bc

Dream Games

book_age16+
37
IKUTI
1K
BACA
system
comedy
humorous
witty
game player
high-tech world
LitRPG
like
intro-logo
Uraian

Haitam dan Nalo merupakan dua ketua geng motor yang terus bersitegang hingga menimbulkan banyak kekacauan.

Nenek Haitam membayar para ilmuan dari Laboratorium Mimpi untuk merekayasa tidur mereka ke dalam sebuah game yang menuntut mereka bekerja sama untuk bisa melewati setiap levelnya.

Di dalam game itu, Haitam dan Nalo harus menghadapi monster di dunia legend, zombie, dan berbagai rintangan lainnya.

Mampukah game mimpi itu mendamaikan Haitam dan Nalo?

chap-preview
Pratinjau gratis
Obrolan Berbahaya
Lumpur yang menempel di ban motor trail mereka, meninggalkan jejak di sepanjang jalan, gengku tidak suka itu. Aku menyasar sang sweeper belakang yang bertugas memastikan barisan rombongan anak lumpur tidak tercecer. "Kapten Aspal!" geram sang sweeper saat tiba-tiba aku menyerobot jalurnya. "Kau berkendara dalam bahaya di sini. Kau berada di wilayah anak lumpur dan sendirian. Benar-benar ceroboh." Ia menggeleng-gelengkan kepala dengan sorot mencemooh.  Banku berdecit, aku memutar motorku seratus depalan puluh derajat. Jhoni si sweeper mengerem, hampir terhuyung dengan perut buncitnya.  "Kecuali aku tidak sendirian, anak aspal tidak pernah berkendara sendirian. Jalanan aspal adalah ibu kami. Kau menodainya dengan lumpur menjijikkan. Enyahlah bersama kotoranmu." Aku memberinya tatapan mematikan terbaikku. "Jadi aspal ini ibumu dan nenekmu yang sekarat itu yang melahirkannya?" Hanya sedikit nada kesabaran tersisa dari mulutnya.  Aku menoleh ke suara akrab motor yang mendekat milik sahabatku, Mahmoud dan Rony.  "k*****t, apakah kau perlu dibuat meronta-ronta untuk mengajarimu sopan santun?" teriakku pada Jhoni.  Aku bersiap adu banteng dengannya, tidak peduli dengan monster baruku seharga tujuh ratus juta lebih. Seperti halnya kulit kasar pria, tungganganku juga perlu mengikuti gaya hidup pejantan di atas aspal. Semakin banyak goresan, semakin tinggi martabatnya.  "Perkelahian denganku berarti perang dengan seluruh geng lumpur. Nyalakan lampu sein-mu dan beralih ke jalur yang menyenangkan. Lagipula sekarang sudah sangat larut, keluargamu menunggu." Kata-katanya terdengar sangat bijak setelah posisi satu lawan satu berganti menjadi tiga lawan satu. Aku tertawa terbahak-bahak, "Kau dengar itu Mahmoud? Sekarang sudah sangat larut. Kurasa istriku yang menggemaskan sudah menungguku di rumah, tidak sabar ingin menunggangiku."  Kami terpingkal, Rony menepuk helmku. "Sialan, kau menikah tanpa mengundangku?"  Aku menepuknya balik, lebih keras dan melebarkan sepuluh jariku yang masih kosong belum terikat cincin, memutarnya di bawah sinar bulan. Rony bersiul nyaring. "Dua puluh tujuh tahun, jalanku masih panjang. Aku akan menikah nanti setelah pantatku tidak bisa naik motor lagi."  Suara menggelegar Mahmoud menyambar motor trail itu mematikan omong kosongku bersama Rony. Ia terkenal paling sadis dan tidak suka menunggu lama.  Jhoni terpelanting, tenggelam dalam semak belukar. Mahmoud standing merayakan kepuasan dalam dendam kecil yang belum usai.  Urusan wanita, mereka pernah berebut dulu, dulu sekali. Dan Mahmoud kalah, wanita mana yang tidak akan balik arah melihat sikap garangnya. Dia sangat payah urusan merayu wanita.  ~~~ Pukul tiga dini hari, aku mengendap kembali ke sarangku. Di pintu kamar penuh stiker touring itu disematkan padanya rincian tindakanku yang tidak direstui oleh nenekku yang selalu merasa berpikiran benar.  Seorang pengawal menggiringku ke kamar beraroma minyak angin khas nenek-nenek. Seperti biasa, kamar nenekku selalu panas. Penghangat ruangan terus menyala, tidak peduli musim apapun.  Dia menatapku dengan ekspresi penilaian dan penghinaan khas miliknya. Matanya sekelam oli, dan wajahnya seperti tekstur jok motor usang, penuh keriput. Sulit dipercaya jika foto gadis cantik mirip noni Belanda di dinding itu adalah nenekku.  "Dari mana saja kau?" Ia berteriak dengan suaranya yang tinggi namun rapuh, lalu terbatuk.  "Kami nongkrong di tempat biasa Nenek, membahas motor keluaran terbaru." Nenek mendengus dan mengabaikan alasanku, dengan tidak sabar melempar botol obatnya ke arahku. Kusambar botol itu, meletakkannya di bufet.  "Apakah menurutmu aku memanggilmu untuk mendiskusikan motor keluaran baru mana yang akan menjadi koleksimu nanti, pekerjaan pria konyol." Nenek memberiku tatapan sedingin es, yang mampu membuatku bergidik di ruangannya yang panas. "Mungkin menarik bagimu berbuat gila di jalanan." "Jalan yang mana, Nenek?" Ada banyak jalan yang kulalui hari ini.  "Menurutmu yang mana, Nak?" Ia membanting bantal ke lantai, sebagai penekanan. "Haitam! Mereka menelponku tengah malam dan menyalahkanmu."  Aku menyandarkan punggung di dinding dan mulai berpikir, dari kegiatanku di luar siang hingga pulang ke rumah, kelakuanku yang mana yang patut disalahkan.  "Jika saya telah membuat nenek tersinggung, saya akan meminta maaf." Aku menguap, "Tapi saya tidak tahu bagaimana bisa disalahkan." "Kau sudah tua, dan bukan tanggung jawabku lagi mengajarkanmu moral yang baik." Nenekku mengatakannya seolah-olah aku sudah sama tua dengannya. Ya Tuhan, kata-katanya membuatku ingin tertawa. "Apakah kau sedang mengejekku, Nak?"  "Tentu saja tidak Nenek."  Nenek menusukku dengan tatapan dingin itu lagi, "Entah kau sudah gila atau memang bodoh, sudah waktunya kau hentikan ulahmu yang membuat keluarga kita malu. Kau satu-satunya laki-laki yang tersisa, dan aku harus tetap hidup untuk menjaga garis keturunan ini terus berlanjut."  Ini adalah obrolan berbahaya jika sudah menyangkut keturunan. Keluargaku habis dalam kecelakaan pesawat jet pribadi, hanya tersisa aku dan nenekku. Saat itu aku bersembunyi dengan geng motorku, menolak turut dalam liburan musim dingin ke negeri tempat nenek moyangku berasal, Belanda.  Nenekku sendiri tidak diperbolehkan dokter melakukan penerbangan jauh. Tamatlah riwayat penerus garis keturunan keluarga, diantaranya saudara lelakiku dan semua sepupuku, sisanya semua anggota keluarga perempuan. "Cepatlah menikah dan beranak-pinak, lalu aku akan pergi dengan tenang."  "Dengan rasa hormat yang sebesar-besarnya, saya tidak yakin hal seperti itu bisa terjadi segera. Saya masih muda dan bersama masa muda datanglah kebodohan. Saya belum yakin bisa berumah tangga, Nenek." Kata-kataku mengundang tawa pahit dari mulut keriputnya, "Oh ya, hentikan omong kosong yang tidak dapat kuterima itu."  Setelah beberapa lama terdiam yang sepertinya sedang mengingat-ingat apa tadi tujuannya memanggilku, penyakit pikunnya kambuh. "Kau berkelahi dengan geng musuhmu, bukan. Itu tidak dapat dimaafkan, kau membuatku harus membayar berkali-kali lipat kerugian yang mereka alami. Mereka memerasku."  Aku tidak bisa menutupi keterkejutan dari wajahku, "Apa?"  "Perbuatanmu harus dianggap serius. Demam jalananmu itu telah menjadi infeksi dan harus segera disembuhkan. Aku memintamu untuk kesekian kalinya, bebaskan dirimu dari geng itu. Dan satu hal yang pasti, tidak ada gunanya jika pewarisku menjadi lelucon jalanan." Nenek memberiku tatapan paling jahat.  "Dan jika saya tidak ingin berhenti?"  Dalam keheningan aku bisa mendengar suara jarum jam. Semua pelayan terdiam, bahkan tidak bergerak. Tatapan mereka tertuju padaku.  "Kalau begitu, Haitam," katanya pelan. "Kau akan menghadapi polisi sendirian." "Nenek tidak akan melakukan itu, jika aku dipenjara, reputasi nenek akan ternoda."  Nenek mengangkat bahu, "Aku sudah tidak peduli. Lagipula aku sudah seperti mayat hidup, telingaku melemah, dan tidak akan mendengar mereka mengolok-olokku yang tidak bisa mendidik b******n sepertimu."  "Yakin?" Aku memberinya tatapan menggoda.  "Tentu saja. Dan ingat mulai sekarang kau akan bertanggung jawab atas segala kebodohan yang kau perbuat sendiri."  Aku tidak ingin bertanggung jawab atas kesialan nenek yang kehilangan seluruh keluarganya, dan hanya menyisakan aku. Gagasan nenek yang menimpakan masalah keturunan di pundakku, menurutku, itu sangat tidak adil.   Tapi dari sorot matanya yang tegas, aku tidak punya pilihan. Membuat bayi adalah perkara mudah tapi  akan ada beban tersendiri sebagai ayahnya, aku belum siap untuk itu. Tak akan menang membantahnya, lebih baik mengulur waktu. "Baiklah, terserah Nenek saja. Carikan saya wanita yang tidak bawel seperti Nenek." Wanita keras kepala itu memberiku senyum sinis mengerikan, "Kalau begitu selesai, pergilah. Selanjutnya kau hanya perlu bertingkah baik dan menunggu, kita lihat nanti, wanita baik mana yang mau menikah dengan berandalan sepertimu. Untungnya kau mewarisi ketampanan keluargaku, kau harus bersyukur."

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Marriage Aggreement

read
86.9K
bc

Life of An (Completed)

read
1.1M
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
639.9K
bc

Patah Hati Terindah

read
82.9K
bc

Scandal Para Ipar

read
707.8K
bc

JANUARI

read
48.8K
bc

Life of Mi (Completed)

read
1.0M

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook