Pagi hari Iris menyibukkan dirinya dengan pekerjaannya yang tertunda di kantor. Ketika ia mengecek jam, hari sudah sore. Ia baru sadar jika perutnya meronta-ronta butuh makan. Mengambil dompet dan ponselnya, ia pergi ke kafetaria kantor. Saat itu, di sana terlihat hanya ada beberapa karyawan yang seperti dia telat istirahat. Setelah memesan makanannya, Iris duduk di salah satu meja kosong di dekat jendela.
Ponselnya berkedip memperlihatkan ada pesan baru masuk. Membuka obrolan grup, Jane bertanya.
Jane: Iris, aku dengar kau sudah masuk kerja?
Iris membalas cepat: Ya.
Jane: Aku kira Gavin sekarat selama seminggu atau lebih.
Jane mengirimkan sticker kucing tertawa membuat Iris terkekeh pelan.
Veronica masuk ke dalam obrolan mereka: Oh ya, kau sudah masuk? Kenapa tidak memberitahu kami?! Kita bisa makan siang bersama tadi!
Kemudian disusul Maya: Aku bertaruh dia pasti belum makan.
Iris mengirim foto makanannya yang baru saja tiba ke obrolan grup mereka yang langsung dengan cepat mendapat balasan.
Maya: Nah, benar kan!
Jane: KAU BARU MAKAN SIANG?! Jam berapa ini?!!
Veronica: Khas Nyonya Muda Mikhail.
Iris memberikan emoji menangis: Kerjaanku menumpuk.
Veronica: Dasar! Kenapa juga kau tidak masuk kerja 4 hari?! Dia yang sakit kenapa harus kau yang tidak masuk?!
Ayumi: Ada apa ini?
Maya: Baca dari atas, Ayumi Sayang.
Ayumi: Sangat melelahkan baca dari awal.
Lengkap dengan emoji menangis membuat Maya, Vero dan Jane mengirim sticker memukul dan marah untuk Ayumi.
Iris tertawa melihat obrolan mereka. Ia makan dengan santai ketika Jane kembali bertanya.
Jane: Jadi, kapan kita akan pergi bersama Tiffany Psycho b***h Mikhail?
Iris terkekeh membaca nama lengkap yang cocok untuk Tiffany. Ia terlihat menimang sejenak sebelum membalas.
Iris: Bagaimana dengan malam ini? Kebetulan ulang tahun Mikhail Group akan diadakan kurang dari dua bulan lagi. Dan kalian mendapat undangannya.
Veronica: Ide bagus!
Maya: Aku sudah tidak sabar haha.
Ayumi: Yeayyy! Me too!
Jane: Oke. Kita akan bertemu di pusat perbelanjaan milik kantor. Setuju? Iris jangan lupa untuk mengabari wanita ular itu.
Veronica, Maya dan Ayumi mengirimkan sticker OK. Sedangkan Iris mengirim pesan singkat untuk Tiffany kemudian kembali melanjutkan makannya dengan tenang.
***
Gavin berada di kantor seharian dengan muram. Tidak ada karyawan yang berani masuk ke kantornya selain Tiffany. Dengan lembut Tiffany mengetuk pintu membuyarkan lamunan Gavin.
Tanpa mendongak Gavin memerintahkan dengan datar, “Masuk.”
Tiffany mendekat dan meletakkan secangkir kopi panas di meja Gavin. “Aku membuatkan kopi untukmu.”
“Hm, terima kasih.” Merasakan Tiffany belum keluar dari ruangannya, Gavin mendongak. “Ada dokumen yang perlu aku tanda tangani?”
Tiffany menggeleng. “Ada hal yang ingin aku tanyakan.”
Gavin yang memperhatikan wajah serius Tiffany seketika memijit ruang di antara alisnya. “Jika bukan masalah pekerjaan, kita bahas lain kali saja. Aku sedang tidak dalam kondisi yang baik untuk membahas hal lain.”
Tiffany menggigit bibirnya dengan sedih. Jelas sekali ia merasa kecewa dan kesal. Namun detik berikutnya ia kembali memasang wajah wanita penyabar yang lemah lembut. “Oke.”
Dengan begitu Tiffany keluar dari ruangan Gavin. Menutup pintu, wajah dingin Tiffany segera muncul. Ia berjalan ke mejanya dengan marah. Menghempaskan bokongnya kasar lalu mencoba menstabilkan emosinya.
Beberapa saat berikutnya sebuah pesan masuk dari Iris.
Iris: Kau sibuk malam ini? Aku dan yang lainnya akan pergi berbelanja. Kami akan berburu gaun untuk acara perusahaan.
Tiffany mendengus dengan dingin. “Bisa-bisanya dia memikirkan berbelanja ketika Gavin sedang sakit.”
Tiffany melirik ruangan Gavin yang tertutup beberapa saat sebelum membalas pesan Iris.
Tiffany: Oke. Kita bisa pergi bersama.
Iris: Ide bagus.
Setelah melihat balasan Iris, Tiffany menyunggingkan senyuman mengejek. Ia meletakkan ponselnya di meja. Berdiri, Tiffany kembali ke ruangan Gavin.
Mendengar ketukan kembali membuat Gavin dengan tidak sabar meraung, “Masuk!”
Tiffany berjalan mendekat dengan gelisah. “Maaf. Aku lupa mengabarimu. Malam ini aku dan Iris akan pergi berbelanja. Iris mengajakku tadi pagi. Apakah boleh?”
Suasana hati Gavin semakin suram. Oh hebat, istrinya tidak memberi tahunya terlebih dahulu melainkan Tiffany yang memberitahukan itu.
“Gavin, apakah aku boleh pergi nanti malam?” Tiffany memperhatikan raut wajah Gavin.
“Hanya berdua?” Gavin bertanya.
“Ada Jane, Maya, Vero, dan Ayumi juga."
“Wanita semua ....” Gavin terlihat berpikir sebelum mencetuskan, “Bawa beberapa pengawal bersamamu.”
Wajah Tiffany bersemu bahagia karena Gavin masih memikirkannya. “Kami akan berada di tempat umum kenapa harus perlu menjagaku?”
“Bagaimana jika aku ikut? Keselamatan yang terpenting.”
“Tapi, bagaimana jika Iris curiga ....?” bisik Tiffany.
“Tidak akan. Aku tetap ikut dengan kalian. Tidak ada diskusi, oke?”
Tersenyum, Tiffany mengangguk dengan gerakan malu-malu. Ia mendekat lalu mencium pipi Gavin. “Terima kasih.”
Gavin hanya tersenyum. Setelah Tiffany keluar, wajah dinginnya kembali muncul. Dia segera mengeluarkan antiseptik yang kosong dari dalam laci mejanya dan menggenggamnya dengan kuat. Melihat keluar jendela kantor, Gavin terlihat sedang memikirkan sesuatu. Ia mengetuk pelan mejanya dengan jarinya yang bebas.
Iris Rianna Mikhail ... Wanita itu .... “Benar-benar ingin bermain ....”
Suara ketukan pintu membuat Gavin menjadi lebih tidak sabaran. dia tahu siapa yang akan datang.
Rafa bergegas masuk ke dalam ruangan dengan satu kantong berisi cairan antiseptik. Ia meletakkan di atas meja kerja Gavin kemudian mengeluh. “Berapa banyak Anda menggunakannya sehari, Sir? Orang lain bisa menganggap bahwa Anda sedang sakit.”
Gavin melirik Rafa lewat ujung matanya. “Kau ingin aku berhenti membalaskan dendamku?”
Rafa segera berhenti mengeluh. Dan Gavin yang melihat diamnya Rafa segera mendengus. “Setelah jam pulang, kami akan pergi ke pusat perbelanjaan. Kosongkan jadwalku malam ini.”
Rafa menunduk sebelum keluar dari ruang kerja Gavin.
***
“Di mana dia?” tanya Jane tidak sabaran.
Saat ini mereka sedang menunggu Tiffany di tempat kerja mereka lebih dari satu jam lamanya.
Iris kembali mengecek ponselnya dari waktu ke waktu. “Dia belum balas.”
Maya mendengus. “Lihat? Kalau saja kita pergi duluan tadi, apa yang akan terjadi? Iris akan menunggu di kantor sendirian!”
“Aku juga tidak pernah terpikir bahwa Tiffany akan menggunakan cara lama.” Iris berkata dengan pelan seraya bermain dengan ponselnya.
Dulu, Tiffany pernah membuat Iris menunggunya hingga berjam-jam tanpa memberi kabar. Dan sekarang wanita itu kembali melakukannya. Bukankah terlihat jelas bahwa wanita bermuka dua itu sungguh tidak kreatif? Dia masih saja menggunakan trik murahannya.
Veronica mengerang. “Ya sudah. Kita tinggalkan saja dia. Biarkan dia berkeliling mencari kita di sana.”
Melihat temannya yang sudah tidak sabar membuat Iris mengangguk. “Kalau begitu kita pergi sekarang.”
Baru saja mereka melangkah, seseorang menghentikan mereka.
“Loh, kalian belum pulang?”
Mereka kompak menoleh. Melihat Vincent di sana, refleks mereka menyapa Vincent. “Sore, Pak Vincent.”
Vincent membalas sapaan mereka. “Sore juga. Biar saya tebak .... Kalian pasti ingin pergi bersama, benar?”
“Iya, Pak.”
Iris diam-diam tertawa ketika mendengar Jane dan Veronica menjawab dengan suara selembut sutra.
“Kalau boleh tahu, kalian ingin pergi ke mana?”
“Kami mau ke pusat perbelanjaan, Pak. Akan ada perayaan ulang tahun Mikhail Group, jadi kami ingin mencari beberapa gaun.”
“Ah... Saya sudah mendengar jika kalian turut diundang juga. Kalian pasti senang.” Vincent tersenyum.
“Ini semua berkat Iris, Pak Vincent.” Jane menyenggol bahu Iris, menggoda Iris. “Karena kami berteman dengan istri pengusaha kaya raya, otomatis kami pasti diundang, Pak."
“I see ....”
“Pak Vincent mau ikut?” tanya Ayumi polos membuat semua mata tertuju padanya.
‘Oh seriously, Ayumi?’ Mereka menatap Ayumi dalam diam.
Jika ada Pak Vincent, mereka akan susah menjadi wanita jahat ketika bertemu Tiffany! Jangan sampai Pak Vincent melihat sisi buruk mereka yang sudah mereka tutupi dengan sikap anggun mereka.
“Haha .... Ayumi terkadang bercandanya suka keterlaluan.” Jane tertawa canggung. Dan yang lainnya ikut tertawa canggung selain Iris.
Iris menatap Vincent, “Kami akan berbelanja dan ke salon.”
“Ya, dan obrolan wanita.” Maya menambahkan.
“Hmm maksudnya bergosip?”
Mereka mengangguk dengan kuat. “Benar! Haha.”
“Kedengarannya menyenangkan.” Vincent tercenyum.
“Ya! Haha— tunggu, menyenangkan?” Maya terperangah menatap Vincent. Melihat para wanita mengobrol sedangkan dia akan menjadi manekin di sana dianggap menyenangkan baginya?!
Vincent hanya tersenyum.
Ponsel Iris bergetar tanda pesan masuk. Membuka isinya, wajahnya seketika datar.
“Tiffany bilang dia sudah di jalan bersama Gavin langsung ke sana.”
Jane, Maya, Veronica dan Ayumi terperangah. Tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan Iris.
“Nah, karena ada pria juga, saya akan ikut. Setidaknya Pak Gavin tidak akan sendirian ketika kalian berbelanja, benar?” Saran Vincent sontak membuat semua pandangan tertuju padanya.