan proses untuk berjalan memperbaiki hidup.
"Iya ya, bener apa yang kamu katakan," ujar Vania setuju dengan perkataan Adev.
"Enak?" tanya Adev kepada Vania.
Vania mengangguk kencang merasakan kenikmatan gulali yang sangat khas. "Enak banget, aku suka banget sama gulali. Dulu pas kecil aku juga sering banget rengek ke mamah sama papah untuk dibeliin ini tapi mamah sama papah gak mau, dia bilang nanti aku dikerumuni semut karena makan yang manis-manis terus."
"Kamu punya filosofi lagi tentang gulali yang manis ini?" tanya Adev lagi kepada Vania. Vania nampak memikirkan filosofi apa yang ia berikan untuk satu gulali manis ini.
"Gak ada sih, tapi menurut aku orang yang sedih bisa bahagia setelah memakan ini. Karena gulali ini memiliki kekhasan yang sangat melekat. Anak kecil yang tadinya nangis bisa senyum sambil makan ini, anak kecil yang tadinya rengek ke orang tua bisa langsung berterima kasih ke orang tua setelah memakan harum manis ini."
"Jadi gulali ini termasuk makanan yang istimewa ya?" tanya ulang Adev.
Vania mengangguk dengan penuh semangat. "Sangat istimewa malah. Makasih ya Dev udah buat hari-hariku baik banget, udah buat malemku indah, udah buat aku merasakan kebahagiaan kembali. Makasih udah mau jadi temenku saat ini."
Adev tersenyum penuh arti kepada Vania. Ia mengecup punggung tangan Vania dengan kecupan kasih sayang. "Sama-sama, Van. Kamu itu segalanya bagi aku. Kamu itu semestaku, Van. Jadi aku gak akan ngebiarin semestaku hancur, karena aku juga akan hancur juga kalau kaya gitu."
"Ayo pulang!" pinta Vania sambil membereskan bajunya yang kotor, karena baru saja ia lesehan di tikar yang berada di tanah.
"Ayo!" Adev langsung setuju dengan permintaan Vania.
Vania dan Adev langsung berjalan menuju parkiran. Pria dengan jaket hitam kesayangannya itu langsung mengambil helm dan memasangkannya kepada Vania. Ia membereskan terlebih dahulu rambut Vania dan langsung memasangkan helmnya.
"Ayo naik!" ucap Adev yang sudah berada di atas motor. Vania pun langsung menaiki motor tersebut.
Motor hitam besar kesayangan Adev melesat dengan kecepatan tinggi menuju panti asuhan. Mereka berdua menikmati bagaimana rasanya bersama saat malam tiba, ditemani oleh ribuan bintang dan bulan. Ditemani oleh dinginnya angin malam. Vania bahagia, sangat bahagia Tuhan. Hanya satu permintaan Vania saat ini, jangan rebut Adev lagi darinya. Vania bisa kehilangan orang tuanya, kehidupannya, tapi jangan sampai kehilangan Adev. Karena Adev lah yang berada di samping Vania saat Vania terpuruk, saat Vania kehilangan segalanya. Vania mencintai Adev, sangat-sangat mencintai Adev.
***
Adev memarkirkan motor hitam besar kesayangannya di teras panti. Pria itu memang tidak akan menginap di sini, pria itu hanya akan mengantarkan Vania kembali, lalu pergi menuju kediamannya lagi.
"Vania, udah sampai." Adev membangunkan Vania yang ketiduran di pelukannya. Ia menepuk pelan pundak Vania.
Vania yang merasa dibangunkan oleh Adev langsung mengulet segera. Gadis itu membuka mata dan langsung melihat bagaimana wajah tampan sang pria kesayangannya, Adev.
"Kamu mau langsung pulang?" tanya Vania memastikan.
Adev mengangguk sebagai jawaban. Pria itu meraih tangan Vania dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Vania menyukai itu. Menyukai bagaimana seorang Adev menyentuh tangannya, mengecup punggung tangannya, mengusap lembut kepalanya, dan lain sebagainya. Vania menyukai segala hal yang Adev lakukan kepadanya. Bagi Vania saat ini, Adev adalah kehidupannya. Hanya Adev lah yang Vania punya. Hanya Adev lah yang Vania butuhkan untuk bersandar dan lain sebagainya.
"Aku pulang dulu, ya. Besok pagi aku jemput kamu. Kamu tidur yang nyenyak, jangan lupa mimpiin Adev, jangan indah. Besok pagi siap-siap yang gasik, kita berangkat bareng. Good night, Vania. See you tomorrow." Adev mengucapkan kata-kata yang menurut Vania adalah kata-kata manis. Adev memang paling pandai membuat Vania good mood.
"Oke, hati-hati di jalan, Mr. Tampan. Besok aku tunggu, ya. Good night and see you tomorrow too," sahut Vania dengan senyum yang mengembang sempurna.